logo boleh merokok putih 2

Melihat Saudagar Cengkeh Bekerja

“Menurut Putu Eka, pabrik sudah menerjunkan orang untuk memprediksi hasil cengkeh setiap musimnya. Jika dirasa gagal panen, pabrik memutuskan menutup gudang dan menggunakan stok lama.”

[dropcap]P[/dropcap]utu Eka memutuskan menjadi saudagar cengkeh pada tahun 2008. Ia belajar dari bapaknya yang sudah merintis profesi ini sejak 1991. Setelah dua tahun belajar, Putu Eka memberanikan diri terjun langsung ke dalam bisnis perdagangan komoditas cengkeh.

Pada 2010, ia membangun kerja sama dengan pabrik Nojorono dan mengirim cengkehnya ke Lombok. Kerja sama dengan Nojorono tak berlangsung lama, hanya satu tahun saja. Masalahnya adalah Nojorono hanya membeli hasil panen dengan kapasitas 200 ton, dan hanya membuka pembelian selama tiga bulan dalam satu tahun.

Tiga tahun berlanjut, saudagar berusia 32 tahun ini menjalin kerja sama dengan pabrikan Bentoel. Putu Eka kemudian dikenal sebagai orang Bentoel oleh para petani dan pemajeg (pengijon) di Buleleng, Negara, Tabanan, dan Karangasem.

Cengkeh yang didapat Putu Eka dibeli langsung dari petani-petani di empat kabupaten tersebut. Dalam satu tahun ia menargetkan bisa mendapatkan 1000 hingga 1200 ton sekali musim panen. Musim lalu, ia hanya mampu mendapatkan 900 ton cengkeh, tidak memenuhi target karena pabrik sudah menutup gudang.

Kegagalan memenuhi target juga pernah ia rasakan pada 2011, ia gagal memenuhi target karena hanya mendapat 950 ton. Selain dua tahun itu, Putu Eka selalu memenuhi target cengkeh yang ia patok sendiri. Penjualan terbesar yang pernah ia raih dalam sekali musim panen adalah 1500 ton, ini terjadi pada tahun 2014.

Putu Eka terjun langsung dalam seluruh sistem kerja. Pada bulan April tiap tahunnya, ia akan melakukan survei untuk menaksir besaran panen cengkeh musim panen tahun itu, bulan Mei hingga Desember ia mulai melakukan pembelian cengkeh di petani-petani yang sudah mulai memanen cengkehnya.

Kabupaten Negara menjadi yang paling awal memanen cengkeh. Sedangkan Buleleng, terutama yang terletak di sekitar danau Tamblingan, adalah wilayah yang memanen cengkeh paling akhir.

Selanjutnya, Putu Eka akan mengawasi langsung proses pengeringan untuk cengkeh. Ia membeli cengkeh, baik dalam kondisi kering atau basah. Setelah pengeringan, Putu Eka juga memantau proses penyortiran cengkeh secara langsung sebelum dikirim ke Malang.

Pihak Bentoel menyediakan fasilitas gudang sementara di Singaraja untuk Putu Eka. Selain gudang, mesin pengayakan cengkeh, dan pengurusan surat izin pengiriman cengkeh juga sudah disediakan.

Sepanjang tahun kecuali April (waktu survei) dan Desember (pabrik tutup gudang), Putu Eka mengirim cengkeh ke Malang. Sekali dalam seminggu, ia mengirim 15 hingga 18 ton. Saat panen banyak, dalam seminggu, Putu Eka bisa mengirim cengkeh dua sampai tiga kali ke Malang.

Suci Hendra, pihak perwakilan dari Bentoel memberikan modal kepada Putu Eka sebesar 80% dari harga cengkeh yang mereka sepakati. Tujuannya untuk membeli cengkeh dalam sekali musim panen. Saat masa gagal panen seperti sekarang, pabrik akan tutup gudang, tidak membeli cengkeh.

Menurut Putu Eka, pabrik sudah menerjunkan orang untuk memprediksi hasil cengkeh setiap musimnya. Jika dirasa gagal panen, pabrik memutuskan menutup gudang dan menggunakan stok lama. Sejak 2013, Bentoel memberikan bantuan pupuk kepada petani, namun sejak tahun 2016, dengan alasan tertentu bantuan ditiadakan.

Putu Eka juga membeli cengkeh yang petani antar langsung ke rumahnya. Karena kapasitas gudang di rumah kecil, ia hanya mau menampung 20 ton cengkeh. Pajak yang dikenakan oleh negara kepadanya sebesar 5% dari hasil penjualan, sedangkan untuk pabrikan pajaknya 10%. Regulasi pajak ini memberatkan baginya, karena sejak pemerintahan Jokowi, pajak yang dikenakan kepadanya meningkat.

Pihak Bentoel menetapkan standar AB6 untuk cengkeh yang diterima, kualitas yang dipertimbangkan dalam cengkeh adalah kadar air, kadar debu, ukuran, warna, aroma, persentase benda asing, dan kadar minyak astiri.

Putu Eka memutuskan untuk menjadi saudagar cengkeh karena melihat potensi besar yang ada pada komoditas ini. Jika dibandingkan dengan komoditas lain, peluang meraih keuntungan yang banyak ada di komoditas cengkeh.

Saat panen gagal seperti sekarang ini, Ia tidak membeli langsung di petani, karena tak ada kewajiban mengirim cengkeh ke Malang. Tapi ia tetap membeli cengkeh yang diantar langsung petani atau pemajeg ke rumahnya.

Selain bisnis jual beli cengkeh, Putu Eka juga memiliki kebun cengkeh seluas 1,5 hektar. Ia sama sekali tidak mengurus kebunnya. Pengurusan diserahkan kepada petani penggarap dengan pembagian hasil panen dibagi rata. Oleh karena itu, Putu Eka menolak dianggap petani, Ia menyebut dirinya pemain cengkeh, atau pedagang, bukan petani.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis

Zulvan Kurniawan

Zulvan Kurniawan

Penikmat tembakau, teh, dan camilan yang renyah. Bapak Kretek Indonesia