Ketika pemenang Oscar award 2019 ini telah diumumkan, saya kaget. Kok bisa film Green Books yang justru jadi pemenang. Dalam kondisi itu saya memang belum menyakiskan film tersebut, saya justru punya keyakinan bahwa film Black Panther atau Bohemian Rhapsody lah yang bakal menyabet gelar film terbaik tahun ini. Apalagi nama film terakhir cukup memberi pengaruh kepada publik. Buktinya? Banyak tuh yang mulai menyetel kembali lagu-lagu Queen, hehehe.
Di malam penganugerahan Oscar Award, Green Book tak hanya mendapatkan gelar film terbaik di 2018, nominasi lainnya seperti original screenplay dan pemeran pendukung terbaik juga mereka menangkan. Sayangnya, tokoh utama di film tersebut, Tonny Lip Vallelonga yang diperankan oleh Viggo Mortensen tak menjadi yang terbaik. Pemeran film terbaik tentunya disabet oleh Rami Malek yang tampil hebat memainkan peran sebagai Freddie Mercurie dalam film Bohemian Rhapsody.
Baca: Cigarettes After Sex, Benarkah Nikmat?
Film-film yang mengandung unsur politik memang merajai penganugerahan Oscar Award dalam tiga tahun terakhir. 2017 lalu, film moonlight tentang perjuangan keturunan afrika-amerika yang hidup dalam bisnis narkotika menjadi pemenangnya. Sedangkan tahun sebelumnya, The Shape of Water malah jadi pemenangnya. Film ini juga diangkap merepresentasikan sebagai perjuangan dari kaum minoritas di Amerika Serikat.
Sebenarnya apa yang membuat Green Book meniadi begitu istimewa? Film bergenre drama yang disutradarai oleh Peter Farelly ini memuat kisah yang memang istimewa, terlebih percakapan yang hadir sepanjang film bisa dikatakan sangat berkualitas. Secara pengambilan gambar, film ini memang tak serumit yang lainnya, akan tetapi kisah yang ditawarkan cukup membuat anda berdecak kagum.
Bermula dari seorang pria keturunan Italia-Amerika bernama Tonny Lip Vallelonga yang sedang mencafi pekerjaan baru. Pria yang sebelumnya bekerja di bar tersebut harus diberhentikan sementara karena bar tempat ia bekerja mengalami pemugaran. Pada dasarnya Tonny Lip Vallelonga adalah seorang yang sedikit rasis, namun pekerjaan barunya dengan tawaran uang yang cukup menggiurkan membuatnya harus bekerja menjadi seorang supir dengan majikan yang seorang pria berkulit hitam bernama Donald Walbridge Shirley atau Dr. Shirley.
Baca: Dua Bungkus Kretek Pemberian Jagat Pico
Awalnya Tonny Lip Vallelonga merasa ditipu karena ia sebenarnya bukan bekerja untuk seorang dokter. Dr. Shirley sejatinya adalah seorang pianis handal yang akan menjalani tur konsernya di Amerika Serikat. Tokoh yang diperankan oleh Mahershala Ali membutuhkan seorang supir yang tangguh serta mau menjadi asisten pribadi dan manajer turnya. Awalnya, Tonny Lip Vallelonga cukup kesal dan menolak pekerjaan itu karena dianggap terlalu berat dan berlebihan. Namun, rayuan maut dari sang majikan membuatnya mau ikut.
Sepanjang perjalanan dan konser, pemandangan diskriminasi kepada kaum kulit hitam jadi konflik utama dalam film ini. Berbagai diskriminasi tersebut cukup membukakan mata hati Tonny Lip Vallelonga yang tadinya seorang rasis menjadi sosok yang toleran. Perubahan juga dialami oleh Dr. Shirley, kebiasaan-kebiasaan nyentrik yang dilakukan oleh supir sekaligus sahabatnya tersebut membuatnya menjadi sosok yang lebih cair dan tak kaku. Sekali lagi, film ini memiliki kekuatan dalam percakapan, tonton saja adegan saat Tonny Lip Vallelonga memakan Ayam KFC di dalam mobil, itu sangat menggemaskan.
Sebagai penutup, Tonny Lip Vallelonga yang menjadi tokoh utama dalam film Green Book adalah seorang perokok berat. Nyaris dalam film ini setiap scene yang menyorotinya mennggambarkannya sedang menghisap rokok. Bisa dikatakan ia adalah sosok perokok yang hebat dan memiliki kawan, kehidupan, hati, ketangguhan, dan perjalanan yang luar biasa.