OPINI

Rokok Kretek sebagai Inovasi Budaya Asli Indonesia

Rokok kretek termasuk kebiasaan menghisapnya adalah warisan budaya hasil kreasi individu-individu maupun kelompok-kelompok masyarakat di wilayah nusantara yang tak terpisahkan dari keseharian hingga saat ini. Kebiasan ini lahir dari kebiasaan serupa yang dibawa oleh orang-orang Eropa yang masuk ke Indonesia sekitar abad XV yang sebenarnya juga merupakan adopsi mereka terhadap kebiasaan orang-orang di kepulauan Karibia dan daratan Amerika Tengah dan Selatan. Hanya saja, kebiasaan merokok orang Indonesia berkembang dengan inovasi-inovasi yang memiliki kecenderungan terhadap budaya lokal seperti menambahkan cengkeh dan ramuan saus pada rokok yang kemudian disebut rokok kretek.

Menurut Melville J. Herkovits dan Broinslaw Malinowski, segala sesuatu yang berkembang di dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki masyarakat tersebut (cultural determinism). Hal inilah yang berlaku pada proses lahirnya rokok kretek di Nusantara. Kebudayaan suku-suku bangsa yang secara geografis menempati kepulauan tropis-vulkanis yang kaya akan varietas flora dan fauna ini, cenderung bertradisi meramu banyak unsur yang tersedia di alam sekitar pada apa yang dikonsumsi untuk mendapatkan kenyamanannya dalam bertahan hidup dan berkembang.

Baca: Dua Bungkus Rokok Pemberian Jagat Pico

Rokok kretek juga lahir dari kebiasaan meramu ini. Meskipun orang Eropa yang mengenalkan budaya menghisap rokok yang komposisinya murni tembakau, atas dasar kebiasaannya, orang-orang di nusantara kemudian mencampurkan aneka bahan ke dalam rokok mereka untuk memperoleh rasa yang diinginkan. Adopsi ini merupakan usaha pe’lokal’an kebiasaan merokok yang merupakan narkose baru bagi masyarakat lokal yang sebelumnya sudah memiliki kebiasaan mengunyah pinang. Pengaruh adat dan kebiasaan lokal ini melahirkan budaya yang sama sekali baru dan tidak dijumpai baik di Eropa maupun di Karibia dan dataran Amerika sebagai asal dari kebiasaan tersebut.

Baca: Kretek dalam Pusaran Budaya Indonesia

Masyarakat Nusantara lambat laun mengadopsi kebiasaan merokok dari para bangsawan dan penjajah. Terdapat beberapa sumber yang mengatakan bahwa laporan dari para utusan VOC pun mengatakan bahwa Sultan Agung juga menghisap rokok menggunakan Pipa. Sementara itu, sumber lokal yang berkaitan dengan ini yakni Babad Ing Sangkala menyebutkan bahwa para raja sudah mengkonsumsi rokok tembakau pada masa Mataram Islam di bawah kepemimpinan Panembahan Senopati.

Para priyayi dan masyarakat bawah mengembangkan kebiasaan menghisap rokok dengan mencampur beberapa unsur perasa dan aroma lokal yang sudah lebih tua sejarah penggunaannya seperti uwur, klembak, menyan, sampai cengkeh. Ini dimaknai sebagai lahirnya kebiasaan baru bagi masyarakat nusantara.

Hal tersebut dinilai tidak aneh karena masyarakat agraris yang meski sebelah kakinya telah melangkah ke alam industri ini, seperti kita ketahui bersama, masih berada pada masa kesadaran mistis. Kebiasaan membakar rokok klembak, opium, hingga menyan sudah menjadi salah satu hal wajib dalam pelaksanaan ritual spiritual Kejawen. Sesajen berupa rokok kretek dan minuman favorit seperti kopi atau the untuk mendoakan ketenangan bagi leluhur biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Baca: Kretek di Tengah Fasisme Kesehatan

Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan setidaknya berupa sandwich tiga lapisan elemen dasar sebuah masyarakat, yakni: pertama kompleks ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, selera, dan peraturan-peraturan; kedua, kompleks aktivitas kelakuan berpola dalam masyarakat, atau ritual dan adat kebiasaan; ketiga, adalah kompleks bentuk fisik atau kebendaan.

Dalam lapisan kedua, kebiasaan merokok sudah menjadi tradisi selama ratusan tahun yang biasa dilakukan ketika mereka berkumpul atau beristirahat menenangkan diri. Sementara dalam lapisan ketiga, rokok kretek sendiri adalah orisinil dengan campuran cengkeh dan berbagai saus yang asli Indonesia.

Dengan demikian tradisi merokok kretek dapat disebut sebagai adat kebiasaan atau kebudayaan asli Indonesia (nusantara). Hal tersebut kemudian memberikan banyak asumsi diantaranya bahwa rokok kretek mungkin lebih cocok dikonsumsi di daerah kepulauan tropis. Asumsi lain adalah bahwa bangsa-bangsa nusantara adalah bangsa yang dapat menerima kebiasaan dari luar tapi bukanlah bangsa penjiplak. Hal lainnya lagi adalah bangsa nusantara adalah bangsa yang inovatif dan memiliki citarasa tinggi.