PERTANIAN

Dangdut Koplo, “Jalan Baru” Musik Dangdut Indonesia

Dangdut Koplo adalah exit strategy dari kejenuhan dan stagnasi, namun tetap menjaga dangdut pada bentuknya, tanpa diramu dengan beat-beat musik buatan mesin.

Sumber foto: koplopedia.com

[dropcap]A[/dropcap]lkisah seorang penyanyi dangdut asal Pasuruan setiap hari keliling Jawa Timur untuk menyanyi di berbagai panggung hajatan atau perayaan hari besar. Saking ngehitsnya penyanyi dangdut ini, sebuah keluarga di Ponorogo bahkan sampai rela mengganti tanggal pesta perkawinan yang sudah direncanakan karena penyayi tersebut pada tanggal yang sama, sudah ada panggilan job di tempat dan acara yang lain.

Ia bisa dikatakan sebagai adalah penyanyi dangdut paling ngetop di Jawa Timur dengan ciri khas goyang ngebornya. Popularitasnya di akar rumput kemudian membawanya ke ibukota, memenuhi panggilan tampil di televisi-televisi swasta. Sejak saat itulah Inul Daratista tidak lagi menjadi pengisi panggung-panggung hajatan warga kampung di berbagai pelosok Jawa timur. Sedari itu Inul Daratista melejit menjadi artis ibukota yang selalu ditunggu kehadirannya.

Perkembangan tekhnologi media digital yang revolusioner juga memberi andil baginya menjadi semakin dikenal. Media perekaman audio visual yang sudah berubah dari analog ke media piringan digital (Laser Disc) pada pertengahan 80-an hingga akhir 90-an, belum bisa menjadi teknologi yang merakyat. Hingga pada tahun 1993 produsen tekhnologi digital seperti Sony, Phillips, Matsushita, dan JVC mengembangkan media perekaman digital padat atau yang terkenal dengan sebutan VCD.

Media ini dapat dibuat hingga diduplikasi data-datanya menggunakan komputer perorangan yang sudah sangat terjangkau bahkan oleh pelajar dan mahasiswa pada saat itu. Penampilan Inul Daratista dari berbagai kota di Jawa Timur yang direkam dalam format VCD kemudian diedarkan ke suluruh pelosok nusantara hingga melambungkan namanya adalah berkah dari revolusi digital. Akibat dari ini semua, Inul tak lagi ekslusif hanya menjadi milik warga Jawa Timur, tapi telah menjadi milik masyarakat Indonesia pada umumnya, dan masyarakat dangdut pada khususnya.

Inul mungkin tidak menyangka bahwa VCD bajakan telah mengorbitkan dirinya pada puncak karirnya sebagai penyanyi dangdut. Bahkan ketika VCD tergantikan oleh DVD, dan perkembangan tekhnologi digital terus tak terbendung dengan format-fotmat baru, dangdut koplo tetap mampu masuk dan memanfaatkan tekhnologi untuk menyebarluaskan dangdut koplo.

Popularitas dan hipnotis dari Inul juga menjadi penanda waktu bagi revolusi musik dangdut di tanah air. Pasalnya, secara obyektif pencapaian kreatif musik dangdut pada akhir 90-an hingga awal 2000-an memang sedang mengalami masa-masa stagnan. Masyarakat seperti sudah jenuh dengan musik dangdut yang itu-itu saja, juga dengan para penyanyi yang itu-itu saja.

Di tengah kebekuan itu, Inul hadir membawa “Jalan Baru” musik dangdut yang masih tetap membawa ciri musik yang riang seperti house music, tapi lebih akrab dengan telinga dan rasa dangdut karena bunyi tersebut dihasilkan dari kendang (ketipung), suling, tamborin, gitar atau kadang diisi dengan brass-section, dan itulah dangdut koplo.

Sebelumnya, dangdut sebagai aliran musik yang memang cukup adaptif dengan berbagai macam genre, dipenuhi dengan lagu-lagu house music dalam ramuan langgam dangdut. Meskipun sebagian diterima, penetrasi musik elektronik tidak mampu mendongkrak pencapaian kreatif dan pencapaian estetik lagu-lagu dangdut yang beredar di masyarakat.

Jika ditarik lebih kebelakang lagi, tahun 1999 Cici Paramida justru hendak mengembalikan dangdut dengan warna yang lebih melayu, melalui lagu “Wulan Merindu”. Atau pada awal 90-an ketika Evie Tamala hadir mendobrak dangdut dengan format akustik dengan melahirkan single yang paling hits “Selamat Malam”.

Stagnasi yang dialami oleh musik dangdut tak lepas juga dari mulai semakin sedikitnya ruang ekspresi musik dangdut di kancah media elektronik. Dengan berakhirnya Aneka Ria Safari memang dangdut tidak punya wahana bermain lagi bagi para stakeholdernya. Sementara Aneka Ria Safari sebagai sebuah medium, tak bisa lepas dari hegemoni penguasa pada saat itu.

Dangdut Koplo adalah exit strategy dari kejenuhan dan stagnasi, namun tetap menjaga dangdut pada bentuknya, tanpa diramu dengan beat-beat musik buatan mesin. Dengan kehadiran dangdut koplo masih banyak yang bisa mendapatkan penghidupan dari musik asli Indonesia ini, tanpa harus terancam dengan mesin yang hanya membutuhkan satu orang operator.

Kehadiran Inul dengan dangdut koplo seperti menjadi pelepas dahaga batin dari rasa kangen masyarakat dangdut atas sesuatu yang baru. Dangdut koplo yang dibawanya dengan degala atribut yang mengiringinya, sempat menjadi kontroversi dan perdebatan yang pelik dalam dunia perdangdutan di Indonesia.

Raja dan Ratu dangdut seperti terusik kursi kepemimpinannya ketika seorang “anak ingusan” itu hadir membawa sesuatu yang baru dan mendapatkan tempat di hati para pecinta musik dangdut di Indonesia. Namun kontroversi dan pertentangan itu tak membunuh Inul dan dangdut koplo yang ia populerkan, pertentangan itu justru mampu membawa dangdut koplo mendapatkan tempat yang semestinya dalam jalur industri musik di Indonesia.

Inul dan dangdut koplo telah membangunkan kembali musik dangdut yang tengah lesu, hingga saat ini dangdut telah ditempatkan di panggung-panggung megah oleh televisi-televisi nasional kita, dan tidak ada hegemoni siapapun didalamnya.

Dangdut dengan jumlah konstituennya yang sangat besar di Indonesia bukan saja menjadi penghiburan yang murah meriah bagi masyarakat, tapi juga bagi industri televisi, dangdut juga menjadi pundi-pundi keuntungan yang layak untuk dibidik oleh para pemilik televisi.

Hook Yaa….”

Tinggalkan Balasan