logo boleh merokok putih 2

Nasilah, Perempuan Dibalik Kretek

[dropcap]S[/dropcap]elain Haji Djamhari, Mbok Nasilah juga sering disebut-sebut oleh masyarakat Kudus sebagai penemu kretek. Jika Haji Djamhari menemukan kretek bermula dari spirit altruistik yakni bermaksud mengobati orang sakit bengek, sementara Mbok Nasilah berangkat dari konsep higienitas modern yakni menghentikan kebiasaan nginang para kusir andong dan pedagang keliling di warungnya. Pasalnya ampas nginang beserta ‘dubang’ para penginang membuat warungnya kotor.

Tak disangka-sangka, racikan irisan tembakau dan cengkeh yang dibungkus klobot buah tangan Nasilah sangat diminati mereka yang singgah di warungnya. Diantara mereka terdapat seorang pemuda bernama Nitisemito. Pucuk dicinta ulam pun tiba, Nasilah tak hanya memulai rintisan bisnis yang nantinya tercatat sejarah menjadi perusahaan rokok lokal terbesar pertama di Hindia Belanda, lebih dari itu dia juga menemukan cinta dan jodohnya. Witing tresna jalaran saka kulina, barangkali itulah yang terjadi antara gadis Nasilah dan pemuda Nitisemito. Singkat kata, akhirnya pada tahun 1894 pasangan muda-mudi kasmaran itu menikah.

“Di balik laki-laki hebat, ada perempuan hebat” demikian bunyi sebuah adagium. Ya, Nasilah ialah perempuan hebat di balik sukses besar juragan kretek Nitisemito, yang oleh Pemerintah Belanda sempat dijuluki “Kretek Koning van Koedoes (Raja Kretek dari Kudus). Sayangnya sejarah sedikit mencatat peran perempuan di balik Nitisemito itu, selain bahwa Nasilah-lah inovator sekaligus penemu kretek.

Pertanyaannya ialah, benarkah Nitisemito dan bukan Nasilah yang memegang peranan penting memajukan bisnis perusahaan kretek Tjap Bal Tiga, dari sebuah usaha rumah tangga tumbuh hingga jadi perusahaan besar dengan ribuan buruh dan sanggup menyewa pesawat Fokker untuk mempromosikan kreteknya ke Bandung dan Jakarta?

Merujuk tulisan sejarah Anthony Reid dalam buku “Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680”, disebutkan bahwa  pelaku pasar di Asia Tenggara, termasuk Indonesia ternyata didominasi kaum perempuan ketimbang kaum laki-laki. Kalaupun berdagang, kaum laki-laki Asia Tenggara cenderung hanya terbatas pada komoditas perkakas dan senjata dari logam. Sementara, laki-laki yang berdagang di pasar umumnya adalah laki-laki bangsa asing yang tengah menunggu perubahan angin dan musim sembari mencoba peruntungannya berdagang di pasar-pasar lokal.

Jejak-jejak historis itu pun kini masih menampak sebagai realitas sosial. Setidaknya dengan mudah kita menyaksikan pasar-pasar tradisional lebih banyak dijumpai penjual kaum perempuan ketimbang laki-laki. Bahkan pada masyarakat budaya Jawa sering kita jumpai kaum laki-lakinya terkesan kurang piawai berdagang, cenderung kaku meladeni proses tawar-menawar, yang notabene merupakan karakteristik pasar-pasar di Asia Tenggara sejak zaman dulu.

Secara historis kita mengenal pebisnis perempuan yang sohor pada zaman kerajaan Islam-Demak yaitu Ratu Kaliyamat. Sementara pada era lebih kemudian, zaman Mataram-Islam, tepatnya masa Sultan Agung berkuasa, dapat disebut nama pebisnis perempuan Roro Mendut yang melegenda. Tanpa terkecuali adalah sosok Kartini, meskipun ia bukanlah pebisnis secara langsung, namun jasanya memajukan ekspor mebel ukir dari Jepara ke pasar Eropa (Belanda), dikenang banyak orang.

Artinya merujuk analisis sejarah yang dikemukakan Anthony Reid, bukan tak mungkin justru Mbok Nasilah-lah sesungguhnya pemegang kemudi perusahaan ketimbang Nitisemito. Sayangnya tendensi patriarki budaya Jawa cenderung menisbikan peran kaum hawa, sehingga potret sesungguhnya dari sejarah dan kiprah Nasilah kurang mendapat ruang eksplorasi mendalam.

Gambaran seorang Nasilah dapat dilihat pada sosok Dasiyah dalam Gadis Kretek karangan Ratih Kumala.  Dasiyah atau biasa dipanggil Jeng Yah itu bukanlah sosok inferior melainkan justru superior dan memegang kendali penting bagi strategi tumbuh besarnya bisnis perusahaan kretek Djagat Radja mengarungi zaman. Ini tentu bukan tafsiran lebay, menyamakan Nasilah dan Dasiyah atau sebaliknya. Inovasi dan penyempurnaan kretek sebagai sebuah kegaiatan ekonomi adalah bukti bahwa sosok Nasilah adalah perempuan berjiwa inovatif dan memiliki naluri entrepreneurship.

Apakah benar demikian? Selebihnya butuh sebuah penelitian sejarah tersendiri untuk membuktikannya.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis

Haryanto

Haryanto

Mahasiswa yang meyakini akan sukses dengan kerupuk dan teh botol.