REVIEW

Kisah Sebatang Kretek

Usai sebuah diskusi tentang Aceh, jelang akhir bulan Mei 2005, kami diundang untuk sebuah santap sore di sebuah gedung tidak jauh dari laut di kota Helsinki. Banyak orang di ruangan itu. Beberapa diplomat dan orang-orang yang bekerja di Kementrian Luar Negeri Finlandia, juga beberapa akvifis ORNOP. Beberapa kudapan masuk ke perut kami. Juga beberapa tenggak minuman.

“Keluar, yuk! Asem nih mulut,” jawil seorang teman mengajak merokok ke luar.

Di halaman luar gedung itu, di tepi jalan berbatu, kami berdiri berjajar kebal-kebul melanjutkan obrolan. Tampak beberapa orang lain, tidak jauh dari kami berdiri. Warna-warna kuning, oranye, biru, menghiasi cakrawala di atas laut di hadapan kami. Musim panas bulan Juni sebentar lagi tiba. Angin dingin lembut menerpa-nerpa wajah kami.

Tiba-tiba seorang lelaki Finlandia, berpakain jas berdasi bak seorang diplomat, mungkin usia 60-an, berjalan ke arah kami mengendus-endus udara seperti mengejar kenangan dan sejarah. Mirip posisi wajah orang di lomba makan kerupuk.

Mendekati kami, dengan telunjuk yang menuding ke arah kami, ia nyaris berteriak: “Indonesia..?” Wajahnya mirip seseorang yang baru saja menemukan kembali barang berharganya yang hilang. Teman saya berbisik: “Saudara lu, tuh?”

Setelah mengucapkan “selamat sore” dengan bahasa Indonesia yang rada kurang encer, lelaki itu melanjutkan dengan bahasa Inggris yang fasih: “Saya tadi mencium bau yang pernah saya akrabi dan saya suka. Bau asap Kretek kalian. Penasaran, saya ikuti feeling saya. Dan benar!” Iapun bercerita tentang hari-hari perjalanannya ke Indonesia, beberapa tahun lewat.

Saya sodorkan bungkus kretek saya, menawarkan.

“Euh, terima kasih. Saya tidak merokok. Tapi kalau anda tidak keberatan, saya akan pinjam satu batang saja,” katanya dengan tetap menjaga wajah antusiasnya. Saya cabut dan sodorkan sebatang Kretek, “silahkan..”

Ia lalu mencium-cium Kretek itu, seraya berujar: “Saya pernah ke Sulawesi dan Maluku Utara melihat kebun-kebun Cengkeh. Saya suka sekali bau Cengkeh. Dan Kretek ini karya kreatif yang kaya akan bau-bau Cengkeh dan rempah Indonesia yang khas. Sangat berbeda dengan bau rokok lain pada umumnya. Saya juga pernah membaca tulisan-tulisan dan buku tentang sejarah Kretek Indonesia. Sejarah yang berisi tentang perlawanan, budaya, dan kehidupan,” ujarnya sambil mengembalikan sebiji rokok yang ia pinjam tadi.

“Sumpah, baru kali ini gua ngalamin ada orang minjem rokok cuma buat dicium-cium doang, sebentar” saya ngebatin.

“Hey, ada sandwich Salmon dan Wine yang enak di dalam. Kalian sudah coba?” ajaknya. Kami mengangguk dan tersenyum.