REVIEW

Pawn Sacrifice, Mengajak Kita Membuka Kembali Papan Catur

“Chess is war over the board. The objective is to crush the opponent’s mind.” – Bobby Ficher.

Langkah Pembukaan
Beberapa hari lalu, di salah satu chanel tv kabel diputar film berjudul “Pawn Sacrifice”. Sebuah film biografi yang menceritakan perjalanan seorang pecatur legendaris dunia bernama Robert James Ficher, atau publik lebih mengenalnya dengan nama Bobby Ficher. Seorang Amerika, dibesarkan oleh Ibunya yang seorang komunis Rusia dan Ayahnya yang berdarah Yahudi, namun tak pernah dikenalnya dan tak pernah diketahuinya kenapa tak ada disampingnya.

Sejak scene pertama, anganku terbawa pada masa SMA. Pada satu kesempatan pernah meminjam sebuah buku di perpustakaan tentang tekhnik bermain catur dari berbagai pecatur dunia. Nama Bobbby Fisher ada dalam buku itu, tentunya bersama dengan deretan pecatur dari Rusia. Sedikit profilnya diulas, juga berbagai langkah-langkah pertarungannya dengan lawan-lawannya, entah apa judul bukunya.

Tak terlalu memperhatikan bagaimana dan siapa dia, sekadar ingin mempelajari berbagai langkah para pemain catur kenamaan karena masa SMA cukup hobi bermain catur. Biasanya sepulang sekolah, sembari menunggu angkutan umum, pasti selalu mampir ke sebuah warung yang menyediakan balai bambu. Dua papan catur ada di sana milik si punya warung, lembaran rupiah terselip di bawah papan catur, menjadi hak milik bagi pemenang.

Sekian tahun berselang dan bisa dikatakan telah meninggalkan kegemaran itu, sedikit kangen tentunya, terbawa romantisme beberapa kawan yang dulu biasa menjadi lawan-lawan bermain catur. Pawn Scrifice telah berhasil membawa saya kembali mengingat berbagai peristiwa dan aktivitas dengan catur, baik yang dialami langsung atau sekadar melihat orang bermain catur.

Bobby VS Spassky
Ternyata kisah Bobby Ficher bukan sekadar kisah bagaimana ia menjadi juara dunia catur pada 1972. Pada masa perang dingin antara Amerika dan Uni Soviet, catur telah menjadi salah satu simbol pertarungan antara kedua kubu. Bobby Ficher dan Boris Spassky telah menjadi dua simbol “meriam” bagi kedua negara untuk menunjukan siapa sebenarnya yang paling kuat, paling besar, dan menjadi penguasa (catur) dunia.

Kehidupan Bobby Ficher yang belajar bermain catur secara otodidak, sepertinya adalah cerminan seorang jenius lainnya di muka bumi ini. Ia adalah grandmaster termuda di dunia, mendapatkan gelar itu pada usia 15 tahun. Sejak kecil hingga dewasa mempunyai sifat-sifat yang anomali dibanding orang-orang pada umumnya. Berperilaku aneh, kritis, egois, keras kepala dan ambisius.

Lihat saja si jenius lainnya, Vincent Van Gogh, yang memotong sebagian telinganya sendiri, memakan cat lukisannya, depresi. Atau perilaku Jim Morrison yang pernah tertawa dengan girangnya usai membekap adiknya dengan pantatnya, namun di sisi lain juga melahap ribuan buku-buku sastra dan menjadi seorang legenda musik.

Situasi politik pada masa itu membuat Bobby dewasa menjadi seorang yang paranoid. Ia merasa dirinya terus diawasi oleh intelejen CIA atau KGB, ia merasa teleponnya disadap, kamera mengintainya, atau selalu merasa diikuti orang.

Setelah berbagai pertemuan yang selalu dikalahkan oleh Spassky, pada perebutan gelar juara dunia yang bertajuk “Match of the Century”, di Reykjavik, Islandia – tempat yang dianggap netral dari pengaruh dua blok pada masa perang dingin – Bobby berhasil mengalahkan Spassky (juara bertahan), dan menjadi juara dunia pertama catur yang berasal dari Amerika Serikat.

Spassky bisa saja menjadi juara dunia saat itu. Pada game pertama, Spassky menang meyakinkan. Pada game kedua Bobby tak datang dalam pertandingan karena merasa lokasi pertandingan dianggap bising. Suara roll film yang berputar dan suara para penonton menganggu konsentrasinya. Ia meminta agar pertandingan ketiga digelar di sebuah ruangan tempat bermain tenis meja, tak berpenonton, hanya satu kamera tanpa suara dan seorang pengawas.

Permintaan itu dianggap mengada-ada, namun Bobby bersikeras jika syarat itu tak dipenuhi maka dia tak ingin melanjutkan pertandingan, dan secara otomatis Spassky akan menjadi juara dunia. Situasi itu tak dimanfaatkan oleh Spassky, ia merasa gelar juara yang akan diraih tak memiliki arti apapun karena ia tak mengalahkan Bobby dalam sebuah pertandingan. Hingga akhirnya ia menyetujui permintaan dari Bobby.

Game pertama yang digelar di ruangan tenis meja itu akhirnya dimenangkan oleh Bobby. Setelah beberapa game selanjutnya, kembali digelar di lokasi semula. Sampai akhirnya pada game ke-17, Bobby unggul dengan skor 10-7. Bobby yang kerap mengubah langkah pembukaannya berhasil menyulitkan Spassky dan merebut gelarnya. Spassky sendiri dengan besar hati mengakui keunggulan dari Bobby.

Seorang grandmaster asal Belanda, Jan Timman menyebut kemenangan Bobby dalam pertandingan itu sebagai sebuah “kisah seorang pahlawan sendirian yang mengalahkan kerajaan”. Ya, para pecatur Uni Soviet pada masa itu memang menjadi penguasa FIDE (federasi catur dunia) dan begitu mendominasi perebutan gelar juara dunia atau turnamen yang diselenggarakan oleh FIDE.

Akibat kekalahan itu, Spassky mulai disingkarkan oleh Uni Soviet yang memilih mencari bibit baru hingga melahirkan seorang Anatoly Karpov. Ia bermigrasi ke Paris pada 1976 dan menjadi warga negara Prancis, ia juga masih terus bermain catur dalam berbagai turnamen. Namun usai kekalahan itu pula, ia tak lagi mampu merebut gelar juara dunia dan bahkan tak mampu mencapai prestasi besar di dunia catur.

Gelar Bobby dicopot pada tahun 1975 lantaran menolak bertanding karena syarat-syarat yang diinginkannya tak dipenuhi. Gelar juara dunia pada tahun 1975 akhirnya direbut oleh Anatoly Karpov tanpa pertandingan karena Bobby dianggap WO.

Sejak saat itu Karpov mendominasi kejuaraan dunia, sementara Fisher tak lagi bermain catur selama bertahun-tahun, bersembunyi mengasingkan diri di Pasadena, Amerika Serikat. Bahkan dikabarkan ia sempat menggelandang di kota itu. Hingga pada tahun 1992, Fisher dan Spassky kembali bertemu dalam sebuah pertandingan ulang tak resmi yang digelar di Yugoslavia. Negara yang saat itu tengah berada di bawah embargo internasional.

Pemerintah Amerika di bawah Presiden George W. Bush memperingatkan Fisher untuk tidak bertanding, tapi Fisher dengan sifat keras kepalanya tak mendengarkan peringatan tersebut. Ia tetap bertanding dan kembali berhasil mengalahkan Spassky, serta mengantungi uang 3,5 juta US$. Akibatnya, ia diburu dan diperintahkan ditangkap oleh pemerintah Amerika.

Ia tak pernah kembali lagi ke Amerika, dan tinggal berpindah-pindah di Rumania, Filipina, dan sempat ditahan di Jepang dengan ancaman deportasi ke Amerika. Namun Islandia memberikan suaka politik kepadanya. Ia tinggal di kota tempat dahulu ia bertading dengan Spassky, Reykjavik. Ia banyak menghabiskan waktu di sebuah toko buku yang membawa romantisme masa kecilnya ketika kerap berkunjung ke toko buku di Brooklyn milik seorang Rusia, tempat ia membaca dan membeli buku tentang catur.

Sementara ia yang dahulu adalah pahlawan Amerika, justru kemudian menjadi seorang anti-Amerika. Ia menetap di Islandia sampai ia meninggal dunia pada 17 Januari 2008. Konon kabarnya, pada saat pemakamannya hanya dihadiri oleh empat orang saja. Ia meninggal karena ginjal dan pembusukan gusi. Namun ia meyakini bahwa sakit kepala yang sering dideritanya disebabkan oleh sinyal microchip yang ditanamkan di otaknya oleh agen rehasia Amerika dan Rusia.

Skakmat
Bobby mungkin bukanlah seorang pecatur terbaik sepanjang masa, namun situasi politik pada saat itu dan peringainya telah menjadikan sosok Bobby sebagai seorang legenda di dunia catur. Bagiku orang paling hebat di dunia catur adalah Garry Kasparov. Ia menjadi juara dunia pada tahun 1985 setelah mengalahkan Anatoly Karpov dalam sebuah pertandingan catur yang brutal dan tak terbayangkan itu terjadi di olahraga yang ‘hanya’ mengandalkan otak.

Bayangkan saja, saat perebutan gelar juara dunia pada 1984 ia telah teringgal 5-0 oleh Karpov, di mana siapa yang lebih dahulu mendapat nilai 6 akan menjadi juara dunia (menang 1 poin, kalah dan remis tak mendapat nilai). Ia berhasil memperpendek skor menjadi 5-3 setelah melewati 48 pertandingan. Perebutan gelar kemudian ditunda tahun berikutnya karena FIDE menyatakan kondisi dua pecatur telah menurun, bahkan Karpov sampai harus dilarikan ke rumah sakit.

Pada putaran kedua dengan sistem penilaian baru, ia berhasil mengalahkan Karpov dan mnejadi juara dunia termuda di usia 22 tahun. Ia juga berhasil mengalahkan Deep Blue, sebuah mesin komputer besutan perusahaan tekhnologi IMB. Walau pada pertandingan ulang ia kalah setelah IMB memutakhirkan tekhnologi Deep Blue. Entah seperti apa bentuk dan isi kepala dari para pecatur itu, entah berapa kapasitas memori dan RAM yang ada di otaknya, hingga bisa mengingat dan membaca jutaan langkah.

Seorang profesor musik di Indonesia, Arjuna, selalu memberikanku end game catur ketika berkunjung ke rumahnya. Jika berhasil memecahkan jalan, ia akan berikan end game berikutnya. Entah berapa end game yang ia ingat, tapi ia tahu persis end game yang diberikannya adalah komposisi karya siapa dan tahun berapa itu terjadi. Kadang diselipi oleh cerita sejarah bagaimana sebuah komposisi end game itu terjadi.

Menurutnya, hanya ada dua profesi yang mampu membuat berbagai komposisi yang kemudian disebut sebagai seorang komposer. Musik dan catur. Baginya pula, pecatur Indonesia tak ada yang hebat karena tak pernah mempelajari tekhnik end game ini. Sekali saja aku berhasil memecahkan end game yang ia sodorkan, rasanya sudah sangat girang, merasa diri telah sejajar dengan Bobby.

Namun tentu saja aku bukan Bobby, apalagi Kasparov. Bagiku Bobby adalah seorang jenius yang menjadi korban dari perang dingin. Seperti langkah-langkah caturnya yang kerap mengorbankan bidak untuk mengambil langkah menyerang secara tak terduga. Ia adalah seorang “bidak” yang dimanfaatkan dan dikorbankan oleh Amerika untuk kepentingan perang dingin.

Tinggalkan Balasan