logo boleh merokok putih 2

Laksa Tangerang; Serupa tapi Tak Sama

Sebagai kota industri, Tangerang memiliki makanan  yang serupa dengan Ibu Kota Jakarta dan Bogor. Eh tunggu dulu, nama boleh sama tapi penyajian dari cara pembuatannya tentu saja berbeda.

Umumnya laksa khas betawi disajikan dengan daun kemangi, dan kucai, lalu berisi ketupat, bihun, taoge pendek, telur, bahkan perkedel. Di Bogor, laksa disajikan dengan bihun, ketupat, taoge panjang, suwiran daging ayam, udang dan telur rebus, yang membedakan adalah sambal cuka yang disediakan pedagang, perbedaan lainnya terletak pada kuah kental laksa yang dicampur dengan oncom.

Jika laksa Bogor dan laksa Betawi sama-sama menggunakan bihun, lain hal dengan laksa Tangerang, bihun diganti dengan mie, mie terbuat dari tepung beras yang telah direbus. Mie pada laksa terasa lembut, dan sedap dimakan saat kuah laksa masih hangat, karena mie akan sedikit mengeras jika kuah laksa sudah dingin. Kuah kental laksa amat gurih, bumbu rempahnya sangat terasa. Kuah laksa dicampur dengan potongan kentang dan kacang hijau. Sambal yang disajikan terbuat dari cabe hijau segar, semakin menambah nafsu makan. Laksa disajikan dengan dua menu tambahan; ayam panggang atau telur rebus. Oh ya laksa Tangerang ditaburi daun seledri sebagai penambah nikmat yang hakiki.

Gimana sudah cukup penasaran dengan cita rasa laksa khas Tangerang?

Kalian yang penasaran bisa langsung datang ke Jalan Muhammad Yamin, Babakan, Tangerang. Pemerintah kota Tangerang menyediakan jajan laksa di jalan tersebut.Walaupun terletak di pinggir jalan, jangan khawatir dengan suara bising kendaraan yang lewat, atau kebersihan tempat. Saya menjamin kalian tidak akan terganggu dengan suara kendaraan yang lewat, kebersihan tempat sangat terjaga, selain itu pelayanan di sana sangat ramah. Mereka juga mengenakan seragam batik, dan udeng (kain batik sebagai penutup kepala).

“Di sini kalau ga make seragam batik sama udeng bisa kena omel bos, Neng” kata kang Solihin, salah satu pramusaji yang saya jumpai ketika makan di sana.

Saya sempat menannyakan kepada Kang Solihin perbedaan antara pedagang yang satu dengan yang lain, mengingat jika melihat sekilas, semua pramusaji  mengenakan pakaian yang seragam. “Tentu beda pemilik pasti beda juga resep dapurnya, pasti ada yang beda dari rasanya, apalagi resep laksa ini pasti turun-temurun dari leluhur terdahulu”

Kalo tidak salah hitung, di sana ada 7 pedagang yang menjual laksa khas Tangerang, dengan gerobak yang seragam, serta udeng yang sama warna batiknya, hanya nama yang terpajang dan pemiliknya saja yang berbeda. Letak dagangan diatur tiap bulannya, jadi tiap-tiap pedagang akan merasakan posisi berdagang ditengah atau dipinggir dari tempat tersebut. “Paling laris, ya di posisi no 1, 2, 3, karena pengunjung kan begitu parkir kendaraan biasanya lagsung masuk ke situ,” Kang Solihin menambahkan.

Di bagian belakang terdapat penjual lain yang ikut meramaika jajanan laksa, pedagang otak-otak bakar, sop duren, penjual minuman seperti teh, kopi hitam, rokok bahkan mie rebus juga ada. Toilet dan sarana Ibadah juga tersedia di area tersebut.

“Kalo Sabtu-Minggu paling rame, pasangan muda-mudi banyak banget pada makan disini” katanya “Bikin saya iri, Neng. Sama kaya Neng gini, datang ke sini bareng pasangan” imbuhnya.

Selain tempat berdagang yang bergilir tiap bulannya, penjual laksa di kuliner Laksa ini buka 24 jam, “Kalo ada yang ketauan tutup sehari, bakalan di scorsing sebulan” kata kang Soliihin.

Harga yang dipatok pada seporsi laksa tidaklah mahal, Rp.13.000 rupiah untuk laksa dengan menu telor dan Rp.22.000 rupiah  untuk laksa dengan menu tambahan ayam bakar. Harga yang ditawarkan pas dikantong, tempat yang pas pula untuk kalian yang pengen makan bareng doi tapi tak mau merogoh kantong dalam-dalam.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis

Anjar Fatimah

Anjar Fatimah

Pegiat literasi Komunitas Baca Tangerang