REVIEW

Masa Depan, Rokok Elektrik, dan Semangat Alternatif yang Sia-Sia

Seringkali saya menyaksikan berbagai film baik itu Eropa atau Asia yang menggambarkan tentang masa depan. Pemandangan soal masa depan tersebut dihadirkan dengan gambaran kecanggihan teknologi seperti robot yang akan membantu kehidupan manusia, gedung-gedung yang tingginya sudah amat tak bisa ditandingi,  hingga mobil-mobil yang bisa terbang.

Pernah dalam masa kecil saya menyaksikan sebuah film animasi buatan jepang yang mempertanyakan tentang makanan di masa depan. Dengan santai salah satu tokoh yang berasal dari masa depan itu menjawab bahwa suatu saat nanti manusia akan mengonsumsi makanan berupa pasta gigi namun dengan rasa yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa, aneh!

Seiring waktu berjalan saya kian tumbuh dewasa dan punya kesadaran untuk memilih menjadi seorang perokok. Saya juga melihat ada sebuah inovasi dan gambaran tentang masa depan yang hadir dalam kehidupan sekarang. Banyak memang, namun yang menyita perhatian saya adalah rokok elektrik atau yang populer disebut Vape. Konon katanya ia adalah produk inovasi untuk menjembatani kebutuhan menghisap asap dan kecanggihan masa depan.

Di awal kehadirannya Vape memang mengundang decak kekaguman saya. Bagaimana bisa sebuah mesin kecil mengeluarkan asap yang katanya lebih menyehatkan daripada rokok. Meski pada akhirnya teori tersebut juga bisa dibantah oleh beberapa ilmuan dunia. Tapi ada satu yang saya amati selain soal kesehatan, rokok elektrik rupanya menghadirkan kultur dan budaya baru dalam kehidupan masyarakat.

Baca Juga: LAGI-LAGI IKLAN ROKOK, KAPAN KPAI TIDAK TEBANG PILIH?

Kehadiran teknologi memang kerap sedikit atau benyak mengubah gaya atau kultur suatu masyarakat. Begitu pula yang saya perhatikan dengan rokok elektrik. Satu hal yang mudah diamati adalah menjamurnya toko-toko kecil yang menjual vape serta liquid di berbagai tempat. Sebagai sebuah warna baru dalam masyarakat, penggunanya ramai-ramai mengunjungi tempat tersebut berinteraksi dengan penikmat lainnya dan membangun sebuah rumah komunitas yang fleksibel.

Meski belum bisa dikatakan memiliki jumlah penikmat yang setara dengan para perokok, pengguna Vape mulai menunjukkan eksistensinya. Selain toko yang tersebar, ragam acara juga mereka buat di beberapa daerah. Dalam lingkungan saya, beberapa teman yang dulunya merupakan perokok aktif tertarik mengikuti event tersebut dan beralih mengisap rokok elektrik.

Nun jauh di sana, di Amerika Serikat tepatnya, budaya Vape juga sudah mulai berkembang lama ketimbang di Tanah Air. Penikmatnya terbagi menjadi dua, ada yang dulunya bekas perokok dan ada yang memang menikmatinya sebagai gaya hidup. Wajar saja mengingat facebook tak memperbolehkan iklan tembakau di platform mereka, sebaliknya iklan tentang vape justru bertebaran.

Menjadi budaya baru yang berkembang di berbagai belahan dunia bahkan di Indonesia, Vape konon menjadi alternatif yang lebih bermanfaat daripada rokok. Dalih yang diusung selalu sama kepada para perokok tradisonal yaitu soal kesehatan dan lebih irit. Soal kesehatan tentu ada beberapa pendapat para ilmuan yang membantahnya, namun soal irit, saya rasa tidak. Memang satu liquid bisa digunakan untuk beberapa Minggu, akan tetapi yang saya lihat di lapangan justru sebaliknya.

Beberapa penikmat rokok elektrik kerap berbelanja liquid yang mereka idamkan. Terkadang, hal tersebut yang membuat mereka boros karena terus mengeksplor rasa mana yang mereka idam-idamkan. Tak jarang juga liquid dengan harga mahal hingga ratus ribuan akan mereka beli. Sebaliknya, para perokok konvensional justru kerap bertahan dengan satu rasa atau merek saja.

Sedikit berbeda dengan penikmat rokok konvensional atau kretek. Mengingat rokok kretek sudah menjadi kebudayan lokal yang terus dipertahankan selama bertahun-tahun, kehadirannya sudah mewarnai khasanah keindonesiaan. Perokok kretek juga sudah punya soliditas luar biasa yang terbentuk sejak lama dan terus terbangun mengiringi peradaban di Indonesia atau dunia.

Kini, perokok elektrik mulai merasakan kegelisahan. Beberapa negara mulai menerapkan peraturan ketat terhadap Vape, sedangkan di Indonesia biaya cukai pun kini mulai diberlakukan terhadap perdagangan rokok elektrik. Keberadaannya di mata negara pun mulai dianggap sama seperti rokok, meski pada awalnya rokok elektrik hadir dengan slogan-slogan produk alternatif yang lebih menyehatkan (katanya).


Tapi jika kemudian di masa depan memang rokok elektrik yang kemudian menjadi sesuatu yang populer dan dinikmati banyak orang. Rasanya saya tetap ingin hidup di jaman ini, dengan sebatang kretek di tangan dan menikmati segala khasanah kebudayaan yang patut terus dipertahankan.