dbhcht
Siaran Pers

Penyederhanaan Layer Tarif Cukai Rokok Mengancam Eksistensi Industri Kretek

Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 146/2017 menetapkan kebijakan berupa penyederhanaan layer (simplifikasi) tarif cukai rokok. Kebijakan ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dilakukan secara bertahap mulai dari 10 (sepuluh) strata tarif di tahun 2018 hingga nantinya akan menjadi 5 (lima) strata tarif pada tahun 2021.

Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) menilai kebijakan penyederhanaan layer tarif cukai rokok merupakan kebijakan yang kontraproduktif. Sebab kebijakan tersebut akan menjadi ancaman bagi eksistensi industri kretek nasional.

Pertama, Perlu diketahui bahwasanya regulasi mengenai cukai merupakan instrumen bagi kepentingan pengendalian tembakau di Indonesia. Terlihat dari adanya indikator pengendalian konsumsi rokok pada regulasi cukai.

Koordinator KNPK Azami Mohammad menyampaikan bahwa cukai tak hanya dilihat sebagai instrumen pendapatan negara, tetapi juga ada indikator pengendalian konsumsi rokok di dalamnya.

“Cukai merupakan instrumen dari pengendalian tembakau. Lihat saja jika ada kebijakan kenaikan tarif cukai, pasti ada pertimbangan pengendalian konsumsi, selain tentunya kepentingan pendapatan negara,” ujarnya.

Azami menambahkan, kebijakan mengenai cukai rokok jika memang murni untuk kepentingan pendapatan negara, maka seharusnya kebijakan cukai tidak menjadi beban bagi industri kretek.

Dikatakan menjadi beban karena konsumen (perokok) terus-menerus dikenakan kenaikan harga atas kebijakan cukai yang naik setiap tahunnya, sedangkan di lain sisi konsumen sedang berada dalam kondisi daya beli yang cenderung menurun.

Hal ini kemudian berimbas kepada terbebaninya industri yang menyebabkan industri menjadi lesu, sehingga negara memiliki potensi lost pendapatan yang besar hingga ratusan triliun rupiah.

“Faktanya cukai justru membebankan industri kretek. Kenaikan tarif cukai yang terlalu tinggi setiap tahunnya mengakibatkan industri mengalami penurunan produksi dan banyak pabrikan kretek yang gulung tikar, sekarang saja hanya tinggal 100 pabrikan yang masih berjalan produksi,” tambahnya.

Kedua, pemerintah salah kaprah jika penyederhanaan layer tarif cukai digadang-gadang bakal memenuhi azas keadilan bagi industri rokok. Justru sebaliknya, kebijakan tersebut malah membunuh industri kretek kecil.

Pasalnya selama ini industri kretek kecil yang berada di jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) atau Sigaret Kretek Mesin (SKM) golongan rendah, setelah penyederhanaan layer tarif cukai akan disamakan dengan tarif cukai golongan tinggi yang diisi oleh pabrikan besar, sehingga Industri kecil akan gulung tikar lantaran tak sanggup memenuhi tarif yang sama dengan industri berskala besar.

Tak hanya itu, penyederhanaan layer tarif cukai juga hanya akan menguntungkan industri rokok putih. Sebab dalam kebijakan tersebut, tarif cukai Sigaret Putih Mesin (SPM) yang selama ini dibedakan dengan lebih tinggi tarifnya, nantinya dalam penyederhanaan akan disamakan besaran tarifnya dengan Sigaret Kretek.

“Ini artinya akan menjadi lonceng kematian bagi industri kretek nasional. Karena kebijakan cukai tidak lagi berpegang membela kepentingan industri nasional. Kami dari Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) jelas menyatakan sikap menolak kebijakan penyederhanaan layer tarif cukai dan kebijakan mengenai cukai lainnya yang lebih berpihak kepada kepentingan pengendalian tembakau,” ujar Azami Mohammad dalam siaran pers, Senin (6/8)