“Sehingga saat rokok sudah tak terasa enak di mulut, maka itu dapat menjadi indikator bahwa tubuh sedang sakit. Jikapun pada akhirnya tetap merokok, satu dua isapan akan terasa cukup, sekadar untuk mengobati rasa kangen atau keinginan merokok.”
[dropcap]H[/dropcap]ari itu saat berangkat dari Jakarta menuju Karawang untuk berlebaran, badan dan motor yang saya kendarai dalam keadaan fit, namun sampai di Bekasi Timur yang datang justru rasa kantuk yang sangat. Mau tidak mau harus segera istirahat demi menjaga keselamatan, tak mau ambil resiko.
Di sebuah pom bensin motor saya parkir langsung menuju musala, tengok ke dalam ternyata sudah penuh dengan orang mudik yang beristirahat. Terpaksa emperan musala menjadi persinggahan tubuh untuk sejenak meredakan kantuk dengan beralaskan jaket. Tak sempat bermimpi indah segera bergegas kembali melanjutkan perjalanan.
Kali ini sesampainya di Tambun bukan kantuk yang datang, melainkan badan yang terasa pegal-pegal dan gejala awal masuk angin mulai saya rasakan. Saya paksakan diri untuk dapat bertahan sampai waktu azan Maghrib, menuntaskan hari terakhir puasa.
Setelah berbuka puasa dengan segelas teh hangat, beberapa potong roti, kemudian menyalakan sebatang rokok kretek filter. Tak terasa seperti biasanya kretek hari itu, tak enak. Sejenak berfikir apakah karena rokok yang ada di jaket, dan entah sudah berada lama di sana sehingga rasa tidak enak itu muncul karena tingkat kesegarannya sudah berkurang. Rokok memang tidak mencantumkan tanggal kedaluarsa pada produknya karena dikonsumsi kapanpun tidak memiliki efek apapun. Hanya rasanya sudah pasti berbeda dengan rokok fresh from the oven.
Setelah opor ayam masuk dalam perut, kembali sebatang rokok kretek filter saya nyalakan kembali. Kali ini bukan rokok dari dalam jaket, melainkan meminta dari Bapak Mertua. Saya yakin kretek filter punya Bapak masih baru. Namun setelah saya nyalakan, saya isap, ternyata sama saja tidak enak rasanya.
Sejenak saya langsung berfikir, menduga bahwa ini bukan salah rokoknya, melainkan ini satu pertanda bahwa tubuh saya sedang dilanda gejala sakit. Seperti biasanya setiap mau sakit salah satu indokatornya adalah rasa rokok yang tak enak di mulut. Tubuh yang sedang dalam kondisi menurun menolak kehadiran tembakau dan cengkeh untuk dinikmati.
Bagi para perokok, hal ini memang sudah tak asing lagi. Tubuh yang mulai terasa sedang mengalami sakit tak akan dapat menikmati rokok. Sehingga saat rokok sudah tak terasa enak di mulut, maka itu dapat menjadi indikator bahwa tubuh sedang sakit. Jikapun pada akhirnya tetap merokok, satu dua isapan akan terasa cukup, sekadar untuk mengobati rasa kangen atau keinginan merokok. Kadang kala karena tak bisa menikmatinya, rasa iri muncul dalam diri ketika melihat orang lain dengan nikmatnya mengisap rokok.
Sebaliknya pula demikian ketika tubuh sudah terasa kembali sehat, maka rokok yang kita isap akan pula mulai terasa nikmatnya. Rokok telah menjadi satu indikator bagi tubuh untuk menilai bahwa apakah tubuh kita dalam kondisi sakit atau telah pulih kembali.
Sekitika saat tubuh telah mampu menerima kehadiran tembakau dan cengkeh dalam setiap isapannya, senyum kebahagiaan karena telah pulih dari sakit akan muncul dari mulut. Tak lagi satu dua isap yang dinikmati, lebih dari itu. Tak lagi iri melihat orang menikmati rokok karena mulut dan tubuh kita juga telah mampu menikmati rokok.
Sama sekarang saya merasakan hal yang sama