TOPENG-PETER GABRIEL DAN SAWITRI
CUKAI

Topeng, Peter Gabriel dan Sawitri

[dropcap custom_class=”normal”]M[/dropcap]

akan malam sudah menunggu sayang, begitu kata Peter Gabriel saat masih menjadi vokalis grup Band Genesis di tahun 1972. Lagu sepanjang 23 menit kurang 6 detik itu berjudul “Supper’s Ready”. Bagi anak gaul jaman kini 23 menit mungkin terlalu lama untuk mendengarkan sebuah lagu. Tetapi jaman Peter Gabriel yang lahir 13 Februari 1950, dalam usia 22 tahun, musik progresif rock sedang berada pada tahun-tahun puncak kreativitasnya.

[blockquote]And it’s hey babe your supper’s waiting for you. Hey my baby, don’t you know our love is true.[/blockquote]

Nukilan syair dari bagian pertama lagu “Supper’s Ready” yang keseluruhannya terdiri dari 7 bagian yang melengkapi satu bentuk sajak Sonata. Gabriel, Banks, Collins, Hackett, dan Rutherford menyatu dalam tampilan 7 bagian lagu yang membentuk siklus yang bermula dari proses bertemu dengan sosok spiritual yang biasa disebut sebagai proses pewahyuan dan berakhir pada proses manunggal dengan Tuhan.

Eeeittss, kok manunggal? Peter Gabriel ternyata berkisah tentang  Manunggaling Kawula Lan Gusti. Wah, jian, ternyata apa yang dibawakan dengan begitu apik oleh grup band paling ngetop ternyata sudah ada di rumah kita sendiri. Bukankah ajaran spiritual Syekh Lemah Abang murid tercakap dari Kanjeng Sunan Kalijaga memberikan dasar-dasar ajaran spiritual bagi pemeluk ajaran Islam di Nusantara adalah sama dan sebangun dengan lirik-lirik yang dibawakan oleh Peter Gabriel, siswa pintar lulusan sekolah menengah atas elit Charterhouse School di London.

Peter Gabriel membentuk Band Genesis bersama teman-teman seangkatannya Tony Banks, Mike Rutherford, Anthony Philips dan Chris Stewart pada tahun 1967. Dalam perjalanan kreatifnya kemudian masuk Steve Hackett dan Phil Collins yang berasal dari kelompok lain. Genesis hingga saat ini adalah grup musik rock progresif dan populer yang belum tertandingi dalam hal lirik, komposisi, melody, aransemen, mood, hingga penampilan panggungnya. Saking identiknya glamor penampilan panggung Gabriel dengan popularitas Genesis memunculkan ketegangan tersendiri di dalam band yang berujung pada keluarnya Peter Gabriel pada tahun 1975 yang mengagetkan banyak penggemarnya.

Peter Gabriel mungkin punya firasat bahwa hanya di tahun-tahun itulah kejayaan industri musik dan kejayaan budaya populer masih memungkinkan tema-tema besar manusia dan peradaban muncul di dalam lirik lagu. Gabriel bicara tentang filsafat, agama, Tuhan, keterasingan, birokrasi, negara, adi daya, sistem sosial, dengan segala paradoks yang berada di antaranya dalam lagu-lagu Genesis sejak 1967 hingga 1975. Gabriel adalah jenius yang berkembang bersama mekarnya Generasi Bunga.  Generasi yang mekar diiringi suasana perang dingin antara dua kekuatan adi daya. Tak pelak, perang dingin adalah situasi yang banyak mempengaruhi perubahan-perubahan besar di berbagai wilayah dunia, tak terkecuali Asia Tenggara.

Peter Gabriel saat membawakan lagunya kerap menggunakan topeng untuk membawakan cerita yang dia bawa. Untuk membawakan 7 bagian lagi “Supper’s Ready” Gabriel bahkan bisa berganti kostum 4 kali. Di bagian pewahyuan Gabriel biasa mengenakan  kostum model mahkota duri serupa Yesus, saat bicara tentang narsisme, dan kejenakaan Gabriel bisa memakai topeng berbentuk kelopak bunga, saat bicara tentang kuasa Gabriel bisa mengenakan topeng simbol raksasa Gog dan Maggog, dan saat manunggal dengan Tuhan, Gabriel berganti dengan kostum putih sambil memegang sebilah pedang bercahaya.

Magis, penampilan Peter Gabriel dalam bungkus kejayaan pasca perang dunia kedua yang mampu menampilkan musik dan pentas teater dalam satu nafas. Tetapi di belahan dunia lain, di Asia Tenggara, tepatnya di Indonesia ada sosok seniman panggung yang kerap berganti-ganti topeng saat membawakan pentasnya tetapi nasibnya tidaklah semujur rekan-rekannya di negara dengan ekonomi berkelimpahan. Saat Peter Gabriel dengan lincah berganti-ganti topeng di awal 70-an, pada masa itu Sawitri, penari Topeng kelahiran tahun 1923 harus menyimpan rapat topeng kebanggaannya karena situasi politik di Losari, Cirebon, pasca tragedi politik 1965 membuat Sawitri harus beralih profesi dengan berjualan makanan kecil di pasar. Baru pada awal 80-an Sawitri merasakan sedikit kebebasan saat menjadi pelatih khusus tarian daerah dalam grup Swara Mahardika pimpinan Guruh Sukarnoputra.

Padahal, topeng-topeng yang biasa dibawakan oleh Sawitri tidak kalah dengan topeng-topeng Peter Gabriel. Sawitri yang merupakan keturunan langsung dalang wayang kulit Sumitra adalah pewaris ajaran Manunggaling Kawula Gusti yang diajarkan oleh Sunan Panggung, salah seorang murid dari Sunan Kalijaga atau alter ego dari Syekh Siti Jenar. Dalam penampilan lengkapnya Topeng Losari memiliki 5 karakter yang membentuk siklus dalam pementasannya.

Siklus pertama adalah siklus kesucian, atau pewahyuan disimbolisasikan dengan bayi yang berwujud topeng berwajah putih pucat yang diberi nama Topeng Panji. Siklus kedua adalah siklus anak-anak yang masih ragu-ragu dan penuh kecanggungan yang berwujud Topeng bernama Topeng Pamindo. Berlanjut dengan siklus ketiga siklus remaja yang lincah, nakal bergembira dan tanpa beban diwakili oleh topeng berwarna merah muda yang bernama Topeng Rumyang. Siklus keempat adalah siklus menuju dewasa, dengan tampilan penuh disiplin, rumit, penuh agilitas dan bertenaga sesuai dengan temanya menjadi pemimpin perubahan yang diwakilkan dalam bentuk Topeng Tumenggung berwarna merah kecoklatan. Hingga puncaknya Topeng Kelana yang menjadi perlambang manusia berada di puncak kejayaannya, dengan kuasa, dengan nafsu dan kehendak yang sangat rentan menujuk ke angkara murka yang disimbolkan dengan topeng berwarna merah menyala yang seringkali juga menjadi simbol tokoh legenda sang Rahwana.

Pada akhirnya siklus itu kemudian berputar lagi menuju topeng Panji tetapi berubah karakter menjadi Panji Sepuh yang semakin mendekatkan diri kepada keilahian.

Tinggalkan Balasan