CUKAI

Mari Menolak APACT

Setidaknya ada dua kejatuhan cengkeh sepanjang masa berjayanya hingga kini. Pertama, ketika perdagangan komoditas cengkeh menurun usai revolusi industri dan ditemukannya mesin pendingin. Ia kemudian bangkit kembali usai Djamhari menemukan ramuan rokok kretek untuk obat sakit asmanya. Nitisemito lewat produk kretek Tjap Bal Tiga menandakan kejayaan kembali kretek.

Perkembangan perkebunan cengkeh rakyat menggeliat dengan kian maraknya permintaan cengkeh untuk produksi rokok kretek. Pada 11 April 1992, rezim Soeharto lewat Tomy, anaknya, memonopoli kue lezat bernama perdagangan cengkeh dengan membentuk BPPC, satu-satunya badan yang memegang hak penjualan cengkeh. Petani yang sebelumnya mendapat cukup keuntungan dari penjualan cengkeh, menjadi rudin karena BPPC menurunkan harga beli ke petani hingga 90 persen.

Ini menjadi kejatuhan cengkeh yang kedua. Akibat monopoli BPPC ini, banyak kebun tak terurus, petani yang marah, ada juga yang menebang dan membakar batang-batang pohon cengkeh mereka.

Di kepulauan Anambas, dahulu cengkeh banyak ditanam. Usai monopoli BPPC, kebun tak terurus. Hingga kini.

Pada 13 hingga 15 September, di sebuah hotel mewah di Bali, anasir-anasir jahat semacam BPPC akan kembali dikerjakan dengan bungkus yang lebih indah bernama pengendalian dengan alasan kemiskinan dan kesehatan. Saya mutlak sepakat dengan Bli Putu Ardana, orang yang saya hormati, yang saya anggap kakak saya sendiri, seorang petani cengkeh di Bali. Apa yang Ia bilang tentang APACT, bahwa semua ini adalah bentuk neokolonialisme, jadi ya harus dilawan.

Berikut saya bagikan lengkap tulisan dari Bli Putu.

***

Perang Proksi terhadap Industri Hasil Tembakau (IHT).

Produk utama dari IHT adalah rokok kretek, sebagai produk, rokok baru bisa disebut rokok kretek kalau ada unsur cengkehnya. Saya adalah seorang petani cengkeh dan sekarang saya mau nulis unek-unek saya sebagai petani.

13-15 September ini, di kawasan hotel mewah Nusa Dua Bali, akan diselenggarakan konfrensi internasional APACT, Asia Pacific Conference on Tobacco or Health yang ke 12. Ini adalah event Internasioal kelompok anti rokok dalam pengendalian tembakau. Tujuan utamanya jelas untuk mematikan atau setidaknya menekan IHT di Indonesia, utamanya rokok kretek.

IHT sendiri mempunyai posisi yang sangat strategis bagi negara kita. Sektor ini menyumbang 149,9 T atau 8,92% dari realisasi pendapatan APBN 2017. Juga menyerap 6,1 juta tenaga kerja langsung yaitu 2 juta petani tembakau, 1,5 petani cengkeh dan 2,6 juta dari sektor manufakturnya. Belum lagi tenaga kerja tidak langsung seperti buruh panen yang musiman.

Ketika sektor strategis tempat puluhan juta orang menggantungkan hidupnya mau dimatikan, maka jelas-jelas ini adalah perang. Dan ini adalah perang proksi dimana kelompok yang berkonfrensi di Nusa Dua itu dijadikan pihak ketiga yang dimanfaatkan kaum hegemonis dibaliknya.
Konfrensi itu akan menekan pemerintah Indonesia untuk meratifikasi hasil-hasil konfrensi mereka menjadi Undang-Undang.
Model beginilah yang oleh Bung Karno dulu disebut sebagai Neo Kolonialisme dan Neo Imperialisme. Menjajah tanpa perlu menduduki.

Kita adalah negara yang bermartabat, yang berdaulat dalam bidang politik, yang mandiri dibidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Tidak ada pihak manapun yang boleh dan bisa mengatur-atur negara dan bangsa kita.

Sebagai orang Indonesia dan juga seorang petani cengkeh, sikap saya jelas,
LAWAN!!!

Salam dari desa.