REVIEW

Bung Karno, Ende, dan Keterasingan

Terlihat laki-laki mengenakan celana panjang dan baju putih berdiri tegak sembari bersedekap. Di sampingnya, seorang perempuan yang memakai kebaya tengah duduk di sebuah kursi dengan menyunggingkan senyum. Laki-laki itu adalah sang proklamator, Bung Karno dengan istrinya Inggit Garnasih. Potret itu terbingkai dan terpajang di ruang tamu rumah pengasingan Bung Karno yang berada di Jalan Perwira, Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur.

Selain foto Bung Karno dan Inggit, ada beberapa potret Bung Karno serta lukisan milik sang proklamator yang terdapat di dinding kayu ruang tamu tersebut. Terdapat pula barang-barang yang dulunya dipakai oleh Bung Karno selama tinggal di Ende, seperti ceret air alumunium, setrika besi, piring, dan biola. Ada pula kursi dan meja yang terdapat di ruang tamu.

Di bagian tengah rumah itu, terdapat kamar tidur besi miliki Bung Karno dengan kelambu serta seprai serba putih. Ada pula kamar Amsi, yang merupakan mertua Bung Karno dan anak angkat Bung Karno yang bernama Ratna Djuami. Di salah satu sudut ruang tengah, tampak dua tongkat kayu milik Bung Karno, salah satu dari tongkat itu berkepala monyet.

Sedangkan untuk bagian belakang, tampak sumur sumur timba serta ruang Salat. Halaman depan rumah itu ditumbuhi rerumputan dan beberapa tanaman hias dengan berbagai warna bunga. Sekilas memang tak jauh berbeda dengan rumah sekitar, namun depan rumah pengasingan Bung Karno ini terdapat papan bertuliskan: Situs Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende.

Rumah itu menjadi saksi perjalanan hidup Bung Karno sejak 14 Januari hingga 18 Oktober 1938 selama di asingkan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Di sini, Bung Karno hidup dengan kesederhanaan, jauh dari hiruk pikuk kota besar.

Di Ende, Sukarno dan keluarganya tinggal di rumah Haji Abdullah Ambuwaru dengan luas 9×18 meter. Di rumah ini, segala kegiatan dilakukan Bung Karno mulai dari melukis, bermain biola, dan berkebun. Di depan rumah, terlihat halaman yang tidak terlalu luas, banyak yang bilang halaman tersebut dulunya dipakai Bung Karno dalam menanam berbagai tanaman rempah-rempah.

Tak jauh dari rumah itu, terdapat Taman Renungan Pancasila atau dikenal dengan naman Taman Renungan Bung Karno. Katanya, di taman itu Bung Karno merenung serta merumuskan pancasila.

Salah satu juru pelihara, Ahmad Faturizal mengatakan, rumah pengasingan Bung Karno ini dirawat secara baik, setiap harinya ada sedikitnya dua petugas untuk mengantar pengunjung yang menyambangi tempat bersejarah ini.

Salah seorang teman laki-laki yang ikut bersama saya mengunjungi rumah Bung Karno mengatakan, rumah pengasingan ini terasa begitu tenang. Justru dalam masa pengasingannya, pastilah Bung Karno dapat berpikir dengan jernih, bahkan mungkin strategi-strategi perjuangan kemerdekaan dan gagasan kebangsaan banyak muncul disini.

“Coba lihat, betapa tenangnya disini, jauh dari keramaian dan hiruk-pikuk, sambil merokok santai Bung Karno pasti banyak membaca dan memikirkan sesuatu. Entah itu soal kemerdekaan maupun soal kebangsaan,” Ujarnya sambil tertawa kecil.

Mungkin yang dikatakan teman saya memang benar adanya. Seketika saya langsung membayangkan bagaimana Bung Karno mengisi hari-harinya di rumah tersebut. Pagi-pagi sudah bangun, menghirup udara segar, lalu pergi ke halaman rumah untuk berkebun, setelahnya duduk-duduk di teras sembari membakar kretek ditemani secangkir teh hangat yang sudah diseduh istri tercinta Inggit Garnasih.

Rumah Bung Karno ini, kini menjadi salah satu ikon Kota Ende, dan menjadi situs sejarah yang dijaga oleh pemerintah Kota Ende dan masyarakat sekitar. Banyak wisatawan mancanegara dan domestik yang sering mengunjungi rumah pengasingan tersebut.

Dan bagi anak-anak muda seperti kami, mengunjungi rumah pengasingan Bung Karno lebih dari sekedar plesiran, tapi juga terdapat memoar sejarah perjuangan Bung Karno bagi kemerdakaan bangsa ini.