logo boleh merokok putih 2

Menelisik Pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) di Kota Kretek

Kudus Kota Kretek, sudah sepantasnya julukan itu disandang Kabupaten Kudus, walaupun selain Kudus masih banyak kota/kabupaten yang terdapat industri hasil tembakau (IHT), seperti Kabupaten Kediri, Malang dan lain sebagainya. Kudus mempunyai catatan panjang terkait rokok kretek. Banyak tulisan mencatat, bahwa penemu kretek adalah putra daerah dari Kudus, yaitu H. Djamhari. Kemudian menjelma menjadi industri besar dirintis oleh H. Nitisemito sekitar awal abad 20 (tahun 1980an).

Sebelum tahun 2000an, di Kudus banyak Ulama’/Kiai yang berdagang di sektor pertembakaun, seperti berdagang hasil olahan tembakau dan cengkeh (rokok kretek) sampai berdagang bahan bakunya (tembakau, cengkeh dan lainnya). Ambil contoh, KH. Sya’Roni Ahmadi, masa kecilnya hingga dewasa berjualan tembakau di kios selatan Masjid Menara Kudus, bahkan banyak Kiai-Kiai lain yang berdagang tembakau saat itu.

Untuk memperkuat perdagangan sektor pertembakauan, Ulama’/Kiai saat itu tidak jarang dalam safari dakwahnya sambil bersosialisasi, sebagai contoh KH. Hasan Mangli, yang selalu membawa bibit cengkeh saat safari dakwah dan dibagikan kepada jamaahnya agar ditanam. Ini membuktikan secara tersirat, bahwa aktivitas merokok dalam kaca mata agama dibolehkan. Terlebih lagi putusan bahtsul masail (kajian masalah) di Kudus tentang rokok, hukum aslinya boleh. Kemudian ada yang wajib, seperti yang telah dialami KH. Hambali, karena beliau tidak mau mengajar kalau tidak merokok kretek.

Perkembangannya, sebelum muncul Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 200/PMK.04/2008, IHT kretek tembus ribuan, baik skala kecil, menengah, dan besar. Setelah diberlakukan Peraturan Menteri Keuangan No. 200/PMK.04/2008, IHT kretek makin surut tajam hingga hanya ratusan (kurang dari 500 IHT). Penyebabnya, aturan tersebut tidak memperbolehkan IHT kretek rumahan (home industry).

Selanjutnya, IHT kretek di Kudus saat ini tinggal puluhan, akibat dari cukai selalu naik dan regulasi lain yang belum berpihak, hingga menyebabkan IHT kretek kecil banyak yang gulung tikar. Jadi kalau ada yang berasumsi tumbangnya IHT kretek kecil akibat adanya IHT kretek besar, itu sangat keliru. IHT kretek yang masih berjaya sampai detik ini di Kudus, skala besar dan menengah adalah Djarum, Nojorono, Sukun, dengan serapan tenaga kerja sampai ratusan ribu karyawan.

Pada akhirnya, Kabupaten Kudus sebagai salah satu penerima Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT), yang tiap tahunnya naik turun. Pengakuan H. Mustofa (dua periode menjabat Bupati Kudus, habis masa tugasnya di bulan-bulan pertengahan tahun 2018), pedoman penggunaan DBH-CHT awalnya adalah PMK No.84/PMK.07/2008 tentang penggunaan DBH-CHT dan sanksi atas penyalahgunaan alokasi DBH-CHT, untuk lima jenis kegiatan, yaitu; peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan cukai dan pemberantasan cukai ilegal.

Pada tahun 2009, berpedoman PMK No.84/PMK.07/2009 perubahan dari PMK No.84/PMK.07/2008. Perubahan PMK menitik beratkan pada kegiatan pembinaan lingkungan sosial dengan penambahan kegiatan untuk penguatan sarana dan prasarana kelembagaan pelatihan bagi tenaga kerja IHT dan penguatan ekonomi masyarakat di lingkungan IHT dalam rangka pengentasan kemiskinan mengurangi pengangguran, mendorong pertumbuhan ekonomi daerah melalui bantuan permodalan dan sarana produksi.

Pada tahun 2016 berpedoman PMK No. 28/PMK.07/2016, alokasi DBH-CHT digunakan 50 % untuk mendanai program peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan lingkungan sosial, ketentuan bidang cukai dan pemberantasan barang kena cukai. Sedangkan 50% untuk mendanai program kegiatan prioritas daerah, diantaranya untuk infrastruktur daerah dan peningkatan kesejahteraan bagi pekerja di sektor IHT, melalui pelatihan kewirausahaan untuk penguatan ekonomi masyarakat di lingkungan IHT.

Menurut Dwi Agung Hartono selaku setda Kabupaten Kudus, tahun 2017, DBH-CHT terbagi menjadi dua, yaitu block grant berjumlah Rp.76.99 miliyar, dan spesifik grant berjumlah Rp. 126.06 miliyar. Pengguna anggaran diantaranya;

1. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Rp. 133.13 miliyar

2. Dinas Tenaga Kerja , Perindustrian dan Koperasi UKM Rp. 20.3 miliyar

3. Sekretaris Daerah Dan Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman Dan Lingkungan Rp. 11.143 miliyar

4. Dinas-dinas lainnya 500 juta hingga 6.04 miliyar, termasuk Dinas Kesehatan (DKK)

Dilihat dari alokasi DBH-CHT tahun anggaran 2017, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang terbesar sebagai pengguna anggaran, dimana secara hampir secara serentak di Kudus terjadi pembangunan taman-taman kota dan taman pinggir sungai, termasuk pembangunan taman area gelanggang olah raga Kudus.

Ini menjadi ironi, dimana kudus sebagai kota industri kretek, namun alokasi dan penggunaan dana terbesar adalah Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang. Seharusnya pengguna dana terbesar Dinas Tenaga Kerja , Perindustrian dan Koperasi UKM. Begitu juga, sangat ironi program Dinas Tenaga Kerja , Perindustrian dan Koperasi UKM tidak mencerminkan penguatan sektor IHT kretek Kudus. Cenderung sebagai program peralihan ke luar IHT. Misal, pelatihan tidak ada sama sekali yang bersifat penguatan IHT dan bersinggungan dengan IHT, yang ada hanya pelatihan menjahit, pelatihan tata rias, dan lainnya. Sehingga, generasi muda Kudus akan terjadi krisis pengetahuan dan hilang budaya tentang kreatifitas membuat kretek dan membatil kretek dengan baik, benar dan cepat.

Menurut Eko Jumartono selaku Kepala Dinas Pengelolaan Pajak Keuangan dan Aset Daerah di lansir dari Isknewss.com, kabupaten Kudus tahun 2018 mendapatkan alokasi DBH-CHT sebesar Rp 147.894.137.000 miliyar, yang kemudian di alokasikan ke 8 organisasi perangkat daerah (OPD), yaitu:

1. Rumah Sakit Umum sebesar Rp. 21.799.990.000

2. Dinas Sosial dan KB, Rp. 2.000.000.000

3. Dinas Tenaga Kerja Perindustrian Koperasi, Rp. 19.343.185.000

4. Satuan Polisi Pamong Praja, Rp 200.000.000

5. Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman Dan Lingkungan Hidup (PKLPH) Rp. 200.000.000

6. Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang (PUPR) Rp. 87.156.943.000

7. Dinas Kesehatan (DKK) Rp. 15.047.449.000

8. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Rp. 7.852.020.000

Total pengguna anggran 8 OPD ditas sebesar Rp 153.599.578.000, dari alokasi DBH-CHT 2018 sebesar Rp. 147.894.137.000 ditambah sisa alokasi DBH-CHT tahun 2017, sebesar Rp. 5.705.441.000. Ternyata, di akhir masa jabatan H. Mustofa sebagai bupati, alokasi DBH-CHT juga di pergunakan untuk membayar tunggakan pembayaran listrik perkantoran sekda.

Pengguna anggaran DBH-CHT tahun 2018 adalah untuk kesehatan, jika di total sekitar Rp. 36.847.939.000. Salah satu program kesehatan, yaitu membangun 4 lantai di rumah sakit umum (rumah sakit pemerintah daerah). Menurut H. Saiful Anas, selaku humas RSU, bahwa lantai 1 khusus poli jantung dan syaraf, lantai 2 untuk rawat inap VVIP, lantai 3 rawat inap khusus jantung dan rencana lantai 4 untuk rawat inap presidential suite.

Lagi-lagi Dinas Tenaga Kerja Perindustrian Koperasi, hanya mendapatkan jatah Rp. 19.343.185.000, sedangkan Kudus kota IHT kretek. Itupun program Dinas Tenaga Kerja Perindustrian Koperasi masih sama dengan tahun- tahun kemarin, yaitu salah satunya pelatihan dan UKM, keduanya merupakan program yang sama sekali tidak menyentuh dan memperkuat sektor IHT kretek Kudus.

Dengan melihat alokasi dan pemanfaatan dana DBH-CHT di Kudus sebagai sentra IHT kretek, lagi-lagi carut marut. Untuk itu, PMK seharusnya membuat kebijakan pemanfaatan DBH-CHT sesuai konteks kedaerahan sebagai prioritas program. Semisal kudus sentra IHT kretek, maka prioritas program pemanfaatan DBH-CHT seharusnya pembinaan industri. Di Temanggung sentra petani tembakau, prioritas program seharusnya peningkatan kualitas bahan baku dan seterusnya.

Selain itu, PMK juga membuat aturan sanksi tegas. Artinya, selama ini aturan sanksi tentang penyelewengan penggunaan dana DBH-CHT, hanya tertulis sanksi administratif. Seharusnya PMK membuat aturan tentang penyelewengan dana DBH-CHT mendapatkan sanksi pidana, karena DBH-CHT merupakan pungutan pajak dari masyrakat yang harus di pertanggungjawabkan penggunaannya.

Bagi pemerintah Kabupaten Kudus, sebagai sentra IHT kretek dan penerima alokasi DBH-CHT, sudah saatnya membranding kudus kota kretek baik melalui regulasi maupun sosialisasi atau kampanye. Mulai dari sejarah temuan kretek, keberadaan IHT kretek sampai adanya museum kretek sebagai modal sosial membuktikan bahwa kretek adalah salah satu warisan budaya Nusantara yang harus dilindungi.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis

Udin Badruddin

Udin Badruddin

Seorang santri dari Kudus. Saat ini aktif di Komite Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK).