PERTANIAN

Keberhasilan Gerakan Anti-Tembakau: Tak Ada Tembakau Saat Musim Hujan di Indonesia

Belakangan ini, ketika musim hujan tiba, di Kabupaten Temanggung, Kabupaten Jember, dan beberapa wilayah sentra pertanian tembakau lainnya, hampir mustahil menemukan tanaman tembakau tumbuh di lahan-lahan milik petani. Di wilayah-wilayah tersebut, citra sebagai sentra pertanian tembakau seakan menguap. Lahan-lahan yang ada di sana, sama sekali tidak ditumbuhi tanaman tembakau.

Kabar ini bisa jadi dianggap sebagai kabar gembira bagi mereka yang menganggap diri dan kelompoknya anti-rokok dan anti-tembakau yang selalu mengampanyekan sikap-sikap mereka terkait kebencian kepada tembakau dan aktivitas merokok. Setelah sekian lama berjuang, akhirnya perjuangan mereka dirasa berhasil usai menyaksikan fenomena lahan-lahan di wilayah yang dianggap sentra pertanian tembakau pada hari-hari belakangan ini.

Baca juga: Antirokok, Selingkuh Lembaga dan Organisasi di Indonesia dengan Kepentingan Asing

Tak sia-sia turun ke jalan, tak sia-sia melakukan lobi-lobi ke penguasa, tak sia-sia mengucurkan uang yang tidak sedikit, dan tak sia-sia mempermalukan diri dengan mengemis ke lembaga donor asing dan menggondol uang dari cukai tembakau untuk mengampanyekan gerakan anti-rokok dan anti-tembakau. Tak sia-sia. Karena perjuangan sepertinya berhasil.

Kampanye-kampanye gerakan mengganti tanaman tembakau dengan tanaman lainnya, sepertinya juga sangat berhasil. Bagaimana tidak? Wilayah-wilayah yang sebelumnya penuh dengan tanaman tembakau dan bergeliat dengannya, kini lahan-lahannya sudah berganti dengan tanaman lain. Sebuah keberhasilan yang menggembirakan. Begitu mungkin pikir mereka para yang menganggap dirinya pejuang anti-rokok dan anti-tembakau. Dan tentu saja mereka akan kecele dan kita akan menertawakan hal itu.

Sayangnya, mereka yang menganggap dirinya anti-rokok dan anti-tembakau tidak menyaksikan langsung fenomena ini di lapangan, di lahan-lahan yang peruntukannya berubah pada hari-hari belakangan ini ketika memasuki musim hujan. Mereka asyik duduk pada kursi empuk di ruang-ruang nyaman ber-AC di kota-kota yang jauh dari kultur pertanian. Mereka menyengajakan diri menjadi elit dan enggan untuk turun melihat langsung ke lapangan. Kalaupun ada yang turun langsung ke lapangan, hanya segelintir saja dari mereka, itupun sekadar formalitas saja. Tak pernah benar-benar mau turun ke lapangan, hidup dan merasakan langsung kultur pertanian tembakau dalam jangka waktu cukup lama di lapangan.

Baca juga: Antirokok Mari Bahagia Bersama Perokok

Fenomena ini membikin kita tak bisa melihat mereka para anti-rokok kecele lalu menertawakan mereka. Fenomena keengganan terjun langsung ke lapangan terlebih mencoba mendengar mereka yang tetap menanam tembakau, juga menjalani keseharian dalam waktu cukup lama bersama petani tembakau inilah yang saya kira menjadikan mereka tetap keras kepala untuk anti-rokok dan anti-tembakau. Karena jika mereka mau melakukan itu, saya yakin mereka semua tidak akan begitu kaku dalam memandang pertanian tembakau dan produk hasil industri tembakau.

Salah satu yang selalu mereka kampanyekan dan ngotot dengan itu, terkait hulu pertanian tembakau adalah mengganti tanaman tembakau dengan tanaman lainnya. Mereka berargumen banyak tanaman lain yang bisa semenguntungkan tanaman tembakau. Keengganan mereka terjun langsung ke lapangan inilah yang membikin mereka buta dengan kondisi pertanian tembakau dan pada akhirnya terus menerus mengampanyekan pergantian tanaman tembakau dengan tanaman lainnya.

Baca juga: Imanlah kepada Allah, Bukan Antirokok

Tembakau tanaman yang khas. Ia hanya tumbuh baik sepanjang empat hingga lima bulan dalam satu tahun. Tumbuh-kembang tanaman tembakau dengan baik itu umumnya terjadi pada musim kemarau setiap tahunnya. Hanya sedikit sekali jenis tembakau yang tumbuh baik di musim penghujan, mayoritasnya, tumbuh baik pada musim kemarau.

Jika ditanam pada musim hujan, hampir bisa dipastikan tanaman tembakau akan gagal menghasilkan daun-daun yang berkualitas. Ia akan rusak dan membusuk karena terlalu banyak terkena air sehingga daun-daun itu tak layak dijual. Jangankan bisa dijual, untuk tumbuh dengan baik pun sepertinya sulit karena musim hujan akan membunuh banyak tanaman itu.

Maka, tak heran pada musim-musim seperti saat ini, ketika musim penghujan mendekati puncaknya, di wilayah-wilayah yang dikenal sebagai sentra pertanian tembakau, sulit menemukan pohon tembakau yang sedang tumbuh. Pada lahan-lahan yang sebelumnya ditumbuhi tanaman tembakau pada musim panas, berganti tanaman-tanaman lain yang bermacam-macam, sesuai dengan kondisi lahannya. Untuk lahan sawah, lahan-lahan itu pada musim penghujan kini ditumbuhi tanaman padi yang subur. Pada lahan tegalan dan lahan di pegunungan, lahan-lahan yang ditanami tembakau pada musim kemarau, saat ini ditumbuhi bermacam jenis tanaman mulai dari cabai, bawang, tomat, kol, terong, mentimun, dan ragam jenis tanaman semusim lainnya.

Uniknya, tipikal tanaman tembakau yang tumbuh baik di musim kemarau ini memberi pilihan lebih kepada para petani. Lahan-lahan yang sulit ditanami pada musim kemarau, pada akhirnya masih bisa tetap produktif dengan keberadaan tanaman tembakau.

Maka, kampanye aneh mengganti tanaman tembakau dengan tanaman lain dengan ragam rupa dalih yang membingungkan, bukan saja sama sekali tidak tepat dan asal-asalan, namun bisa jadi akan ditertawakan oleh para petani yang begitu paham dengan kondisi lahan dan terutama kondisi iklim dan cuaca. Sulit mencari tanaman semusim yang bisa tumbuh baik di musim kemarau. Jika pun ada, tak ada yang semenguntungkan tanaman tembakau.