CUKAI

Seharusnya DBHCHT untuk Membayar BPJS Petani

Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) merupakan hasil pungutan oleh negara di luar pajak yang diambil dari hasil olahan tembakau dalam bentuk cukai. Pengelolaan dan pengaturannya di bawah wewenang negara lewat representasi kementerian keuangan. Cukai merupakan salah satu penerimaan rutin negara yang persentasenya setiap tahun mencapai sekitar 10 persen dari total penerimaan negara. Dari total 10 persen penerimaan cukai itu, lebih dari sembilan persennya didapat dari cukai olahan tembakau yang langsung dipungut dari setiap batang rokok yang dibeli konsumen.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 222/PMK.07/2017 tentang penggunaan, pemantauan, dan evaluasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau, pada Bab II, perihal penggunaan DBHCHT, pasal 2 poin 1, 2, dan 3, DBHCHT digunakan untuk mendanai program/kegiatan:

  1. Peningkatan kualitas bahan baku
  2. Pembinaan industri
  3. Pembinaan lingkungan sosial
  4. Sosialisasi ketentuan di bidang cukai
  5. Pemberantasan barang kena cukai ilegal

Berdasarkan peraturan tersebut, minimal 50 persen DBHCHT digunakan dan diprioritaskan untuk mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional. Seluruh program/kegiatan yang menggunakan dana DBHCHT juga harus menyesuaikan dengan APBD di setiap daerah penerima DBHCHT yang tiap daerahnya mendapat alokasi dana paling besar sebanyak dua persen.

Berdasarkan amanat peraturan menteri tersebut, sejauh ini DBHCHT di daerah-daerah diprioritaskan guna mendukung pembangunan fasilitas-fasilitas kesehatan. Di Garut, Temanggung, Kediri, Kudus, Probolinggo, Jember, dan beberapa wilayah lainnya, fasilitas kesehatan yang sudah berdiri dan beroperasi atau yang sedang dalam tahap pembangunan bisa dilihat langsung sebagai bukti realisasi.

Selain pembangunan fisik fasilitas kesehatan, DBHCHT juga dialokasikan untuk membayar jaminan kesehatan warga beberapa daerah yang menerima DBHCHT. Kediri dan NTB sebagai contoh. Di Kediri, pemerintah Kota Kediri mengalokasikan DBHCHT yang mereka terima untuk membayar asuransi kesehatan warganya. Di NTB, pajak yang diterima provinsi dari rokok digunakan untuk mendaftarkan 30.000 warganya ditambah 4.500 bayi yang baru lahir pada asuransi Jaminan Kesehatan Nasional lewat skema BPJS.

Kabar yang menggembirakan lainnya, beberapa kali dana cukai tembakau lewat perintah menteri keuangan langsung juga digunakan untuk menutup defisit BPJS nasional. Maka, tak bisa dimungkiri, Industri Hasil Tembakau lewat cukai dan pajaknya berperan besar pada keuangan negeri ini hingga turun ke daerah-daerah lewat skema DBHCHT dan pajaknya. Dampak langsung begitu terasa di banyak tempat. Lewat skema ini pula, Kabupaten Temanggung berhasil meraih predikat kabupaten dengan pembangunan kesehatan terbaik di provinsi Jawa Tengah.

Lalu bagaimana dampak DBHCHT kepada petani tembakau dan cengkeh di negeri ini?

Tentu saja besarnya dana yang dihasilkan dari Industri Hasil Tembakau lewat skema cukai dan pajak tak bisa dilepaskan dari peran sentral petani tembakau dan cengkeh di negeri ini. Produk rokok kretek yang menjadi primadona di negeri ini, bahan bakunya didapat dari para petani tembakau dan petani cengkeh di penjuru nusantara.

Memang ada amanah penggunaan DBHCHT untuk peningkatan kualitas bahan baku. Akan tetapi skema yang berjalan kini, mentok di penyuluh-penyuluh pertanian dan tidak benar-benar dirasakan manfaatnya oleh petani. Sering kali penyuluh pertanian memberikan masukan-masukan yang kontradiktif dengan fakta di lapangan yang ditemukan petani. Alih-alih meningkatkan kualitas bahan baku, para petani sekadar dibebankan membeli pupuk bersubsidi yang dananya diambil dari DBHCHT. Yang paling parah, tentu saja dialami oleh petani-petani cengkeh yang letaknya jauh dari pusat pemerintahan. Banyak dari mereka yang sama sekali belum merasakan langsung DBHCHT yang semestinya mereka terima sesuai amanat peraturan pemerintah.

Kontradiksi lainnya yang lumrah terjadi di lapangan, DBHCHT malah digunakan untuk melakukan sosialisasi dan membeli bibit baru sebagai ganti tanaman tembakau dan cengkeh yang merupakan bahan baku rokok kretek. Alih-alih meningkatkan kualitas bahan baku, petani dipaksa untuk mengganti tanaman tembakau dan cengkeh mereka dengan tanaman lainnya yang tidak berhubungan dengan industri hasil tembakau dengan alasan kesehatan.

Maka sudah saatnya kini petani sebagai produsen bahan baku industri yang mampu menyumbangkan pemasukan besar bagi negara merasakan langsung DBHCHT tersebut. Bukan lagi skema tipu-tipu yang kontradiktif dan malah merugikan mereka. Salah satu skema yang tepat menurut kami dan tidak bertentangan dengan peraturan menteri keuangan terkait penggunaan DBHCHT adalah, dana tersebut dialokasikan khusus untuk mendaftarkan dan membayar iuran BPJS para petani tembakau dan cengkeh di negeri ini. Lewat skema ini, bukan hanya tepat sasaran dan manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh petani dan keluarga mereka, namun ini juga sesuai dengan amanat undang-undang dan tidak melenceng dari peraturan yang ada.