Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menuding, konsumsi rokok menjadi salah satu penyebab defisit keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. BPJS Kesehatan tercatat mengalami defisit hingga 16,5 triliun pada tahun 2018.
Terkait tudingan itu, Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) membantah bahwa defisit BPJS Kesehatan tidak diakibatkan oleh konsumsi rokok. Rokok tidak ada hubungannya dengan defisit BPJS Kesehatan.
Ketua Umum KNPK, Azami Mohammad menyatakan, tudingan YLKI bersifat simplistis dan cenderung mengkambinghitamkan rokok sebagai penyebab defisit BPJS Kesehatan.
“Menuding konsumsi rokok sebagai penyebab defisit BPJS Kesehatan seolah-olah mengaburkan fakta bahwa dalam penyelenggaraan BPJS Kesehatan memiliki banyak permasalahan. Tudingan YLKI jelas sangat menyesatkan!” tegas Azami di Jakarta, Senin (14/1).
Lebih lanjut Azami menjelaskan, penyebab defisit BPJS Kesehatan tidak bisa disederhanakan hanya dengan persoalan konsumsi rokok semata. Sebab, terdapat fakta-fakta penyebab terjadinya defisit BPJS Kesehatan, seperti terjadinya fraud atau kecurangan dalam penyelenggaraannya.
Belum lagi persoalan seperti membengkaknya tagihan BPJS Kesehatan yang tidak sebanding dengan pemasukan iuran peserta.
Indonesia Corruption Watch (ICW) pernah merilis temuan kecurangan dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). ICW bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil di 15 provinsi menemukan ada 49 kecurangan selama Maret-Agustus 2017 dalam program JKN, khususnya yang menyangkut penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan.
Pada saat itu ICW bersama jaringan organisasi masyarakat sipil di daerah melakukan pemantauan terhadap sekitar 60 fasilitas kesehatan, yaitu 19 rumah sakit umum, 15 rumah sakit swasta, dan 26 puskesmas.
Meskipun BPJS Kesehatan memiliki persoalan hingga menyebabkan defisit keuangan, namun sejauh ini BPJS Kesehatan masih bisa diselamatkan berkat kucuran dana cukai rokok dari pemerintah melalui Kementerian Keuangan sebesar Rp 5 triliun.
Azami kembali menegaskan, YLKI seharusnya lebih objektif dalam melihat persoalan defisit BPJS Kesehatan agar ke depannya kinerja BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara JKN dapat diperbaiki.
“Jangan asal tuding rokok sebagai penyebabnya. Padahal dari dana cukai rokok-lah, BPJS Kesehatan sebagai pelaksana Jaminan Kesehatan Nasional bisa diselamatkan,” pungkas Azami.