Bahan kimia lain yang ditemukan dalam rokok elektrik dapat meningkatkan peradangan pada lapisan pembuluh darah. Itu dapat menyebabkan pembentukan gumpalan, menyumbat arteri dan menyebabkan stroke, kata Dr. Paul Ndunda. (Sumber)
Banyak kalangan menganggap, rokok elektrik atau sering dikenal dengan vape adalah alternatif sehat meski tetap merokok. Asumsi rokok elektrik lebih sehat sering digaungkan dan kali pertama ia muncul dengan tujuan menghentikan kebiasaan rokok konvensional. Sehingga banyak konsumen yang akhirnya berpindah haluan dari rokok konvensional ke rokok elektrik.
Ternyata, hasil riset Dr. Paul Ndunda berkata lain. Vape dapat meningkatkan kemungkinan terjangkit penyakit kardiovaskular, yaitu stroke, serangan jantung atau penyakit jantung, atau biasa disebut penyakit kardiovaskular.
Baca: Masa Depan, Rokok Elektrik, dan Semangat Alternatif yang Sia-Sia
Penjelasan lain mengenai apa itu penyakit kardiovaskular dapat dilihat dan ditelusuri di wikipedia.org, yaitu penyakit kardiovaskular yang umum adalah:penyakit jantung iskemik (ischemic heart disease) (IHD), stroke, penyakit jantung akibat tekanan darah tinggi (hypertensive heart disease), penyakit jantung rematik (rheumatic heart disease) (RHD), pembesaran aorta (aortic aneurysm), cardiomyopathy, atrial fibrillation.
Kembali pada pernyataan Dr. Paul Ndunda, bahwa vape mempunyai efek samping negatif bagi penikmatnya. Dijelaskan potensi vapers (julukan bagi penikmat vape) terjangkit penyakit kardiovaskular sangat tinggi dua kali lipat dibanding dengan orang yang bukan penikmat vape.
Hasil riset yang dilakukan Dr. Paul Ndunda ini bekerjasama dengan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika. Dalam pengumpulan datanya dilakukan terhadap 400.000 peserta Sistem Surveilans Faktor Risiko Perilaku.
Riset ini, sebagai lanjutan dari hasil riset yang telah dilakukan oleh lembaga-lembaga lain tentang vape. Untuk itu, karena riset terbaru, sudah selayaknya menjadi jawaban tentang keberadaan vape yang selama ini terjadi debatable apakah lebih menyehatkan atau tidak. Dan sudah pasti dalam membangun paradigma riset, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika berlandaskan adanya debatable tersebut.
Baca: Riset Kesehatan Rokok Elektrik
Hasil riset di atas, memperjelas bahwa keberadaan vape banyak dampak penyakit yang ditimbulkan. Inti riset di atas, memperjelas bahwa vape bukan rokok yang menyehatkan.
Jika ada yang menganggap bahwa merokok vape lebih menyehatkan, sudah terbantahkan dari hasil riset Dr. Paul Ndunda bekerjasama dengan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika tersebut.
Apalagi jika anggapan tersebut hanya asumsi, tidak berdasarkan riset, maka hal tersebut tidak bisa sebagai landasan informasi atau sebagai dasar penentuan hukum dan kebijakan.
Sebagai contoh yang terbantahkan dari hasil riset di atas adalah, keputusan bagian Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU dilakukan pada Senin tanggal 18 Februari 2019, dengan agenda bedah buku tentang “Kebijakan Produk Tembakau Alternatif di Indonesia” di Ponpes Lirboyo, Kota Kediri. Dilansir dari detiknews, hasil bedah buku tersebut mendukung inovasi produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik (vape). Asumsi dasarnya adalah mendorong pengurangan risiko kesehatan, dengan bersandar hasil riset terdahulu tentang produk tembakau alternatif.
Salah satunya memakai dasar hasil riset Public Health England, dalam Departemen Kesehatan dan Pelayanan Sosial di Inggris pada 2018 berjudul ‘Evidence Review of E-Cigarettes and Heated Tobacco Products 2018’, penggunaan produk tembakau alternatif memiliki risiko kesehatan 95 persen lebih rendah dibandingkan rokok konvensional.
Sedangkan riset yang terbaru dilakukan Dr. Paul Ndunda ini bekerjasama dengan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika, menyimpulkan bahwa rokok elektrik (vape) sangat membahayakan bagi penikmatnya.
Untuk itu, keputusan Lakpesdam PBNU di atas, perlu dikaji ulang, dan tidak bisa sebagai rujukan dan referensi kuat guna mendukung pengembangan rokok elektrik di Indonesia umumnya, dan khususnya dikalangan warga NU.
Alasannya; pertama; dari dulu keberadaan rokok elektrik (vape) masih debatable, dan kemudian hanya hasil riset Public Health England yang diambil sebagai referensi. Kedua, hasil riset terbaru, menyatakan bahwa rokok elektrik (vape) sangat berisiko terjangkit penyakit kardiovaskular. Ketiga; hukum rokok konvensional bagi Ulama’ dari dulu hingga sekarang masih terjadi ketetapan diperbolehkan. Keempat; keberadaan rokok elektrik dengan penggunaan produk tembakau alternatif, akan membunuh perekonomian petani tembakau dan cengkeh yang ada di Indonesia. Seharusnya, keberadaan mereka terlindungi oleh NU, karena mayoritas petani tembakau dan cengkeh di Indonesia adalah warga NU. Kelima; produk rokok konvensional berupa kretek adalah asli Indonesia dan perkembangannyapun di daerah basis NU. Rokok elektrik (vape) adalah produk luar yang tujuannya menggerus keberadaan rokok kretek. NU harusnya melindungi produk pribumi, bukan sebaliknya, karena giroh pendirian NU adalah nasionalisme.
Menjadi rancu, dimana acara yang dilaksanakan Lakpesdam PBNU adalah bedah buku, namun ujung ujungnya bahasan acara tersebut mengkritisi pungutan pemerintah terhadap cukai produk tembakau alternatif berupa rokok elektrik (vape). Apalagi alasan yang dibangun adalah produk tembakau alternatif (vape/rokok elektrik) merupakan hasil dari pengembangan teknologi dan bernilai positif.
Jelas-jelas rokok elektrik (vape) adalah produk luar, sudah sewajarnya harus membayar pajak, dan harus tinggi. Memang, rokok elektrik dari hasil inovasi pengembangan teknologi, tapi nyatanya berisiko terjangkit penyakit sangat besar. Darimana nilai positifnya?.Untuk itu, Lakpesdam PBNU harus mengkaji lebih dalam lagi tentang produk tembakau alternatif berupa rokok elektrik (vape) dengan mempertimbangkan hasil riset Dr. Paul Ndunda bekerjasama dengan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika, dan mempertimbangkan keberadaan petani tembakau juga cengkeh, dalam rangka memperkuat Nasionalisme.