CUKAI

Menjadi Perokok Santun yang Taat Aturan Merokok

Salah satu tuduhan bagi perokok yang sering kali diutarakan anti rokok, selain menjadi penyebab kematian dan berpengaruh negatif terhadap orang lain, adalah perokok tidak punya aturan. Lebih pada sikap perokok saat merokok, yaitu merokok disembarang tempat, buang puntung rokok dan buang abu rokok sembarang.

Tuduhan rokok sebagai penyebab kematian dan dapat berpengaruh negatif pada orang lain, saya kira sudah clear, sudah banyak jawaban terkait keduany dengan jelas. Tuduhan keduanya tanpa dasar yang kuat, hingga seakan-akan dipaksakan.

Kenyataan di lapangan banyak perokok yang umurnya panjang. Baca hasil survei Sigit Budhi Setiawan dalam buku yang berjudul “Mereka Yang Melampaui Waktu: konsep panjang umur, bahagia, sehat, dan tetap produktif” terbit tahun 2013. Jelas didalamnya mengungkap banyak perokok yang usianya ratusan tahun, produktif dan masih tetap merokok.

Bahkan berita terakhir di Sragen, Jawa Tengah, ada perokok yang umurnya mencapai 140an tahun. Ia terkenal dengan panggilan Mbah Gotho yang konon dan sampai akhir hayatnya adalah perokok berat. Lahir 31 Desember 1870 dan meninggal di Sragen 30 April 2017, bahkan ia diklaim sebagai orang tertua di dunia.

Lain itu, banyak bantahan yang menyatakan perokok pasif itu tidak ada dan tidak mungkin. Belum ada riset yang membuktikan bahwa asap rokok menjadi penyebab utama penyakit seseorang. Tuduhan semacam ini terkesan mengada-ada.

Perokok dari dulu hingga sekarang mempunyai kesadaran tersendiri. Rata-rata aktivitas merokok sebagai bentuk relaksasi, dilakukan berjeda dan membutuhkan waktu tersendiri sesuai keinginan hati. Merokok memang bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja saat dibutuhkan. Namun mayoritas perokok tetap melihat situasi dan kondisi.

Di Yogyakarta ada sosok Kiai perokok yang menjadi imam salat fardu (lima waktu) di masjid, sebut saja Kiai Ahmad (nama samaran), tiap jalan menuju masjid bisa dipastikan ia menyulut rokok, jarak rumah dengan masjid hanya sekitar ±200 meter. Sesampainya di masjid, ia mematikan rokoknya dan disimpan ditempat aman, kemudian akan dilanjutkan setelah mengerjakan sholat. Tapi juga terkadang dibuang ke bak sampah. Ia tidak pernah sekalipun merokok dalam masjid.

Begitu juga kebiasannya di rumah, ia hampir tidak pernah merokok di depan istri dan putranya. Saat merokok ia memilih tempat tersendiri terpisah dengan istri dan putranya.  Karena ia sadar, harus menghormati istri dan putranya yang tidak merokok. Lain itu, setiap mau merokok ia akan mencari asbak sebagai tempat puntung dan abu rokok untuk menjaga kebersihan.

Cerita keseharian kiai di atas adalah representasi perokok santun. Dan masih banyak perokok santun lainnya yang sadar tentang aturan main merokok. Bagi perokok, merokok adalah budaya yang dilakukan sebagai media relaksasi dan bukan menjadi kebutuhan yang utama.

Pada dasarnya perokok umumnya mempunyai atauran tersendiri sesuai konteks kehidupan masing-masing. Perokok paham betul kapan ia harus merokok, kapan ia tidak menyulut rokoknya dan kapan ia harus mematikan rokoknya.

Buktinya perokok tidak akan memaksakan merokok di ruangan ber AC tanpa adanya exhaust (alat penghisap asap) atau tanpa kesepakatan bersama. Perokok tidak akan merokok di kendaraan yang ber AC  dan tertutup rapat.

Walaupun perokok merokok di tempat yang telah disepakati atau sudah mendapatkan ijin, ternyata dalam ruangan masih ada seseorang yang tidak merokok, bisa dipastikan merokoknya tidak terasa nikmat. Kebanyakan akan memilih tidak merokok. Kalaupun terpaksa merokok akan terasa canggung.  Sehingga terkadang asap yang dikeluarkan diarahkan yang berlawanan dengan posisi yang tidak merokok.

Sebagai perokok santun, sudah menjadi kebiasaan jika akan merokok terlebih dahulu mencari tempat untuk membuang puntung dan abu rokok (asbak). Terkadang saking kreatifnya, jika tidak ditemukan asbak, mereka (perokok) membuat asbak sendiri yang terbuat dari bahan disekitarnya. Tidak jarang perokok membuat asbak dengan bahan kertas. Ia tahu kertas adalah salah satu bahan yang akan terbakar jika terkena bara rokok. Namun apa boleh buat dengan sangat terpaksa ia harus membuat asbak dengan sangat sederhana sebagai tempat pembuangan puntung dan abu rokok, untuk menjaga kebersihan.

Budaya merokok santun, adalah warisan tatanan nilai turun temurun oleh nenek moyang. Tidak lain untuk menjaga kebersamaan, penghormatan hak orang lain, menjaga kesopanan, dan bahkan untuk mempertahankan etiket merokok yang baik.

Tinggalkan Balasan