REVIEW

We Shall Overcome

Melacak asal-usulnya, “We Shall Overcome” ternyata bukanlah hal mudah. Pasalnya lagu ini memiliki akarnya pada tradisi lisan.

Ada yang beranggapan, lagu ini identik dengan Gerakan Hak-hak Sipil Afrika-Amerika itu sendiri. Ini tentu juga tak terlepas dari orasi politik Martin Luther King yang sering mengutip penggalan kata-kata dari lirik himne “We Shall Overcome”, seperti pada orasi terakhirnya di Memphis pada Minggu 31 Maret 1968 sebelum terjadinya peristiwa pembunuhan itu. Juga jauh sebelumnya, pun pada 1965 dia melakukan hal yang sama pada sebuah orasi politiknya di sebuah forum antar umat beragama di California.

Tapi ada juga yang mengatakan, asal-usul lagu ini ialah sebuah musik Gospel. Konon, penulisnya ialah Charles Albert Tindley (1851-1953), seorang pastur yang bertugas melayani umat di Philadelphia di pergantian abad ke-20. Tak sedikit mereka yang menyamakan asal-usul lirik “We Shall Overcome”diambil dari himne musik Gospel berjudul “I’ll Overcome Someday” yang ditulis oleh Pastur itu. Lagu ini populer di gereja kulit hitam di seluruh Amerika Serikat. Sementara lainnya yang menolak asumsi itu mengatakan, meskipun satu sama lain memiliki kemiripan lirik tetapi kedua himne itu sesungguhnya sama sekali tidak memiliki kesamaan melodi.

Teori lain. Seorang himnologis dari Australia, Wesley Milgate, menduga asal-usul “We Shall Overcome” didasarkan pada spirit yang berasal dari lagu “The Sicilian Mariner’s Hymn to the Virgin.” Kronologisnya barangkali terjadi ketika para budak dari Afrika mendengar nyanyian para pelaut Sisilia selama perjalanannya dari Afrika melalui Inggris dan ke Amerika, dan kemudian lagu itu diadaptasi oleh mereka dan mengalami proses evolusi lebih jauh. William McClain, seorang profesor teologi Seminari Wesley, mengukuhkan asumsi itu dan meyakini bahwa “We Shall Overcome” memang berakar dalam sejarah perbudakan.

Sementara, secara historis tercatat: pada musim gugur 1945 di Charleston, Carolina Selatan, para buruh anggota Serikat Pekerja Makanan dan Tembakau yang bekerja di American Tobacco Company, melakukan aksi mogok kerja selama lima bulan. Untuk menjaga spirit aksi mogok mereka selama musim dingin yang basah tersebut, seorang perempuan bernama Lucille Simmons mengajarkan lagu “We’ll Overcome (I’ll Be All Right)” versi himne Gospel kepada para buruh tersebut. Melihat hal ini dan merasa tertarik dengan lagu itu, seorang organisator sebuah serikat, Zilphia Horton, mendatangi Lucille Simmons dan belajar padanya. Segera saja lagu ini menjadi favorit Horton, suami Zilphia Horton, dan lantas menjadi kebiasaan mereka untuk mengakhiri setiap pertemuan kelompoknya dengan menyanyikan lagu ini bersama-sama.

Kemudian selama masa kampanye kandidat calon presiden Henry A. Wallace, himne “We Will Overcome” pun dicetak dalam buletin bernama People’s Songs No 3 (September 1948). Pete Seeger, anggota, pendiri sekaligus direktur dari People’s Songs Bulletin, belajar himne dari versi Horton. Lantas, dia merubah: “We Will Overcome” menjadi “We Shall Overcome”. Seeger juga menambahkan beberapa bait tambahan yaitu “We’ll walk hand in hand” dan “The whole wide world around.” Tercatat debut pertama lagu “We Shall Overcome” dinyanyikan oleh Laura Ducan pada tahun 1952 direkam pada piringan hitam.

Dalam realitas muthakir film “My Name is Khan” (2010), himne “We Shall Overcome” muncul menjadi lagu yang menonjol. Film ini disutradarai oleh Karan Johar, sementara pemain utamanya ialah Shahrukh Khan. Dalam film ini “We Shall Overcome” dinyanyikan baik dalam bahasa Inggris ataupun Urdu.

Dalam sebuah wawancara yang dilakukan oleh Wendy Schuman pada tahun 2011, ketika ditanya tentang asal-usul himne “We Shall Overcome” Pete Seeger menjawab: “Tidak ada seorang pun tahu persis siapa sesungguhnya penulis himne ini…” Versi himne ini nampaknya juga bukan hanya satu model lirik.

Ya, barangkali saja “We Shall Overcome” termasuk kategori folksong, di mana sosok penciptanya anonim. Meski demikian lagu ini dapat bertahan mengarungi waktu karena mudahnya dinyanyikan bahkan tanpa harus diiringi notasi musik. Selain itu, substansi isinya universal dan mudah diadaptasikan pada banyak kasus gerakan pembebasan dengan berbagai latar belakang konteks ideologi apapun. Tak aneh sekiranya warisan spirit pembebasan lagu ini bahkan melampaui batasan-batasan partikular sejarah Amerika sendiri. Ia mendunia menjadi milik siapapun. Himne ini berhasil bertahan mengarungi sejarah justru karena lekat dengan sejarah pergerakan dan sinonim dengan aspirasi rakyat itu sendiri.

Walau demikian “We Shall Overcome” memang kemudian lebih banyak diadopsi oleh berbagai gerakan anti-komunis di masa Perang Dingin dan pasca-Perang Dingin. “We Shall Overcome”, bagaimanapun tetap lebih ikonik sebagai representasi gerakan kebangkitan masyarakat sipil dan gerakan demokratisasi.

Tinggalkan Balasan