“Setelah harga cengkeh kembali menjanjikan pada 2007, banyak orang kembali merawat kebunnya yang sebelumnya terbengkalai. Ke depannya, ia yakin cengkeh Simeulue tetap cengkeh dengan kualitas baik karena tidak menggunakan pupuk kimia.”
[dropcap]J[/dropcap]asmin mulai bertani cengkeh saat usianya masih remaja, 15 tahun. Pertama-tama ia belajar bertani cengkeh saat diajak orang tua ke kebun di musim panen. Ia belajar memanen, memupu (memisahkan bunga cengkeh dari tangkai), dan mengeringkan cengkeh. Setelah itu ia mulai ikut ke kebun ketika orang tuanya membersihkan kebun cengkeh setiap 6 bulan sekali.
Saat ini Jasmin telah berusia 49 tahun, telah menjadi Kepala Dusun Blang Padang, Kabupaten Simeulue, Aceh. Ia sekarang telah mengelola sebanyak 200 batang pohon cengkeh. Usia pohon cengkeh dimilikinya bervariasi antara 5 tahun hingga usia 80 tahun. Cengkeh yang betul-betul ia tanam sendiri sekitar 50 batang. Ada yang memang ditanam di lahan kosong, ada juga yang ditanam untuk mengganti cengkeh yang sudah mati.
Hasil panen dari kebunnya sebanyak 40 bambu per pohon dengan usia pohon di bawah 15 tahun, dan 80 hingga 100 bambu per pohon untuk usia pohon cengkeh di atas 15 tahun, semuanya cengkeh yang sudah kering. Itu terjadi saat musim panen raya. Saat musim panen kecil, per batang cengkehnya menghasilkan 1/5 dari panen raya cengkeh kering.
Untuk perawatan, pohon-pohon yang besar (di atas 10 tahun) dibersihkan dari semak belukar dan pohon keras liar sekali dalam 6 bulan. Sedangkan untuk pohon yang kecil (di bawah 10 tahun) sekali dalam 3 bulan. Perawatan pohon kecil memang lebih sering dibanding pohon besar. Tak ada pemupukan. Pohon dibiarkan tumbuh alami memanfaatkan unsur hara dari tanah.
Jasmin masih mengalami peraturan desa sebelum tahun 1992 yang mewajibkan setiap pemuda untuk menanam minimal 25 pohon cengkeh jika hendak menikah. Jika tidak mematuhi peraturan tersebut, surat keterangan menikah tidak akan dikeluarkan.
Setelah tahun 1992, bertepatan dengan berdirinya Badan Penyangga Pemasaran Cengkeh (BPPC), peraturan desa itu menghilang. Saat BPPC berdiri dan memonopoli harga cengkeh, banyak masyarakat mendiamkan saja pohon cengkehnya, tidak diurus dan saat musim panen tidak dipanen. Hal ini menyebabkan banyak pohon cengkeh yang mati. Ada juga yang langsung menebang pohon cengkeh miliknya ketika harga cengkeh anjlok.
Menurut Jasmin, warga dusun Blang Padang mulai kembali mengurus kebun cengkeh milik mereka usai bencana tsunami 26 Desember 2004. Pasca tsunami, PT Gudang Garam masuk Simeulue untuk membeli cengkeh. Mereka juga memberikan bantuan pupuk kepada para petani. Karena tidak terbiasa menggunakan pupuk untuk pohon cengkeh, pupuk kadang dijual atau dibiarkan begitu saja. Keberadaan PT Gudang Garam tidak terlalu berpengaruh terhadap kenaikan harga cengkeh. harga cengkeh tetap pada angka Rp26 ribu baik sebelum tsunami (setelah BPPC bubar) ataupun setelah tsunami. Ini terjadi lantaran para pemugeh dan tauke besar di Sinabang melanjutkan sistem monopoli yang dibangun BPPC.
Jasmin biasa menyimpan cengkeh hasil panennya. Ia menjual hanya saat membutuhkan uang saja. Biasanya, cengkeh yang sudah disimpan lama malah dihargai lebih tinggi oleh pemugeh dan tauke.
Sejauh ini peran serta pemerintah untuk pertanian cengkeh adalah bantuan pupuk dari dinas perkebunan sebanyak satu kali, dan bantuan bibit cengkeh juga sebanyak satu kali. Satu orang petani cengkeh mendapatkan 50 kilogram pupuk. Pupuk ini tidak digunakan dan dibiarkan begitu saja di rumah. Untuk bibit, per orang mendapat jatah 20 bibit cengkeh jenis zanzibar. Cengeh zanibar tidak cocok di Simeulue, kebanyakan mati sebelum tumbuh besar. Jika ada yang tumbuh besar, pohon itu tidak berbunga, tidak menghasilkan. Lalu ditebang kembali.
Di Dusun Blang Padang ada kelompok tani bernama Kelompok Tani Sibinuang. Kelompok tani ini fokus di bidang pertanian sawah yang biasa ditanami padi. Untuk cengkeh, kelompok tani ini tidak mengurusi, karena menurut warga Blang Padang, pertanian cengkeh sangat mudah terutama dalam perawatannya.
Selain bertani cengkeh, Jasmin mencari nafkah dengan menjadi nelayan, menggarap sawah miliknya yang ia tanami padi, dan menanam pinang, pala dan kelapa. Luasan sawah miliknya 160 x 22 meter. Jasmin memiliki perahu kecil yang mampu menampung dua orang saja. Ia rutin melaut di sela kesibukan merawat sawah dan kebun cengkeh. Ia melaut menangkap hasil laut dengan cara memancing atau menjala. Yang paling mudah didapat adalah ikan tongkol. Ikan-ikan karang seperti kerapu sulit ditangkap. Selain tongkol, hasil melaut ada ikan janang, lobster, ikan teri dan gurita.
Jasmin baru 9 bulan menjabat sebagai kepala dusun. Jadi sejauh ini ia masih belajar untuk menjadi pemimpin yang baik. Selama 9 bulan, belum ada peraturan yang ia buat bersama masyarakat untuk pertanian cengkeh. Sejauh ini, di 9 bulan awal jabatannya, ia lebih fokus untuk mengumpulkan nelayan di dusunnya, membuat peraturan untuk tidak meracun ikan.
Untuk pertanian cengkeh ke depan, ia optimis cengkeh akan tetap menjadi tulang punggung utama perekonomian keluarga. Setelah harga cengkeh kembali menjanjikan pada 2007, banyak orang kembali merawat kebunnya yang sebelumnya terbengkalai. Ke depannya, ia yakin cengkeh Simeulue tetap cengkeh dengan kualitas baik karena tidak menggunakan pupuk kimia.