Todung Mulya Lubis adalah ironi. Di satu sisi, Todung adalah seorang pengacara yang berkualitas. Ia pernah dengan tegas menyatakan jika Presiden Jokowi aadalah pemimpin yang tidak lulus dalan urusan penegakkan HAM. Tapi di sisi yang lain, Ia juga memuji kinerja Presiden Jokowi.
Dalam satu wawancara, Todung dengan mudah menyatakan bahwa dirinya menolak membantu para koruptor dan tidak mau menjadi pengacara terkait kasus korupsi. Tapi, sekali lagi, di sisi lain Todung justru menjadi pembela bagi Antony Salim yang saat itu disangkakan sebagai koruptor dalam sebuah kasus. Bahkan, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, ketika itu memintanya mundur dari jabatan Dewan Pembina karena posisinya sebagai kuasa hukum Salim dinilai tidak etis.
Mungkin karena kebiasaan yang menclak-menclok inilah, Todung Mulya Lubis pernah didepak dari sebuah organisasi advokat yang ada di Indonesia. Ia pernah didepak dari Persatuan Advokat Indonesia karena kasus Salim. Todung dirasa telah melanggar kode etik advokat karena dugaan adanya konflik kepentingan dalam kasus tersebut.
Selama ini Todung Mulya Lubis memang dikenal sebagai orang yang vokal terhadap urusan korupsi dan HAM. Bahkan, Todung sendiri dikenal sebagai orang yang giat membela HAM. Tapi sayang, beberapa persoalan etik dan ketidakmampuan dirinya berada di jalur yang konsisten dalam urusan HAM dan korupsi justru membawanya ke rekam jejak yang buruk.
Setidaknya, Ia pernah mendapat tiga kali teguran sebelum akhirnya Ia pernah diskors untuk tidak boleh menjalankan praktik Advokat selama 1 (satu) bulan 15 (lima belas) hari oleh Dewan Kehormatan Kongres Advokat Indonesia. Pada tahun 2003, Todung pernah mendapat peringatan keras dari Peradi. Bahkan 5 tahun setelahnya, Todung diberhentikan secara tetap sebagai Advokat juga oleh Peradi.
Rekam buruknya di urusan profesi advokat tidak berhenti sampai di sana. Ia pernah berseteru keras dengan Otto Hasibuan karena memperebutkan kursi pimpinan Ikatan Advokat Indonesia. Malah, keduanya sempat adu gebrak meja hingga akhirnya saling melaporkan pihak lawannya ke kepolisian. Karena hal ini juga, dunia advokat sempat tercoreng namanya.
Pada tahun 2014, nama Todung kembali mencuat di media setelah penunjukkan dirinya sebagai anggota panitia seleksi hakim Mahkamah Konstitusi ditentang banyak pihak. Rekam jejaknya yang dianggap buruk membuatnya dirasa tak layak menjadi anggota pansel. Selain ditentang oleh Ikadin dan Peradi, penunjukkan dirinya juga ditentang oleh para hakim di MK.
Tahun lalu, namanya (sekali lagi) menjadi sensasi setelah dirinya dipanggil KPK terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Dirinya diperiksa sebagai saksi dari tersangka Syafruddin Temenggung. Ketika kasus BLBI terjadi, Todung adalah pengacara Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang pernah dikepalai tersangka Syafruddin. Meski kemudian, belum ada tanggapan lebih lanjut dari KPK terkait posisi Todung di kasus ini.
Namanya kembali mencuat setelah Ia ditunjuk sebagai Duta Besar untuk Norwegia oleh Presiden Jokowi. Ketika itu, beberapa saat setelah dilantik, Ia merasa senang mendapatkan posisi tersebut. Mengingat Norwegia dikenal sebagai negara yang amat menjunjung HAM, Ia berniat untuk banyak belajar soal HAM di sana.
Sayangnya, posisi dan harapan Todung untuk belajar HAM justru Ia nodai (sekali lagi) dengan pelanggaran etik yang dilakukannya. Awal bulan ini, nama Todung banyak dibahas setelah Ia menasbihkan diri menjadi pengacara bagi seorang mantan konsumen rokok yang menuntut ganti rugi hingga 1 triliun rupiah pada dua pabrik rokok nasional. Namanya digunjingkan bukan karena urusan tuntutan, tapi lebih kepada kemauannya menerima kuasa atas kasus ini meski dirinya telah menjabat sebagai duta besar.
Dalam Pasal 3 Undang-undang Advokat No. 18 Tahun 2003, disebutkan bahwa seorang pengacara atau advokat otomatis berhenti ketika menerima posisi sebagai pejabat negara. Selain itu, dalam pasal yang sama, disebutkan juga bahwa syarat menjadi advokat adalah tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara. Hal ini berarti posisi Todung sebagai pengacara mantan perokok itu tidak bisa dibenarkan karena melanggar aturan yang ada.
Dengan rekam jejak yang seburuk ini, tidak terlalu mengherankan sebenarnya melihat Todung melakukan manuver semacam ini. Apalagi Ia adalah mantan Dewan Penasihat Komisi Nasional Pengendalian Tembakau. Meski begitu, tetap saja, ketika Ia menerima kuasa atas kasus tersebut, ia telah melanggar aturan dan patut diberhentikan dari posisinya sebagai Advokat juga Duta Besar. Jadikan kasus ini sebagai pelajaran agar tidak adalagi orang yang sengawur Todung dalam urusan profesi advokat. Juga, mungkin, agar menjadi pelajaran agar advokat tidak kemaruk dalam perkara mengurus sebuah kasus.