logo boleh merokok putih 2

Jejak Riset yang Membantah Rokok Sebagai Biang Penyakit

“Apakah semua badan kesehatan satu persepsi mengenai rokok sebagai permasalahan kesehatan? Tentu tidak semuanya, masih ada badan kesehatan dan sekelompok ahli kesehatan yang melihat persoalan rokok dan kesehatan ini dalam sudut pandang yang berbeda.”

[dropcap]S[/dropcap]ejak American Cancer Society menyatakan penggunaan tembakau menyumbang setidaknya 30% dari semua kematian akibat kanker, maka dimulailah labeling jahat terhadap produk hasil tembakau atau rokok, terutama rokok dikaitkan sebagai penyebab utama penyakit kanker. Selanjutnya, kita semua tahu, kini rokok tak hanya dituding penyebab utama kanker, tapi juga dituding sebagai pembunuh umat manusia.

Wanda Hamilton, seorang peneliti senior asal Amerika Serikat (AS) dalam bukunya yang berjudul “Nicotine War” meneliti bagaimana cara kerja badan-badan kesehatan masyarakat dalam melancarkan serangan ampuh terhadap rokok dan perilaku merokok menjadi isu kesehatan publik.

Disebutkan bahwa baru pada tahun 1998, atau tepatnya setelah perusahaan-perusahaan besar farmasi sukses menerapkan uji coba berdagang produk pengganti nikotin rokok. Saat itulah dana besar digelontorkan untuk melakukan riset terkait dampak buruk tembakau atau rokok terhadap kesehatan.

Padahal pada tahun-tahun sebelumnya tidak pernah ada satupun riset yang menyatakan bahwa rokok adalah penyebab utama kanker atau penyakit-penyakit lainnya seperti yang ditudingkan terhadap rokok saat ini.

Apakah semua badan kesehatan satu persepsi mengenai rokok sebagai permasalahan kesehatan? Tentu tidak semuanya, masih ada badan kesehatan dan sekelompok ahli kesehatan yang melihat persoalan rokok dan kesehatan ini dalam sudut pandang yang berbeda.

Aisling Irwin, dalam artikelnya “Study cast doubt on heart ‘risk factors”, mengungkapkan bahwa studi cardiologi yang paling besar dilakukan telah menemukan hasil bahwa tidak ada hubungan sama sekali antara serangan kanker, jantung dengan faktor-faktor risiko seperti merokok. Studi tersebut kemudian diberi nama Monica Study. Penelitian ini dilakukan atas kajian di 21 negara yang dimulai pada tahun 1970-1990.

Seorang peneliti senior lainnya, Levy Marimont Colby turut mengkritik atas penelitian-penelitian badan kesehatan yang menyudutkan rokok sebagai permasalahan tunggal dalam kesehatan. Menurutnya, hasil penelitian yang menyudutkan rokok tersebut semata-mata berdasarkan pada junk science yang tidak dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

Meskipun sudah ada penilitian bantahan yang tentu saja menggugurkan penelitian sebelumnya, tapi tetap saja isu rokok versus kesehatan terus digencarkan secara membabi-buta. Apalagi di tahun berikutnya, rokok dan perilaku merokok sukses digambarkan sebagai produk dan orang yang pesakitan.

Selanjutnya, isu rokok versus kesehatan menjalar kepada orang-orang yang berada di sekitar perokok. Muncullah sebuah teori bernama perokok pasif, mereka yang menghirup asap rokok dari perokok aktif dan yang terkena paparan asap rokok.

Teori ini semakin menggila karena mereka yang dikategorikan sebagai perokok pasif juga dituding sebagai orang yang pesakitan. Ancaman-ancaman bahwa perokok pasif turut kecipratan penyakit kanker, jantung, dan kematian, diproduksi terus-menerus hingga publik meyakini teori tersebut adalah benar.

Lagi-lagi, beruntunglah masih ada badan kesehatan yang melihat berbeda persoalan tersebut. Pada tahun 2003, British Medical Journal merilis sebuah makalah definitif tentang perokok pasif dan kematian akibat kanker paru. Dalam laporan ini, para penulis mempelajari sekitar 35.000 orang di California tidak pernah merokok selama 39 tahun, dan tidak menemukan hubungan statistik yang signifikan antara paparan perokok pasif dan kematian kanker paru-paru.

Penelitian British Medical Journal ini membantah teori perokok pasif yang memang sengaja dibuat sebagai propaganda kebencian mereka yang bukan perokok terhadap rokok dan perokok. Adanya penelitian tersebut sebenarnya sudah menggugurkan teori perokok pasif. Namun sialnya, kampanye yang sangat massif telah membentuk opini publik yang terlanjur percaya akan teori perokok pasif ini.

Namun setidaknya, hasil penelitian yang membantah isu rokok sebagai biang permasalahan kesehatan masyarakat dapat menjadi informasi dan pengetahuan bagi masyarakat. Sehingga masyarakat tidak serta-merta mengamini fatwa-fatwa badan kesehatan masyarakat yang membenturkan rokok versus kesehatan publik.

Tentu akan berbahaya jika masyarakat hanya melihat rokok dari sisi ‘hitam’ kesehatan. Lagi pula, kalau mau jujur, sejujur-jujurnya, hari ini produk konsumsi apa yang benar-benar sehat? Minum air putih kebanyakan aja, perut bisa kembung, benar bukan?

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis

Azami

Azami

Ketua Komite Nasional Pelestarian Kretek