REVIEW

Mereka yang Merokok dan Melampui Waktu

Panjang umur, selalu bahagia, sehat jasmani sampai tetap beraktivitas sesuai keinginannya, menjadi salah satu cita-cita setiap manusia. Sering terucap saat berharap dan berdo’a. Manusia hanya bisa menjalani kehidupannya dengan memilih dan memilah mana yang terbaik baginya, kemudian dikerjakan dengan senang, gembira, tanpa paksaan.

Jaman semain maju, semakin berkembang, mempersempit terhadap batasan sehat dan sakit. Sehat hanya diukur dengan tidak terjangkit virus atau bakteri jahat, sakit juga demikian, kebalikan dari sehat. Tidak hanya itu, otoritas penentu sehat atau sakit, sekarang sangat ditentukan oleh seorang dokter. Sialnya, banyak oknum dari dokter di Indonesia, vonis sakit atau sehat tanpa prosedur yang benar, bahkan terkadang dakwaan tanpa dasar dan semena-mena. Kemudian manusia disuruh mengikuti aturannya.

Keberadaan dimensi sosial seperti bahagia, tentram, kebebasan dinafikan sebagai penyebab sehat atau sakit. Hanya dokter yang berpengalaman, senior dan tidak terkontaminasi pihak lain, masih mempertimbangkan dimensi sosial sebagai salah satu piranti orang menjadi sehat atau sakit. Nyatanya, banyak orang sakit disebabkan masalah beban kerja, tertekan. Sehat karena bisa merasa bahagia, senang, bebas dan lain sebagainya.

Sangat memprihatinkan, jika hampir semua penyakit dikaitkan dengan satu penyebab. Sangat tidak masuk akal, kalau kematian atau sakit, disebabkan komsumsi tembakau atau hasil olahannya (rokok). Sedangkan rokok bukan barang baru yang lahir kemarin sore. Rokok sudah ratusan tahun berada di bumi nusantara ini. Dakwaan tersebut tanpa dasar kuat, bahkan terkesan mengada-ada, atau pesanan pihak lain.

Realita lapangan tidak demikian, banyak sekali di desa-desa dijumpai orang lanjut usia, atau para orang tua mengkonsumsi rokok, dan masih mengerjakan aktifitas bertani dan aktifitas lainnya. Mereka terlihat masih sehat dan sangat bahagia saat menghisap rokoknya.

Masih ingat seorang kakek bernama Sodimedjo alias Mbah Gotho, asal Sragen. Ia baru meninggal diumur 146 tahun. The Guardian melaporkan bahwa Mbah Ghoto adalah seorang perokok berat, yang hidup lebih lama dari empat istrinya. Kisah Mbah Gotho seakan-akan tertelan bumi begitu saja, sama sekali tidak dilihat sebagai referensi oleh mereka anti rokok.

Menarik lagi, tulisan Sigit Budhi Setiawan dan Marlutfi Yoandinas, dalam buku berjudul “Mereka Yang Melampui Waktu Konsep Panjang Umur, Bahagia, Sehat dan Tetap Produktif”, di dalamnya mengulas kebiasaan dan kepribadian orang-orang lanjut usia, dan ternyata mereka merokok. Masih tetap hidup dengan umur panjang (diatas jauh rata-rata 60 tahun), badannya sehat, masih melakukan aktifitas, dan yang terpenting dengan merokok mereka merasa bahagia menikmati masa tuanya.

Kalau dibaca, buku tersebut berdasarkan survey bukan hanya asumsi belaka. Mereka berdua melakukan perjalanan menelusuri pulau-pulau di Nusantara, dan bahkan live in. Sehingga buku tersebut layak sebagai referensi, dalil dan jawaban terhadap tuduhan anti rokok.

Tuduhan, rokok mempercepat kematian. Dalam buku dengan judul di atas, ditemukan banyak orang-orang berumur panjang, dan bervarian ada yang sudah berumur 80an tahun bahkan ratusan tahun.

Tuduhan, rokok sebagai biang penyakit. Nyatanya, selain berumur panjang, jasmaninya masih kelihat segar, dan bahkan masijh melakukan aktifitas seperti biasa, berladang, membikin anyaman bambu, berdagang dan lain sebagainya.

Tuduhan, rokok penyebab impoten. Tuduhan ini salah besar, justru sebaliknya, rata-rata mereka (narasumber) mempunyai anak lebih dari dua, bahkan ditemukan punya anak belasan.

Tuduhan, rokok memiskinkan. Kalau dibaca dan dipahami dengan teliti, tidak ditemukan dengan merokok menjadikan jatuh miskin, tapi dengan merokok mereka merasa bahagia menikmati masa tuanya. Dengan merokok merasa sehat, dan dapat mengerjakan sesuatu dengan mandiri dan menghasilkan nilai ekonomi. Seperti menanam tanaman tembakau, ketela dan lain-lain, hasilnya untuk bekal hidup, membikin racikan jamu dan dijual dan masih banyak lagi aktifitas lainnya yang bisa dikerjakan dan mendatangkan uang.

Bagi mereka (kakek dan nenek umur panjang), tentang bahaya rokok yang di gembar gemborkan rezim kesehatan, tidak berpengaruh baginya. Seperti pernyataan Tju Njiat Fat umur 81 tahun (saat menjadi narasumber), hobinya tetap merokok dan ngopi, ia tidak takut pada penyakit akaibat kopi dan rokok. Penyakit menurutnya timbul dari hati tidak tenang atau takut, ketika takut dan pikiran tidak tenang berpengaruh pada daya tubuh.

Begitu juga yang dialami Sopawiro, kakek asli Bantul Yogyakarta umurnya 90an tahun. Di usia lanjutnya, ia lebih memilih hidup tidak berpikir neko-neko (membebaskan pikiran), selalu bersyukur dan menikmati kebiasaan merokok.

Pada intinya, dalam buku “yang melampui waktu”, tuduhan anti rokok tidak benar adanya (tidak berdasarkan fakta lapangan), buktinya fakta dilapangan banyak ditemuka usia lanjut merokok, mereka tetap sehat, bahagia, banyak anak, masih bisa beraktifitas dan bakan mandiri. Penyakit di hari tua, data dari pikiran, sehingga mereka lebih mengutamakan tidak berpikir yang aneh-aneh, yang penting hatinya bahagia dan tentram.

Sehat dan sakit, tidak selamanya dapat diukur dari macamnya virus. Dalam kehidupan yang terpenting merasakan bahagia, pola hidup seimbang, keluar dari pikiran jelek, dan rakus.

Seperti yang telah dikatakan dr. Bagus ahli syaraf dari Solo, kalau mengkonsumsi berlebihan dan serba kebanyakan kansumsi, menjadi pemicu penyakit dalam tubuh manusia, seperti kebanyakan makan nasi, badan akan terasa sakit.