REVIEW

10 Film Terbaik Perang Dunia Ke Dua

[vc_row][vc_column][vc_tta_pageable no_fill_content_area=”1″ active_section=”1″ pagination_style=”flat-square” pagination_color=”green”][vc_tta_section title=”Section” tab_id=”1453062466137-e7da9cc6-874e”][vc_column_text]Perang Dunia ke-II adalah tragedi kemanusiaan terbesar dalam sejarah modern umat manusia. Perang yang berawal dari Eropa dan dengan cepat menjalar hingga ke seluruh benua. Perang Dunia ke-II menghasilkan serangkaian epos, palagan dan drama kesedihan.

Perang mengilhami para kreator untuk menampilkan irisan adegan-adegan yang terjadi berdasarkan narasi sejarah ke layar lebar sebagai pengingat bahwa perang hanya membawa penderitaan. Sehebat apapun epos peperangan atau sedramatik apapun gambaran dari sebuah palagan pasti menyisakan kepiluan.

Berikut kami sajikan secara berseri 10 film terbaik yang mengambil latar belakang cerita dari Perang Duni ke-II. Untuk seri pertama, BolehMerokok.com memilih film Grave of the Fireflies sebagai salah satu film terbaik yang mengambil latar belakang Perang Dunia ke-II. Berikut film-film pilihan kami:

1. Grave of the Fireflies

[dropcap]F[/dropcap]ilm karya Isao Takahata adalah sedikit dari film animasi yang megambil latar belakang cerita tragedi Perang Dunia ke-II. Film dengan judul asli Hotaru no haka bercerita tentang kakak-adik yang mencoba bertahan hidup sebagai yatim piatu di tengah perang yang sedang berkecamuk.

Film dibuka dengan adegan yang mengambil tempat di stasiun Sannomiya, bulan September 1945, beberapa saat setelah Perang Dunia ke-II usai. Setelah petugas kebersihan stasiun memindahkan mayat Seita, dia menemukan kaleng permen dan melempar kaleng ke pekarangan stasiun. Dari kaleng yang dilempar tersebut muncul ribuan kunang-kunang.

Kamera kemudian berpindah ke Setsuko yang berdiri menatap mayat Seita. Pada saat Setsuko akan berlalri menghampiri mayat Seita, tangan Seita meraih pundak Setsuko. Sambil jongkok Seita mengambil kembali kaleng permen yang dilempar oleh petugaskebersihan dan berubah menjadi kaleng baru kembali.

Film kemudian menampilkan adegan pada bulan Maret 1945, pada saat Kobe dihujani bom oleh pasukan Sekutu. Seita berusaha mengubur semua benda yang bisa diselamatkan pada saat petugas menyuruh penduduk untuk mengungsi. Seita menyuruh ibunya untuk berangkat mengungsi terlebih dahulu. Dia yang akan membawa Setsuko mengungsi.

Karena Seita tertinggal rombongan untuk mengungsi, ketika dia keluar rumah lingkungan rumahnya sudah dihujani bom oleh Sekutu. Seita terjebak disitu hingga akhirnya dia dapat menyelamatkan diri. Meskipun akhirnya Seita dan Setsuko selamat dari serangan bom Sekutu pada saat itu hidup mereka menjadi tidak mudah karena ibunya turut menjadi korban serangan bom dan meninggal dunia.

Seita dan Setsuko kemudian pergi ke rumah bibinya. Sebagai konsekuensi dari perang perekonomian Jepang mengalami masa-masa sulit. Begitu juga keadaan tempat Seita dan Setsuko tinggal. Karena hanya menumpang Seita dibujuk oleh bibinya untuk menjual Kimono ibunya untuk ditukar dengan beras. Karena Seita merasa hanya menumpang maka dia serahkan Kimono ibunya untuk ditukar dengan beras.

Bibi Seita memberikan tempat tinggal dengan catatan Seita dan Setsuko harus mencari makanan sendiri. Seita akhirnya mengambil semua barang yang dikubur sebelum pemboman oleh Sekutu terjadi. Dia menyerahkan semua kepada bibinya. Seita hanya menyisakan kaleng permen Sakuma. Kaleng permen Sakuma inilah yang akhirnya menjadi ikon film ini.

Tidak tahan dengan keadaan di rumah bibinya Seita mengajak Setsuko pergi. Dan mereka akhirnya tinggal di tempat perlindungan yang sudah tak berpenghuni. Dan kaleng permen Sakuma digunakan untuk mengurung Kunang-Kunang yang digunakan sebagai pencahayaan bunker pada malam hari. Seita melakukan apapun untuk bertahan hidup, termasuk mencuri tanaman di sawah orang.

Akhir dari cerita film ini Setsuko terserang gizi buruk. Setsuko terbaring lemas dan selalu mengigaukan makanan. Seita berusaha membawa ke dokter. Namun Setsuko tidak ditolong, dokter hanya berkata bahwa anak ini butuh makan. Di tengah kepanikan Seita pergi ke bank dan mencairkan semua tabungan milik ibunya.

Pada saat meninggalkan bank, Seita bingung menyaksikan keadaan yang terjadi. Orang-orang berkerumun dan dia mendapat informasi bahwa Jepang telah menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Dia juga mendapatkan informasi bahwa bapaknya, seorang Kapten di Angktan Laut Kekaisaran Jepang telah meninggal dunia.

Ditengah kebingungan Seita bergegas kembali ke tempat perlindungan, membawakan makanan untuk Setsuko. Setelah Seita selesai memasak ternyata Setsuko sudah meninggal dunia. Seita mengkremasi Setsuko dan memasukkan abunya ke kaleng permen Sakuma. Seita meninggalkan tempat perlindungan, terus berjalan membawa abu Setsuko dan foto bapaknya. Seita akhirnya meninggal di Stasiun Sannomiya setelah mengalamai kelaparan dan gizi buruk beberapa minggu kemudian.

Film ini ditutup dengan adegan Seita yang gagah dan Setsuko yang periang sedang duduk di atas bukit. Setsuko tertidur bersandarkan Seita sambil memandang sebuah kota modern, Kobe.

Film yang berhasil mengurai air mata sebagian besar penontonnya ini adalah salah satu film animasi yang digarap dengan detail yang apik. Penonton merasakan betul kesedihan anak-anak sebagai korban perang.

Dibalik kekalahan Jepang mereka mampu bangkit untuk menguasai perekonomian dunia, dan kembali menjajah konsumen diseluruh dunia dengan produk-produk mereka. Akankah nanti ada lagi Seita dan Setsuko di Jepang sebagai akibat keserakahan ekonominya?

Judul : Grave of the Fireflies (Hotaru no haka)
Tahun : 1988
Durasi : 89 menit
Sutradara : Isao Takahata
Produksi : Shinchosha Company dan Studio Ghibli
Negara : Jepang[/vc_column_text][/vc_tta_section][vc_tta_section title=”Section 1″ tab_id=”1453059092328-1e0dfb7d-96f2″][vc_column_text]

2. Malena

Malena-ok

[dropcap]U[/dropcap]ntuk selanjutnya kami memilih film Malena sebagai salah satu film terbaik yang mengambil latar belakang Perang Dunia ke-II. Resensi ini dipersembahkan oleh Tohirin, pegiat pers mahasiswa dan seorang jomblo revolusioner yang masih mencari jodohnya.

Eropa tahun 1940, barangkali menjadi salah satu benua yang tidak bisa membuat tenang warganya. Terutama bagi negara-negara yang ketika itu masuk dan terlibat Perang Dunia II: Jerman, Italia, Perancis, Belgia dan beberapa negara di Eropa lainnya yang terlibat.

Rilis tahun 2000, film Malena memang lebih terkesan vulgar dan sensual dalam beberapa adegan. Apalagi dengan tidak melihat latar belakang kondisi sosial politik yang terjadi dalam film. Boleh jadi film ini hanya menampilkan sebuah narasi yang sama sekali tidak menarik dikaji dan didiskusikan karena tak lebih dari film-film dewasa pada umumnya.

Film berdurasi 109 menit ini mengisahkan Malena (Monica Belluci), seorang istri dari lelaki yang mengikuti wajib militer di Italia saat berkecamuknya Perang Dunia II. Guiseppe Tornatore, sang sutradara, menjadikan Italia sebagai latar kehidupan Malena dalam kesendirian menjalani aktifitas kesehariannya.

Tornatore mengemas filmnya dengan genre drama komedi lewat Renato, bocah berusia 12 tahun. Renato adalah satu di antara teman-temannya, bahkan penduduk kota, yang memiliki keterikan lebih pada Malena yang hidup sendiri setelah ditinggal suaminya yang mengikuti wajib militer serta ayahnya yang meninggal.

Saban sore, Renato menguntit Mallena saat pulang kerja dan melewati jalan tempat biasa ia teman-temannya ngonkrong. Secara diam-diam, dengan sepedanya, ia mengikuti Malena dari balik bangunan kota. Bahkan Renato kerap membayangkan Malena berhubungan intim dengannya. Dalam beberapa kesempatan, Renato juga kerap masturbasi di atas tempat tidurnya saat hendak tidur.

Sampai suatu ketika kebiasaan Renato itu diketahui orang tuanya. Oleh mereka, Renato kemudian dibawa ke salah satu tempat prostitusi dengan maksud menghilangkan kebiasaan Renato yang kerap kali masturbasi.

Sebagai wanita yang memiliki kelebihan dengan parasnya, Malena memang menjadi buah bibir di bagi penduduk kota. Bukan hanya kaum pria, pula menjadi perhatian bagi wanita yang khawatir suaminya menyimpan ketertarikan terhadap Mallena. Apalagi ia yang hidup sendiri.

Namun jika melihat dari kacamata lain, film Malena telah meneropong jauh tentang apa yang terjadi di balik salah satu tragedi kemanusiaan terbesar sekaligus paling bersejarah yang pernah terjadi di muka bumi: Perang Dunia II. Dan salah satu bukti bahwa film ini menyimpan nilai-nilai baik sejarah, sosial, dan politik adalah masuk nominasi Oscar untuk dua kategori di tahunnya. Bahkan sebagaian pihak menyatakan kegagalan film ini menggondol Orcar hanya karena ketentuan pelarangan penggunaan bahasa Perancis.

Italia, yang kala itu terpaksa berafiliasi dengan Jerman dari blok fasis Eropa, membuat kebebasan menjadi barang mahal bagi penduduk di beberapa wilayah di Italia. Kontrol ketat, membuat sesama mereka menjadi saling mengawasi satu sama lain. Tak terkecuali kota tempat tinggal Malena, Castelcuto, Sisilia di Italia. Singkatnya, Tornatore merefleksikan kehidupan Malena sebagai kondisi yang memang benar-benar terjadi kala Perang Dunia II berlangsung di Italia selama kurun waktu enam tahun (1935-1940).

Tornatore menggambarkan kondisi PD II itu juga lewat situasi hidup yang harus dijalani Malena. Belum lama pasca suami dan sang ayah meninggalkannya, Malena memang mengalami kehidupan ekonomi yang kemudian mengharuskannya menjadi jajanan bagi para tentara pengawas kota. Dengan bahasa lain, Tornatore juga menggambarkan fasisme yang terjadi saat itu. Barangkali pengambilan latar Italia sebagai pembuatan film juga untuk menggambarkan fasisme Jerman sebagai negara adidaya di antara negara di Eropa lainnya. Terlebih secara akar tradisional Eropa juga memiliki akar itu.

Saya menonton film ini beberapa bulan lalu atas rekomendasi salah satu teman yang tentu saja dia adalah penikmat film. Ya, paling tidak pengetahuannya tentang film masih di atas saya. Secara umum, bagi saya tak ada yang luar biasa yang ditampilkan dari film ini. Barangkali karena ada beberapa adegan syur saja saya bisa bertahan menyaksikan film ini sampai akhir.

Namun setelah beberapa kali nonton, ada narasi lain yang saya temukan dari semua adegan senyap. Bahkan dialog yang bahkan tidak pernah terjadi antara Malena dan Renato sebagai pemeran utama kecuali di menit terakhir. Film ini bukan hanya bercerita bagaimana seks juga bisa dinikmat bocah berusia 12 tahun. Namun, ada nilai-nilai sejarah, sosial, budaya, maupun politik sebagai narasi alternatif dari film Malena.

Judul : Malena
Tahun : 2000
Durasi : 92 menit
Sutradara : Giuseppe Tornatore
Produksi : Miramax Film
Negara : Italia

[/vc_column_text][/vc_tta_section][/vc_tta_pageable][/vc_column][/vc_row]

Tinggalkan Balasan