logo boleh merokok putih 2

Tawaran Skema Ruang Merokok di Kereta Api Jarak Jauh

Pada 2017, ada sekira 389 juta penumpang yang memilih kereta api sebagai moda transportasi di negeri ini. Dari 389 juta penumpang, 77 juta merupakan pengguna kereta api jarak jauh. Sisanya adalah pengguna KRL dan kereta api jarak dekat.

Untuk tahun 2018, PT KAI memprediksi pengguna kereta api mencapai 400 juta penumpang dengan 80 juta di antaranya merupakan pengguna kereta api jarak jauh. Tentu saja ini bukan angka yang sedikit. Pelanggan kereta api di negeri ini menjadi salah satu pelanggan kereta api yang militan. Ada banyak orang yang memprioritaskan moda transportasi kereta api dalam perjalanan mereka jika di suatu wilayah terdapat moda transportasi tersebut.

Saya termasuk salah satu di antaranya. Jika saya sudah tahu jauh-jauh hari harus melakukan perjalanan jauh di Pulau Jawa, kereta api jadi pilihan utama saya untuk mengantar saya ke tempat tujuan. Waktu tempuh yang lebih bisa terukur, bebas macet, gerbong yang luas, tiket yang terjangkau, menjadi beberapa sebab kereta api dipilih.

Dari 389 juta penumpang pada 2017, dan kemungkinan hingga 400 juta penumpang pada tahun ini, sudah barang tentu ada perokok di dalamnya. Dan mungkin saja mereka mayoritas di sana meskipun memang belum ada survei dan data rigid tentang berapa persentase perokok dan bukan perokok pada penumpang kereta api di negeri ini.

Pelayanan transportasi, menjadi satu dari delapan tempat yang masuk dalam ketentuan penetapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Peraturan perundang-undangan menyebutkan itu. Dan kereta api satu dari beberapa pelayanan transportasi publik di negeri ini. Karena masuk dalam ketentuan KTR, maka peraturan pun juga mensyaratkan adanya kawasan khusus merokok pada tempat-tempat KTR ditetapkan, termasuk di stasiun dan kereta api itu sendiri.

Pada stasiun, untuk kereta api jarak dekat dan KRL, penyediaan kawasan khusus merokok masih begitu memprihatinkan. Banyak pengelola stasiun yang menafsirkan KTR sekehendak mereka tanpa mengindahkan hak-hak para perokok. Stasiun-stasiun itu sama sekali tidak menyediakan kawasan khusus merokok.

Kalaupun ada kawasan khusus merokok di stasiun-stasiun KRL, kebanyakan dari tempat itu begitu memprihatinkan. Ruang kecil dan tertutup, sebabkan pengap. Selain itu tempat itu diletakkan di titik-titik yang jauh dan sulit dijangkau. Ada pula yang di ruang terbuka, namun sama, lokasinya jauh dan sulit diakses. Ditambah lagi, ketiadaan peneduh membikin perokok kurang nyaman berada di sana. Panas ya kepanasan, hujan sudah barang tentu kehujanan.

Tak berbeda jauh dengan stasiun-stasiun pada KRL, untuk stasiun kereta api jarak jauh, kawasan khusus merokok juga masih cukup memprihatinkan. Ada pengecualian sedikit karena sudah ada stasiun yang menyediakan kawasan khusus merokok cukup nyaman. Stasiun Malang misalnya. Namun itu pengecualian dari banyak kawasan khusus merokok di stasiun yang masih memprihatinkan.

Di kawasan khusus merokok di Stasiun Yogyakarta misal, tempat saya menulis tulisan ini. Ruang khusus merokok ditempatkan di ujung barat kawasan, tepat di depan toilet wanita. Ini tentu saja kurang nyaman bagi perokok. Selain itu, alih-alih melindungi mereka yang tidak merokok dengan penetapan KTR dan kawasan khusus merokok, penempatan kawasan khusus merokok kurang dari tiga meter dari pintu masuk toilet wanita, tentu saja mengganggu mereka yang hendak mengakses toilet.

Itu baru satu kasus perihal KTR dan kawasan khusus merokok di stasiun. Belum lagi ruang khusus merokok dalam kereta api, terutama kereta api jarak jauh. Persis sebelum kereta api jarak jauh memulai perjalanan, atau sesaat usai kereta api berhenti di stasiun untuk bersiap kembali melanjutkan perjalanan, pengumuman yang terus menerus diulang adalah bahwa perjalanan ini adalah perjalanan tanpa asap rokok. Bagi penumpang yang kedapatan merokok akan diturunkan di stasiun berikutnya.

Tafsir PT KAI dalam mengejawantahkan peraturan KTR sangat sepihak dan bias. PT KAI semestinya juga menyediakan ruang khusus merokok pada perjalanan kereta api jarak jauh. Dan ini sudah diamanatkan melalui peraturan yang berlaku. Sayangnya, ini benar-benar diabaikan.

Bandingkan dengan Jepang misalnya, salah satu negara yang begitu baik mengelola moda transportasi kereta api dengan jumlah penumpang yang begitu banyak. Selain ruang merokok yang nyaman di stasiun-stasiun, Jepang juga menyediakan ruang merokok dalam kereta api.

Menyadari ketiadaan ruang merokok dalam kereta api untuk perjalanan kereta api jarak jauh. Saya pikir ini harus segera dihentikan karena perokok juga punya hak di sana. Penyediaan ruang merokok di kereta api sudah semestinya diadakan.

Dari pengamatan langsung yang saya lakukan, setidaknya ada tiga kemungkinan skema penyediaan ruang merokok di kereta api. Skema ini bisa diterapkan berbarengan atau dipilih salah satunya.

Pertama, menyediakan ruang merokok di restorasi kereta api. Ini sangat memungkinkan, dan infrastrukturnya juga sudah ada sehingga tidak memerlukan biaya tambahan untuk penyediaan ini. Saya kira skema ini menguntungkan perokok dan juga pihak restorasi. Jika restorasi menyediakan ruang itu, kopi, teh, dan kudapan yang dijual di restorasi akan laris. Saya yakin dan menjamin hal ini.

Kedua, menyediakan ruang khusus merokok pada sebagian gerbong paling belakang. Tidak harus seluruh gerbong, namun sebagian saja. Pihak PT KAI mungkin akan keberatan dengan ini karena skema ini mengambil ruang yang semestinya jadi pemasukan mereka lewat penjualan tiket kursi. Namun jika ini diterapkan, saya kira para perokok yang mulai meninggalkan kereta api sebagai moda transportasi favorit mereka akan kembali memilih kereta api karena keadilan sudah ada di sini.

Yang ketiga–dan ini mungkin bukan yang terakhir karena bisa saja ada skema lainnya–adalah dengan menyediakan gerbong khusus merokok dengan tiket berbayar. Ini juga sangat memungkinkan untuk diterapkan. Dan jika skema ini yang dipilih, saya pikir gerbong khusus merokok ini akan jadi rebutan. Dan saya jadi salah satu di antaranya. Karena untuk perjalanan menggunakan kereta jarak jauh, bagi saya akan lebih menyenangkan jika menikmati perjalanan itu dengan melihat pemandangan sepanjang perjalanan, atau dengan membaca buku, sembari menikmati sebatang rokok kretek dan secangkir teh hangat.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis

Fawaz al Batawy

Fawaz al Batawy

Pecinta kretek, saat ini aktif di Sokola Rimba, Ketua Jaringan Relawan Indonesia untuk Keadilan (JARIK)