REVIEW

Tionghoa dan Sejarah Pertembakauan Nusantara

Tahun Baru Imlek yang merupakan tradisi Bangsa Tiongkok kini sudah tak lagi menjadi hal yang asing bagi masyarakat Indonesia. Kehadirannya sudah mewarnai dan berakulturasi dengan tradisi lokal. Menjelang Tahun Baru Imlek. Berbagai hiasan dan kemeriahan terjadi beberapa titik di Tanah Air. Perayaannya juga menjadi destinasi baru yang mengasyikkan untuk dilihat dan patut disaksikan.

Berterimakasihlah kepada sang bapak bangsa, KH Abdurrahman Wahid atau yang dikenal dengan nama Gus Dur. Berkat kebijakannya saat menjadi Presiden Indonesia, Tahun Baru Imlek resmi dijadikan hari libur nasional dan dianggap sebagai salah satu hari raya di Tanah Air. Meski sentimen antitionghoa masih ada di sana-sini, tapi tetap tak bisa dipungkiri bahwa bangsa tionghoa sudah bersentuhan dengan budaya lokal dalam kurun waktu yang sangat panjang.

DNA Bangsa Tionghoa yang memang merupakan pedagang menjadi pembuka kisah interaksi antara nenek moyang berbagai suku di Nusantara dengan mereka. Beberapa kelenteng-kelenteng yang tersebar pada berbagai pesisir daerah di Nusantara jadi buktinya. Pelabuhan-pelabuhan tua di tanah air dan ramainya perdagangan di pesisir mempermudah bangsa kita berhubungan dengan Bangsa Tionghoa.

Baca Juga: Wong Kalang dan Kota Gede

Ada beberapa catatan sejarah yang menyebutkan bahwa kehadiran Bangsa Tionghoa di Nusantara tak hanya sebagai pedagang, namun juga sebagai pekerja (bahkan hingga pekerja kasar). Benny Setiono, seorang sejarahwan menyebutkan bahwa antara tahun 1760-1770 dalam jumlah yang besar memasuki nusantara melalui Kalimantan Barat. Mereka bekerja sebagai kuli pertambangan di sana dan di kemudian hari membentuk sebuah republik bernama Republik Lanfang yang konon katanya menjadi republik pertama di Asia Tenggara.

Rombongan pekerja dari Tiongkok tak hanya masuk melalui Kalimantan, catatan sejarah menyebutkan bahwa banyak juga yang tersebar di Sumatera. Jika di Kalimantan mereka dipekerjakan sebagai kuli tambang, berbeda dengan di Sumatera yang dijadikan petani tembakau. Karl Pelzer dalam buku Toean Kebun Toean Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria menyebutkan bahwa awalnya ada 120  buruh Tionghoa yang dipekerjakan.

Baca Juga: Imlek dan Indonesia

Jacobus Nienhuys seorang warga Belanda menjadi orang yang membawa 120 buruh Tionghoa tersebut untuk merawat usaha pertanian tembakaunya di daerah Deli. Sebelumnya ia mempekerjakan buruh asal Batak dan Melayu yang kemudian ia berhentikan mengingat kecakapan dalam bekerja. Berkat tangan-tangan buruh Tionghoa, bisnis Nienhuys kemudian sukses dan di kemudian hari tembakau Deli memiliki pamor di dunia.

Lonjakan imigrasi meningkat pada 1883 di mana diceritakan ada sekitar 21.000 buruh Tionghoa yang datang. Angka tersebut sempat naik pada 1890 meski pada akhirnya memasuki abad 20 ada regulasi yang memperketat urusan imigrasi itu. Pada 1930 angka buruh Tionghoa di perkebunan tembakau Deli merosot akibat depresi ekonomi.

Berpindah ke Pulau Jawa, muncul sosok asal Tionghoa yang disebut sebagai pemburu tembakau handal bernama Yap Kay Tjay. Dia hadir di tanah air untuk menelusuri bukit-bukit dan sawah di Jawa untuk mencari tembakau berkualitas mulai dari Madura, Bojonegoro, Paiton, Kasturi, hingga di daerah Jawa Tengah seperti Mranggen, Weleri, Temanggung, Boyolali, Muntilan, Wonosobo, dan Garut Jawa Barat.

Baca Juga: Cebong dan Kampret, Merokoklah Agar Rileks Menerima Perbedaan

Nama Yap Kay Tjay yang notabene berasal dari Tiongkok tak bisa dipisahkan dari kemajuan tembakau di Indonesia yang kini sudah melegenda di dunia. Warisannya bagi dunia tembakau adalah toko tua bernama ‘Mukti’ yang terletak di Jalan KH Wahid Hasyim Nomor 2A Kranggan Semarang. Kabarnya, tempat tersebut menjadi toko tembakau tertua yang pernah ada di Indonesia.

Interaksi yang terjalin sudah begitu lama dengan Bangsa Tionghoa memang mewarnai dinamika perjalanan Indonesia. Bukan hanya perdagangan, sejarah pertembakauan di Indonesia juga ada andil dari Bangsa Tionghoa yang bisa disebut sebagai saudara dari masyarakat di nusantara. Selamat Tahun Baru Imlek 2570, Gong Xi Fa Cai!