REVIEW

Kreatifitas Membuat Kretek adalah Local Knowledge, Kekayaan Budaya Nusantara

Karena itu, nilai-nilai kekayaan dan budaya kretek perlu dilestarikan dan dikelola melalui upaya pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan sebagai salah satu ekspresi kultural-historis

[dropcap]M[/dropcap]embuat selinting kretek tak semudah yang dibayangkan, membuat selinting kretek memerlukan keahlian tersendiri karena tidak semua orang dapat membuat kretek. Keahlian yang hanya didapat melalui proses belajar dan latihan. Pengetahuan membuat kretek adalah salah satu tradisi budaya yang diwariskan turun temurun, dari generasi ke generasi dalam kehidupan manusia, bermula dari kemampuan pikiran manusia dalam berkreasi.

Kretek merupakan produk pengetahuan yang lahir dari interaksi orang per orang dalam interaksi sosial. Pengetahuan ini terus menerus berkembang dalam pelbagai praktik, representasi, ekspresi, dan keterampilan. Tumbuh dalam lingkungan budaya beragam komunitas dan kelompok masyarakat di Indonesia, dan terus berkembang dinamis melintasi zaman (difusi). Kretek mengalami inovasi dan evolusi hingga merembes sebagai pola pengetahuan-pengetahuan masyarakat lokal yang kehidupannya terkait erat pada budidaya tembakau dan cengkeh.

Kretek telah berusia lebih dari seratus tahun. Jika mengikuti pandangan sejumlah ahli, Haji Djamhari adalah orang kali pertama mempopulerkan sigaret cengkeh (clove cigarette) pada kisaran abad ke-19 yang kemudian dinamakan kretek. Setidaknya, Haji Djamhari salah satu dari sekian banyak bumi putera, khususnya di Jawa pada masa itu yang mengetahui bagaimana meracik tembakau dan rempah-rempah dengan citarasa tersendiri.

Tradisi meracik merupakan kebiasaan khas masyarakat Nusantara. Pengetahuan meracik itu sangat kaya dan bervariasi, khususnya pada makanan dan herbal untuk keperluan pertumbuhan dan kesehatan tubuh.

Bila merujuk pada penemuan kretek dalam kehidupan manusia, dapat dikemukakan bahwa meramu dan mengolah antara tembakau dan cengkeh menjadi produk berupa kretek adalah suatu proses mengginterpretasikan sumber daya alam. Hal ini menunjukkan kemampuan pikiran manusia dalam berkreasi dan termanifestasikan dalam pengetahuan manusia menjadi ekspresi atau produk terintegrasi dalam budaya masyarakat yang muncul sebagai ciri khas.

Kretek, sebagaimana telah jadi konsepsi pengetahuan bersama, terdiri dari rajangan bunga cengkeh kering dan rajangan tembakau kering yang dibungkus melalui kecakapan dan keterampilan tertentu.

Menurut Rusdi Rahman pengrajin kretek di Kudus, pengetahuan dan cara membuat kretek disesuaikan dengan selera penikmat. Untuk itu, bagi produksi kretek harus mampu mengolah campuran tembakau dan cengkeh dengan baik. Semisal dalam konten satu batang kretek terdiri dari tembakau lauk, tembakau penyelaras, tembakau pelengkap, dan ditambah cengkeh.

Dari tiga macam tembakau itu dijadikan satu sesuai takaran tertentu. Pada umumnya komponen tembakau lauk lebih sedikit dari tembakau penyelaras dan pelengkap. Tembakau yang diolah adalah tembakau yang sudah melalui proses penyimpanan dalam gudang dengan pengaturan suhu ruang dan udara tertentu. Semakin lama tembakau dalam penyimpanan, makin bagus pula kualitasnya. Batas penyimpanan tembakau paling lama berkisar lima tahun, sementara batas tercepat sekitar enam bulan.

Proses penyatuan tiga karakter tembakau dan rempah disebut casing atau blending. Fungsinya untuk melembabkan tembakau dan menyatukan tiga macam tembakau dengan ragam karakteristik rasa dan aromanya.

Teknik ini membutuhkan cairan dari hasil campuran rempah yang kisaran jumlahnya 15 macam dan direbus seketika. diantaranya kayu manis, kapulaga, kencur dan lain-lain. Metode casing atau blending dengan proses manual memerlukan waktu fermentasi sekitar ± 10 jam, rentang durasi yang dianggap telah cukup menyatukan tiga karakteristik tembakau. Berikutnya, mencampurkan aroma saus dari sari buah-buahan atau sejenisnya. Penggunaan saus ini tergantung selera, dan setiap orang memiliki citarasa tersendiri.

Dalam satu batang kretek, makin banyak campuran cengkehnya makin mantap rasanya. Bila menginginkan kretek dengan suara merepih yang kuat dan dalam, maka perlu banyak cengkeh Jawa. Sebaliknya, bila menginginkan aroma yang kuat, perlu banyak cengkeh dari wilayah Indonesia timur seperti Maluku, dan Minahasa. Jika menginginkan keduanya, maka takarannya dibuat sama.

Proses berikutnya, adalah membungkus atau biasa disebut melinting. Terdapat dua metode, dengan manual biasa disebut sigaret kretek tangan (SKT), atau memakai mesin yang biasa disebut sigaret kretek mesin (SKM).

Pada awalnya melinting dilakukan dengan tangan dan menggunakan pembungkus dedaunan atau kulit jagung. Dalam perkembangannya, SKT menggunakan kertas papier dan alat bantu yang disebut “alat pelinting” atau “alat penggiling”, terbuat dari kayu dan kain tingginya sekira 25 cm.

Mula-mula pelinting mengambil papier lantas diletakkan ke kain sembari menaburkan racikan ke atas papier, menata bahan-bahan racikan itu sesuai kualitas kretek, lantas tangan kanan menarik pegangan (handle) untuk menggiling atau melinting, adapun tangan kiri sigap menerima hasil lintingan atau gilingan.

Kemudian, pelinting mengoleskan sedikit lem yang terbuat dari sari ketela yang disebut pati, agar hasil gilingan kretek tidak pudar, lalu merapikan atau meratakan dua ujung batang kretek (disebut batil). Ini berbeda pada proses sigaret kretek mesin yang sepenuhnya memakai teknologi mesin dan minim campur tangan manusia, kretek mesin adalah revolusi tekhnologi dalam memproduksi kretek.

Pendeknya, pembuatan kretek adalah sebuah kreatifitas menjadi budaya masyarakat dengan sistem pengetahuan melalui proses belajar yang ditemukan, dimodifikasi, diinovasi dan dikembangkan di tengah-tengah masyarakat.

Menurut Carol R Ember dan Melvin Ember ahli antropologi, ciri dan sifat kebudayaan adalah menjadi milik manusia melalui proses belajar, perihal bersama dalam suatu masyarakat tertentu, cara berlaku yang terus-menerus dipelajari dan tak bergantung dari transmisi biologis atau pewarisan lewat unsur genetis. Sistem pengetahuan terutama sekali membentuk pedoman dalam bertindak, berperilaku, dan menggambarkan peta-peta kognitif manusia yang diwariskan dan ditransimisikan dari satu generasi ke generasi selanjutnya.

Jadi, kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya. Dengan demikian, pengetahuan dan keterampilan membuat kretek tangan sebagai kreatifitas racikan khas masyarakat Indonesia telah tumbuh mengakar dan mekar dalam persilangan kebudayaan Nusantara.

Kretek telah memenuhi sifat-sifat kebudayaan dalam perspektif antropologis. Membuat kretek adalah sistem pengetahuan yang bisa dipelajari tidak tergantung dari transmisi biologis atau unsur genetis.

Sebagai produk budaya, kretek memenuhi unsur-unsur kebudayaan; bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian, sistem religi, dan kesenian.

Kretek sebagai instrumen, benda, artefak, dan ruang budaya tumbuh-mekar dari generasi ke generasi, dihidupi oleh komunitas atau kelompok masyarakat di Indonesia yang mampu merespon lingkungan alam dan sosial serta bertahan secara luar biasa dalam kurun waktu yang panjang.

Karena itu, nilai-nilai kekayaan dan budaya kretek perlu dilestarikan dan dikelola melalui upaya pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan sebagai salah satu ekspresi kultural-historis yang memiliki persentuhan khas di tengah masyarakat Indonesia. Pengakuan kretek sebagai warisan budaya tak bendawi.

Dapat ditegaskan bahwa kreatifitas membuat kretek adalah temuan asli (local knowledge) sebagai salah satu kekayaan budaya Indonesia yang telah memberikan kontribusi besar dalam sistem budaya dan sistem sosial-ekonomi bangsa Indonesia. Sistem pengetahuan yang melatari dan melahirkan kretek ini telah menjadikannya sebagai produk klasik Indonesia.

Tinggalkan Balasan