Satu dari banyak asumsi yang dihembuskan akan bahaya rokok adalah pembakaran rokok dan asap yang dihasilkan. Menurut asumsi tersebut, penyebab utama penyakit berkaitan dengan merokok adalah Harmful and Potentially Harmful Constituents (HPHCs) yang dihasilkan dari pembakaran tembakau. Reaksi pembakaran dianggap menjadi penyebab utama pengeluaran bahan kimia berbahaya, tentu saja dalam asap rokok.
Maka, salah satu kampanye yang semakin gencar disuarakan terkait rokok adalah produk rokok dan produk nikotin tanpa asap. Dengan embel-embel kesehatan, ajakan berhenti merokok kini dipermanis dengan produk-produk tembakau dan nikotin tanpa asap.
Dahulu, nikotin dan tar dianggap paling membahayakan dari produk tembakau. Ini kemudian dijadikan alat untuk kampanye anti-rokok. Atas nama industri, pihak anti-rokok mengampanyekan agar pemerintah melakukan standarisasi kandungan nikotin dan tar dalam produk rokok.
Jika ditelaah pelan-pelan, kampanye pembatasan nikotin dan tar ini tentu saja menyerang langsung produk rokok kretek yang menjadi ciri khas produk rokok dalam negeri. Karena kita tahu bahwa kandungan nikotin dan tar dalam rokok kretek memang cukup tinggi dibanding rokok non-kretek.
Entah kampanye ini berhasil atau tidak, saya tidak tahu dengan pasti. Yang jelas, konsumsi rokok kretek di negeri ini masih tinggi. Dan saya yakin masih akan tetap tinggi ke depannya.
Kembali ke produk rokok dan nikotin tanpa asap. Sudah banyak perusahaan-perusahaan yang mengembangkan produk ini melakukan inovasi produknya. Dan mulai ditawarkan dan dipasarkan.
Sayangnya, produksi, promosi, dan distribusi produk rokok dan nikotin tanpa asap ini diiringi dengan kampanye yang menyerang produk rokok konvensional yang dibakar dan diisap. Lagi-lagi, isu kesehatan yang diangkat. Padahal, di balik itu semua, ini hanya semata perkara bisnis dan persaingan dagang saja. Yang diserang apalagi jika bukan produk rokok kretek yang memiliki pasar luas dan militan di negeri ini.
Lalu, bagaimana nasib rokok kretek ke depannya?
Bagi saya, rokok kretek masih akan menjadi produk yang banyak dikonsumsi di negeri ini. Sulit bagi perokok meninggalkan produk rokok kretek yang dibakar dan diisap kemudian menggantinya dengan produk rokok dan produk nikotin tanpa asap.
Saya menganalogikannya dengan produk buku konvensional dan produk rokok digital. Memang tidak terlalu pas untuk ukuran produk yang dibandingkan, namun ada kesamaan militansi kecintaan terhadap produk di sana. Para pencinta buku konvensional, mereka begitu menikmati membaca buku sembari membaui kertas, melipat-lipat dan membolak-balik lembar-lembar buku, dan beberapa kekhasan membaca buku konvensional lainnya yang mustahil didapat ketika kita membaca buku digital.
Pun begitu dengan rokok kretek. Ada kekhasan dan kenikmatan khusus yang didapat saat mengonsumsi sebatang rokok yang dibakar dan diisap, yang tidak bisa didapat dari produk rokok dan nikotin tanpa asap. Jadi, menurut saya, masa depan rokok kretek akan baik-baik saja selama regulasi tidak terlalu parah mendiskriminasi produk rokok kretek. Kalau sekadar kampanye bahaya rokok, rokok bebas asap, dan lain-lain dan seterusnya dengan alibi kesehatan, percayalah, rokok kretek akan tetap terus bertahan. Karena apa yang mereka kampanyekan, lemah dan melulu direpetisi.