logo boleh merokok putih 2

Impor Tembakau untuk Memenuhi Kebutuhan Pasar Bukan Solusi Tepat

Secara pribadi, impor barang adalah satu hal yang tidak saya suka, selama di negeri ini masih ada barangnya yang sama kualitas sesuai kebutuhan. Selanjutnya, jika di negeri ini tidak memproduksi barang sesuai kebutuhan, impor barang tidak jadi soal. Artinya, impor barang harus dilandasi alasan yang kuat, untuk menjawab pertanyaan kenapa harus impor? 

Ambil contoh, untuk produksi mie instan harus mengimpor gandum dari Paraguay, Ukraina dan dari Negara lain. Tidak tanggung-tanggung  pada tahun 2015 Indonesia mengimpor gandum mencapai 7,4 juta ton, menjadi negara penyandang predikat pengimpor gandum terbesar di dunia. Sayangnya di negeri ini, tanaman gandum belum bisa dikembang biakkan dengan baik, produksinya belum mencukupi kebutuhan industri mie.  Sedangkan mie instant adalah makanan rakyat, dari kalangan tidak mampu sampai orang kaya, dari anak-anak sampai orang dewasa, mie instan mayoritas menjadi makanan idola.

Produk lain adalah tempe, bahan bakunya kedelai. Siapa yang tidak kenal tempe, makanan ciri khas Indonesia yang merakyat. Nyatanya sebagian besar bahan bakunya (kedelai) mendatangkan dari Amerika, Uruguay, Brazil dan Kanada. Dilansir dari laman Kementrian Perindustrian, produksi kedelai dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan produksi tempe, defisit 1,6 juta ton pertahun.  Seperti yang telah disampaikan ibu H. Munti’ah, seorang pedagang kedelai di salah satu pasar tradisional Kudus, bahan baku tempe yang terbanyak memakai kedelai luar terbungkus karung putih bertulis USA, sedangkan bahan kedelai lokal hanya buat campuran karena posakannya sedikit.

Kudua contoh di atas, adalah makanan yang sangat disukai mayoritas rakyat Indonesia dengan bahan baku utamanya terbesar dari impor.  Hal tersebut juga terjadi dalam memproduksi rokok kretek mild. Bahan baku utamanya masih menggunakan tembakau impor, yaitu jenis tembakau virginia, burley, dan oriental. Menurut Soeseno sebagai Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), untuk jenis oriental malah tidak bisa diproduksi di Indonesia, sehingga harus diimpor dari Timur Tengah.

Pertanyaan selanjutnya, kenapa harus produksi kretek mild? Diketahui bahan bakunya bukan asli tanaman Indonesia. Jawabannya cukup sederhana, karena permintaan pasar. Faktanya, dari tahun ketahun selera pasar untuk rokok kretek mild selalu meningkat. Sehingga, pabrikan harus mengikuti arus dan irama tren pasar. Kenapa harus demikian? apakah bahan baku rokok mild tidak bisa diganti dengan jenis tembakau lokal?. Pertanyaan tersebut, coba saya jawab sambil meluruskan dengan singkat mulai dari awal.

Kali pertama rokok kretek mild muncul pada tahun 1989, dipelopori oleh PT. HM Sampoerna dengan meluncurkan produk Sampoerna A. Mild. Produksi A. Mild ini dibranding dengan isu low tar low nicotin (rendah tar rendah nikotin). Menurut saya pribadi isu ini turunan dari isu kesehatan. Agar orang lebih memilih merokok kretek A Mild lebih sehat dari pada rokok kretek lainnya. Dengan bahan baku dari luar yaitu tembakau virginia, burley, dan oriental, dan bentuknya dibuat unik, silindernya lebih kecil dibanding rokok kretek lainnya.

Awal diluncurkan A. Mild penjualannya kurang bagus, namun lama kelamaan meningkat dan terus meningkat, hingga menguasai pasar. Branding merek yang selalu dilakukan dengan kampanye rokok sehat rendah tar dan nikotin. Kampanye tersebut hanyalah sebagai politik dagang semata.

Dengan produk yang unik, A Mild mampu menggiring sebagian besar selera pasar rokok kretek umumnya beralih ke rokok mild. Sehingga, mau tidak mau pabrikan lain harus mengikuti trend rokok kretek mild.

Seiring keberhasilan produk mild, Forum Komunikasi Nasional (FKN), yang dipelopori oleh badan obat dan Kementrian Kesehatan mengeluarkan peraturan tentang pengaturan tembakau dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 81/1999 yang mengatur iklan, level tar dan nikotin serta promosi. Artinya aturan pemerintah membatasi kadar tar dan nikotin, yang tidak bisa terpenuhi oleh jenis tembakau lokal.

Keberhasilan produk rokok kretek mild selain keunikan bentuknya dan tembakau low tar dan low nicotin, juga didukung aturan pemerintah yang didominasi rezim kesehatan.

Jadi, produk kretek mild awal kran impor tembakau, karena membutuhkan jenis tembakau low tar low nikotin, tidak bisa tergantikan dengan jenis tembakau lain (lokal). Sedangkan jenis dan produksi tembakau Indonesia, kadar tar dan nikotin sangat tinggi, sehingga cocok untuk kretek selain mild.

Rokok kretek mild, punya rasa dan  pangsa pasar tersendiri. Realita di lapangan, permintaan pasar untuk rokok kretek mild terus meningkat, dan sulit dibendung. Pada akhirnya industri rokok kretek yang memproduksi mild harus mempertahankan cita rasa dan permintaan pasar.

Impor tembakau akan selalu terjadi, apabila tidak ada solusi. Sebagian petani tembakau harus menanam varietas tembakau untuk memenuhi kebutuhan pasar, terutama bahan baku untuk mild (tembakau virginia, burley, dan oriental) . Tentunya, tidak disarankan semua petani menanam tembakau tersebut. Karena dalam satu merek rokok kretek masih membutuhkan tembakau lainnya. Dalam satu merek rokok kontennya 7 sampai 14 jenis tembakau, dan satu merek rokok kretek dengan lainnya, jenis tembakau yang digunakan berbeda-beda.

Ketika prabrikan meluncurkan satu produk rokok kretek ke pasar, disitulah kontinuitas rasa harus terjaga. Kontinuitas rasa inilah yang mewajibkan pabrikan untuk menetapkan jenis tembakau yang dipakai, seperti halnya rokok mild. Namun pada dasarnya, tembakau dalam konten rokok kretek terbagi menjadi tembakau lauk, tembakau sayur dan tembakau nasi.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis

Udin Badruddin

Udin Badruddin

Seorang santri dari Kudus. Saat ini aktif di Komite Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK).