CUKAI

Memahami Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau

Sebentar lagi pemerintah akan mengumumkan DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau) tahun 2017. Biasanya DBHCHT diumumkan melalui PMK (Peraturan Menteri Keuangan) di akhir Februari atau awal Maret.

Sebelum DBHCHT diumumkan, KNPK (Komite Nasional Pelestarian Kretek) mencoba menjelaskan secara singkat mengenai DBHCHT ini.

Baik, mari kita mulai dari apa itu DBHCHT? Dalam UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang cukai dan UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 1995 (akhirnya UU Nomor 39 Tahun 2007 ini disebut ‘UU Cukai’), dalam pasal 66A ayat 1 menyebutkan:

“Penerimaan negara dari cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia dibagikan kepada provinsi penghasil cukai hasil tembakau sebesar 2% yang digunakan untuk mendanani peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan pemberantasan barang kena cukai ilegal.”

Pembagian dana cukai hasil tembakau itulah yang kemudian disebut resmi atau dikenal sebagai DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Kita ambil contoh pada tahun 2017: untuk tahun anggaran 2017 DBHCHT ditetapkan sebesar Rp2.949.744.450.000,00 (dua triliun sembilan ratus empat puluh sembilan miliar tujuh ratus empat puluh empat juta empat ratus lima puluh ribu rupiah) yang diperuntukkan bagi 339 daerah. Artinya, dari sekitar Rp145,48 triliun (angka sementara per 28 Desember 2017) akan diambil sebesar 2% untuk dialokasikan sebagai DBHCHT (Rp2.949.744.450.000,00).

Lalu dari DBHCHT yang dibagi sebesar 2%  tersebut, bagaimana pembagiannya? Sebagaimana UU Cukai dalam pasal 66A ayat 4 dijelaskan bahwa “Pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau dilakukan dengan persetujuan Menteri, dengan komposisi 30% untuk provinsi penghasil, 40% untuk kabupaten/kota daerah penghasil, dan 30% untuk kabupaten/kota lainnya.”

Jumlah yang cukup besar dari DBHCHT untuk daerah-daerah setiap tahunnya ini  sangat menguntungkan bagi daerah yang mendapatkannya (coba lihat PMK pembagian DBHCHT). Sebab DBHCHT akan menjadi dana segar bagi pemerintah daerah, apalagi DBHCHT dapat dipergunakan oleh pemerintah daerah sebagai kas daerah di awal tahun.

Nah, ada hal-hal yang harus dicermati dalam konteks DBHCHT, yakni untuk apa saja pemanfaatan DBHCHT? Hal ini penting untuk dicermati agar masyarakat, terutama stakeholder pertembakauan dapat mengawal pemanfaatan DBHCHT agar sesuai dengan koridor hukum yang berlaku dan tepat sasaran.

Pemanfaatan DBHCHT sendiri dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28 Tahun 2016 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau, paling sedikit 50 persen DBHCHT digunakan untuk peningkatan kualitas bahan baku. Selain itu, dana bisa digunakan untuk pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan pemberantasan barang kena cukai ilegal.

Sementara sebanyak 50 persen sisanya digunakan untuk mendanai program sesuai dengan kebutuhan dan prioritas daerah. Dalam beleid itu, pemanfaatan DBHCHT juga harus disinkronkan dengan program yang didanai dari penerimaan pajak rokok, dana alokasi khusus (DAK), dana alokasi umum (DAU), dana bagi hasil (DBH) lain, dan belanja murni APBD.

Baik, sekarang mari kita cermati soal paling sedikit 50 persen DBHCHT yang pemanfaatannya untuk peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan pemberantasan barang kena cukai ilegal.

Pertama, peningkatan kualitas bahan baku, pemanfaatannya meliputi:

  1. Standardisasi kualitas bahan baku;
  2. Pembudidayaan bahan baku berkadar nikotin rendah;
  3. Penyediaan sarana laboratorium uji dan pengembangan metode pengujian;
  4. Penanganan panen dan pasca panen bahan baku;
  5. Pembinaan  dan fasilitasi pembentukan atau pengesahan  badan hukum  kelompok petani tembakau;
  6. Pengembangan bahan baku alternatif untuk  tembakau virginia.

Kedua, pembinaan industri, pemanfaatannya meliputi:

  1. Pendataan dan pengawasan kepemilikan atau penggunaan mesin pelinting rokok sigaret dan pemberian  sertifikat/kode   registrasi   mesin pelinting rokok sigaret;
  2. Fasilitasi kepemilikan Hak Atas Kekayaan Intelektual bagi industri kecil  dan menengah;
  3. Pembentukan kawasan industri hasil tembakau;
  4. Pemetaan industri hasil tembakau;
  5. Fasilitasi  pelaksanaan kemitraan  Usaha Kecil Menengah   dan    usaha  besar  dalam  pengadaan bahan  baku  dan  produksi  industri  hasil tembakau;
  6. Pembinaan  dan  peningkatan   kapasitas  sumber daya    manusia    pada    usaha    industri     hasil tembakau skala kecil;  
  7. Pengembangan  industri   hasil  tembakau  dengan kadar tar  dan nikotin rendah melalui fasilitasi pengujian tar  dan nikotin bagi industri kecil  dan menengah, dan  penerapan Good Manufacturing Practises bagi industri hasil tembakau.

Ketiga, pembinaan lingkungan sosial, pemanfaatannya meliputi:

  1. pembinaan dan pelatihan  keterampilan kerja  bagi tenaga kerja  dan masyarakat,  penguatan sarana dan prasarana kelembagaan pelatihan,  serta pelayanan penempatan tenaga kerja dan perluasan kesempatan kerja bagi pencari kerja;
  2. Penyediaan/pemeliharaan sarana pelayanan kesehatan  bagi masyarakat yang terkena penyakit akibat dampak konsumsi rokok dan penyakit lainnya;
  3. Pembangunan / rehabilitasi / pemeliharaan  jalan, saluran air limbah,  sanitasi, dan air bersih;
  4. Penyediaan   sarana   dan  prasarana   pengolahan limbah  industri hasil tembakau;
  5. Penerapan sistem manajemen lingkungan bagi masyarakat di lingkungan industri hasil tembakau dan/ atau penghasil bahan baku industri hasil tembakau;
  6. Penguatan ekonomi masyarakat melalui kegiatan padat  karya yang dapat  mengentaskan kemiskinan, mengurangi pengangguran, dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

Dan program yang keempat adalah mengenai sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan pemberantasan barang kena cukai ilegal, yang pemanfaatannya meliputi : Penyampaian informasi    ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang cukai kepada masyarakat dan pemangku kepentingan, serta pemantauan serta evaluasi atas pelaksanaan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang cukai.

Dari keempat program di atas, pelaksanaan pemanfaatannya harus dikawal oleh masyarakat dan pemangku kepentingan industri hasil tembakau. Karena banyak kasus yang terjadi pada pemanfaatan DBHCHT justru tidak sesuai dengan ketentuan di atas, misalnya DBHCHT banyak yang tidak dirasakan oleh para petani tembakau dan cengkeh di lapangan, atau DBHCT malah digunakan untuk promosi kesehatan bahaya merokok yang tidak ada hubungannya dengan pemanfaatan DBHCHT.

Maka edukasi DBHCHT dan pemanfaatannya harus sering disampaikan ke khalayak luas, dengan edukasi inilah nantinya khalayak tidak ragu lagi untuk menagih pemanfaatan DBHCHT di daerahnya. Khususnya untuk para konsumen rokok harus dipahami betul bahwa cukai memiliki logika “ia harus kembali kepada penggunanya.”

Tinggalkan Balasan