logo boleh merokok putih 2

Industri Rokok Kecil: Berkembang Tak Boleh, Matipun Tak Boleh

Eksistensi pabrik rokok kretek kecil di Kudus dilematis. Keberadaannya beromset kecil, namun apa daya, karena memproduksi rokok menjadi kebanggaan tersendiri lantaran melestarikan budaya yang telah diwariskan nenek moyang. Tetapi, hidupnya selalu diterpa regulasi yang belum berpihak.

Keahlian dan kreativitas membuat rokok kretek mereka kuasai. Bayangkan, dengan modal kecil, dan bahan seadanya, mereka harus memenuhi permintaan pasar. Selain harus bersaing dengan perusahan besar, mereka juga harus ikut memikul beban target pendapatan negara melalui cukai.

Sedangkan kebijakan cukai pemerintah pertahun selalu naik. Untuk tahun 2019 ini, mereka agak bisa bernafas sedikit panjang, kebijakan pemerintah di tahun 2018 tidak menaikkan cukai adalah keputusan yang baik.

Untuk memproduksi rokok kretek, pemilik pabrik harus memeras otaknya. Banyak hal yang harus dipikir keras, diantaranya; modal untuk membeli pita cukai, ketersediaan bahan baku, menggaji pekerja, dan pemasaran.

Pembelian pita cukai di muka semua pabrikan akan mengalaminya, baik bagi pabrik kecil maupun besar. Namun yang menjadi kendala bagi pabrik kecil adalah jumlah pita cukai yang harus dibeli sesuai golongannya. Memang pabrikan rokok kretek kecil mempunyai segmen pasar tersendiri, namun untuk mengkalkulasi jumlah pasarnya sulit ditentukan.

Sederhananya begini, pita cukai harus dibeli di muka, belum tahu apakah besok permintaan pasar sedikit atau banyak. Pembelian pita cukai dilakukan tiap tahun. Jika permintaan pasar terhadap hasil produksi sedikit, dipastikan merugi. Jika permintaan naik tajam, maka apa boleh buat, tetap saja harus sesuai dengan jumlah pita yang harus dibeli dan ditentukan diawal. Artinya, jika permintaan pasar naik tajam, mereka tidak akan untung lebih, hanya sesui jatah pita. Semuanya tergantung ketajaman analisa pabrikan terhadap pasar.

Membeli pita cukai sama dengan membayar pajak di muka. Beban pajak sementara ditalangi dahulu oleh pabrik rokok. Jika produk rokoknya terbeli, maka uangnya kembali dan dapat untung, jika tidak terbeli, maka ruginya berlipat, yaitu menanggung uang pajak di muka, menanggung biaya produksi.

Di sini pemilik pabrik rokok kecil, harus bisa mengkalkulasi jumlah pita cukai yang harus dibeli di muka. Begitu kalkulasi meleset, bisa dipastikan berdampak kerugian besar, bahkan bisa gulung tikar, karena harga pita cukai selalu merangkak naik.

Bagi yang punya modal banyak, rugi tetap rugi, tapi tidak begitu terasa. Rata-rata pabrikan rokok kretek kecil, modalnya pas-pasan, sehingga jika terjadi kalkulasi pembelian pita cukai meleset, kerugian sangat terasa, dan tidak sedikit menjadi salah satu penyebab pabrik tidak bisa beroperasi lagi. Karena biaya pembelian pita cukai sangat besar. Bayangkan tarif penjualkan dalam satu bungkus rokok, sudah ditentukan dalam pita cukai, dari tarif tersebut 60%nan masuk kas negara, 40%nan untuk pabrik, yang kemudian dikurangi beban biaya produksi (untuk bahan baku, gaji karyawan, biaya pemasaran, membayar listrik, dan biaya lainnya). Sehingga keuntungan perbatang rokok kurang dari 75 rupiah

Seperti pengakuan pak Rusdi salah satu pemilik pabrik kecil di Kudus, banyak industri kecil yang bangkrut karena modal pas-pasan, bahkan tidak jarang modal dari pinjaman. Jika barang tidak laku, jelas ruginya dobel, rugi beban pajak berupa cukai yang harus terbayar di muka, rugi biaya produksi dan biaya operasional. Memang bahan baku bisa diolah kembali, tetapi perlu biaya lagi. Jika cukai naik, sangat berdampak bagi pabrikan kecil, karena biaya yang dikeluarkan untuk membayar cukai di awal akan tambah besar, sedangkan belum tentu produknya terbeli semua. Terkecuali, jika diawal dapat pesanan, dengan jumlah yang jelas, maka relatif aman. Pada akhirnya, pembelian pita cukai disusuaikan, apakah membeli pita cukai sesuai pesanan atau ditambah dengan perkiraan logis.

Pita cukai, menjadi salah satu beban berat bagi industri kecil, selain harus dibayar cash dimuka, kalkulasi jumlah pita yang harus dibeli sangat penting. Sehinggga, terkadang para pemilik industri rokok kecil memakai pita cukai palsu, bahkan terkadang menjual polosan (tanpa pita cukai).  

Ketersediaan bahan baku, berupa tembakau dan cengkeh, menjadi fokus pikiran kedua bagi para pemilik industri rokok kecil. Mencari bahan baku harga murah, yang harus dilakukan. Hal ini tidak perkara mudah, karena dengan hanya modal pas-pasan. Sedangkan ketentuan harga bahan baku sudah ditentukan pasar. Berbeda dengan industri besar, yang sudah mempunyai pelanggan, bahkan mempunyai petani binaan, sehingga relatif mudah untuk pasokan bahan baku dan berkualitas.

Sudah biasa, pasokan bahan baku yang didapatkan industri kecil, berasal dari limpahan industri besar. Industri kecil belum mampu mengikuti jejak industri besar, seperti membuat kemitraan atau mempunyai petani pelanggan, harga sesui pasar sepenuhnya, dan menimbun pasokan bahan baku dengan jumlah banyak. Yang bisa dilakukan industri kecil, mencari bahan baku dengan harga di bawah rata-rata, harus berkeliling kedaerah-daerah sentra tembakau dan cengkeh, dan hanya sekali atau dua kali produksi. Bahkan tidak jarang, industri kecil membeli bahan baku dari limpahan bahan baku dari industri besar.

Untuk efektifitas biaya produksi, rata-rata industri kecil memakai jasa karyawan dengan usia di atas produktif (usia tua). Biasanya industri kecil memakai karyawan yang sudah pensiun dari industri besar, malah sering kali mengambil karyawan pemula. Awalnya tidak bisa membuat rokok kretek, dilatih dan didampingi secara perlahan-lahan sampai bisa. Memang agak beresiko untuk industri, namun apa daya bagi industri kecil yang belum bisa membayar karyawan setara dengan bayaran industri besar. Tetapi harus dijalani, efesiensi biaya produksi.

Pengakuan Siti Maimunah umur 22 tahun salah satu karyawan industri kecil, merasa senang dapat pengahasilan tambahan untuk membantu keluarga, dan bersyukur bisa bekerja di pabrik rokok (industri kecil).  Dahulu bekerja sebagai pembantu rumah tangga, keluar karena harus menikah. Habis menikah nganggur hanya mengerjakan pekerjaan rumah tangga, dari ajakan tetangga akhirnya dapat bekerja. Walaupun awalnya tidak bisa membuat rokok, lama kelamaan berkat dilatih tiap hari akhirnya bisa, dan dapat gaji lumayan, bisa membantu suami.

Pemasaran menjadi permasalahan tersendiri bagi industri kecil. Pemasarannya didaerah daerah tertentu seringnya di luar Jawa dan di daerah pelosok. Langka sekali, hasil produksi industri kecil beredar di kota-kota besar, bahkan jarang sekali di display di toko-toko rokok pada umumnya, dan tidak akan ditemukan di indomart atau alfamart bahkan. Karena memang keberadaan produk industri kecil untuk kelas bawah dengan harga murah dibanding dengan harga produk industri rokok besar.

Dilihat dari jerih payahnya dan lika liku industri kecil, sebetulnya mereka adalah industri padat karya, mempekerjakan orang yang sudah pensiun, mempekerjakan pengangguran, bahkan mampu melatih orang tidak bisa menjadi bisa membuat rokok kretek. Namun keberadaannya sangat memprihatinkan, selain modal pas-pasan juga kurang pasokan bahan baku, dan terlebih regulasi yang belum berpihak terutama masalah kenaikan cukai, walaupun tahun 2018 tidak jadi naik. Tetapi tahun-tahun sebelumnya terjadi kenaikan cukai dan berdampak banyak industri rokok kretek kecil tumbang. Sedangkan keberadaan industri rokok kretek kecil di Indonesia membantu menutup target pendapat Negara melalui pita cukai.

Belum lagi, jika pemerintah akan menyederhanakan layer tarif cukai rokok pada tahun depan. Sesuai implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146 Tahun 2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

Dilansir dari kumparan.com, bahwa dalam roadmap, pemerintah menyederhanakan layer tarif rokok setiap tahun berturut-turut menjadi 10, 8, 6, dan menjadi 5 layer di tahun 2021. Sedangkan pada 2017, tarif cukai rokok terdiri dari 12 layer. Di mana industri rokok menengah dan kecil digabungkan menjadi satu golongan. Imbasnya industri rokok kretek kecil disinyalir tidak mampu bersaing dengan rokok yang lain, bahkan gulung tikar.

Untuk itu, seharusnya pemerintah memperhatikan dampak kebijakan-kebijakan terutama bagi industri kecil. Karena keberadaan industri kecil juga sangat membantu pemasukan uang kas Negara, dan membantu perekonomian rakyat di pedesaan (rakyat kecil).

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis

Udin Badruddin

Udin Badruddin

Seorang santri dari Kudus. Saat ini aktif di Komite Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK).