logo boleh merokok putih 2

Kartini dan Perempuan Perokok

kartini merokok

Kartini adalah sosok yang menggambarkan dua sisi koin. Ia menginspirasi karena tekad dan keinginannya untuk belajar, tapi juga menjadi sebuah pembuktian betapa tunduknya perempuan terhadap patriarki. Namanya dipuja, tapi juga didebat. Bagi sebagian orang, Kartini belum cukup untuk dijadikan patron bagi perempuan.

Namun, marilah kita keluar dari perdebatan itu. Situs ini bukan tempat untuk berdebat soal itu. Lebih baik, kita maknai saja satu hal yang dapat kita pelajari dari hidup Kartini: terus berjuang demi kesetaraan hak lelaki dan perempuan. Ya, Ia memang tunduk pada feodalisme dan patriarki. Namun, tidak boleh dilupakan jika dirinya telah mengupayakan sebuah pandangan baru terkait pantaskah anak perempuan mengemban pendidikan. Dan Ia turut menjadi katalisator dalam urusan itu.

Kartini, suka atau tidak kalian terhadapnya, telah melakukan upaya-upaya agar perempuan mendapatkan persamaan hak, terutama dalam urusan pendidikan. Ia mengupayakan agar dirinya, yang perempuan, bisa mendapat pendidikan yang sama dengan kaum pria. Meski, sekali lagi, Ia belum bisa menaklukkan budaya patriarki, yang bahkan hingga hari ini masih saja merajalela.

Salah satu contoh yang paling nyata dari masih suburnya budaya patriarki itu adalah: pandangan negatif tentang perempuan yang merokok. Di luar konteks persoalan kesehatan, merokok tentu juga menjadi hak bagi kaum perempuan. Tentu saja, selama Ia telah mengikuti ketentuan umur dan pembelian, baik lelaki atau perempuan harusnya tidak dibedakan dalam persoalan merokok.

Namun, dalam kekangan budaya patriarki, merokok bagi perempuan adalah hal yang tetaplah tabu. Bahkan dalam zaman yang semakin modern ini. Ketika ada perempuan yang melakukan aktivitas tersebut, kemudian mereka distigmakan sebagai perempuan nakal, tidak baik, atau segala kata yang berkonotasi dengan makna negatif.

Padahal, dalam sejarahnya, industri kretek di Indonesia justru tumbuh dan berkembang dari tangan-tangan baja para perempuan hebat Indonesia. Dari begitu banyak perempuan yang terlibat, adalah Nasilah sang katalisator berkembangnya industri ini. Ia, bersama suaminya, membangun industri ini dari sebuah warung kecil yang kemudian berkembang menjadi sebuah pabrik dengan puluhan ribu tenaga kerja.

Selain itu, dalam kitab terkenal Babad Tanah Jawi, dikenal sosok Roro Mendut yang tersohor karena kecantikan dan rokok jualannya. Hal yang menarik dari sosok ini adalah: kunci suksesnya berjualan rokok dikarenakan menjual Ia rokok lintingan yang direkatkan dengan jilatan air ludahnya sendiri. Bahkan hingga hari ini, masih ada ribuan ibu-ibu yang berjuang menghidupi keluarganya dari hasil melinting tembakau dan cengkeh di pabrik kretek.

Mengingat begitu lekatnya kehadiran perempuan dalam pertumbuhan produk ini, maka cukup mengherankan apabila masyarakat masih saja tidak bisa menerima kenyataan bahwa: perempuan juga berhak merokok. Menggelikan, memang, hidup di tengah masyarakat yang mendambakan kesucian namun abai pada sejarah dan keadaan.

Tapi perjuangan harus tetap berlanjut. Kartini, sepahit apapun kisah hidup yang Ia jalani, tetap melakukan sebuah upaya untuk mengubah nasib kaumnya. Perjuangan inilah yang kemudian menginspirasi banyak orang untuk ikut terlibat dalam upayanya menuntut emansipasi. Dan saya kira, para perokok perempuan tidak boleh tunduk hanya karena distigmakan negatif. Mereka harus tetap melawan pandangan buruk terhadapnya, apapun hasilnya nanti.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis

Aditya Purnomo

Aditya Purnomo

Ketua Komunitas Kretek yang menggilai kopi Wamena