Baik capres-cawapres nomor urut 01 dan no urut 02, sepertinya keduanya belum pernah berstatement dengan tegas untuk membela petani tembakau, petani cengkeh, buruh industri rokok, dan hak konsumen rokok. Setidaknya perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, perkebunan cengkeh tersebar di 30 provinsi, dan menyerap tenaga kerja dari hulu hingga hilir mencapai 6,1 juta jiwa. Selama ini, mereka hidup bergantung pada sektor pertembakauan, berupa kretek asli produk Indonesia.
Karena kearifan lokal, lahan yang dimiliki petani tembakau, tidak ada tanaman yang lebih menguntungkan secara ekonomi, selain tanaman tembakau. Begitu juga yang terjadi pada petani cengkeh, mereka dapat menyekolahkan anak keperguruan tinggi, dapat membangun rumah, dapat membeli barang berharga dari hasil penjualan cengkeh. Petani tembakau dan cengkeh hidup sejahtera di saat pertaniannya berhasil. Bahkan tidak sedikit, mereka akan melakukan khajatnya setelah panen tiba. Ambil contoh, mau menikahkan atau mengkhitankan anaknya setelah panen.
Baca: Jangan Pilih Calon Presiden yang Tidak Pro Industri Hasil Tembakau
Fakta empiris tersebut, hampir dilakukan semua petani tembakau dan cengkeh. Mereka bukannya tidak menanam selain tembakau atau cengkeh, akan tetapi kedua tanaman tersebut lebih bisa menopang kebutuhan-kebutuhan yang memerlukan biaya besar. Petani tembakau, selama Desember sampai April menanam selain tembakau. Tidak sedikit petani cengkeh menanam selain cengkeh di lahan lain atau di sela-sela tanaman cengeh. Ini menunjukkan adanya tanaman tembakau dan cengkeh hasilnya lebih besar dibanding tanaman lain. Dan keduanya merupakan tanaman agung anugerah Tuhan.
Sebagai buruh pabrik rokok, mereka ibu ibu rumah tangga sangat bahagia dapat membantu dan meringankan beban suami untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Mayoritas pekerja pabrik rokok kretek di Indonesia adalah wanita atau ibu rumah tangga, dan tidak ada pekerjaan lain yang bisa ia kerjakan yang bisa menghasilkan uang. Konsumen rokok dan industri rokok, adalah warga Negara yang taat akan pajak. Sebelum dinikmati, tiap batang rokok kretek yang telah dibeli sudah otomatis membayar pajak. Begitu juga, sebelum terjual, pabrik terbebani pajak dobel yang harus dibayar di muka, yaitu pungutan cukai, pungutan restribusi daerah dan talangan pajak konsumen.
Apakah keadaan ini semua dinafikan oleh Negara? Berapa besar keuntungan Negara dari hasil pajak rokok? Berapa besar manfaat uang cukai dalam menyehatkan masyarakat melalui pembayaran defisit BPJS? Kenapa para kandidat presiden tidak berani terang-terang membela sektor pertembakauan yang jelas-jelas bermanfaat bagi masyarakat kecil, bagi seluruh masyarakat bangsa dan membantu penerimaan uang kas Negara.
Capres-Cawapres tahun 2019 ini, seakan-akan tidak memperdulikan nasib keberadaan sektor pertembakauan. Yang ada justru bertindak ikut-ikutan seperti halnya antirokok, itu pun yang berbicara adalah perwakilan dan bukan capresnya sendiri. Dilansir dari nasional.kompas.com, bahwa salah satu anggota tim kesehatan Badan Pemenangan Nasional (BPN), bernama Hermawan Saputra, mengungkapkan, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno akan memberikan solusi agar pengguna rokok di Indonesia bisa menurun. Menurut dia, yang perlu dibereskan adalah hulu masalah industri rokok, yaitu mendorong petani tembakau untuk beralih profesi di bidang lain.
Baca: Kretek Adalah Pusaka Budaya
“Kita naikkan cukai pun, tapi selama budaya dan perilaku masyarakat merokok tidak berubah serta petani yang menggantungkan diri di tembakau, ya tidak akan selesai. Meskipun tidak mudah, Hermawan meyakini Prabowo-Sandiaga memiliki kemauan politik yang kuat agar pengguna rokok bisa menurun. Dia mengatakan, tim kesehatan BPN sudah membuat rencana dan merancang program kesehatan yang bisa dipaparkan Sandiaga saat debat ketiga, “ujar Hermawan saat ditemui dalam sebuah diskusi bertajuk “Menakar Visi Kesehatan” menuju debat ketiga Pilpres 2019 di daerah Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (9/3/2019).
Begitu juga dilansir dari tribunnews.com bahwa Hasbullah Thabrany orang yang mengatasnamakan Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, mengatakan; jika terpilih dalam Pilpres 2019, Jokowi-Ma’ruf akan menaikkan cukai rokok untuk menurunkan angka pengguna rokok di Indonesia.
“Harga cukai rokok di Indonesia merupakan yang paling terendah di dunia. Ia mencontohkan, cukai rokok di Singapura mencapai 90 persen dan Thailand 84 persen. Kita targetkan di pemerintahan ke depan jika Jokowi dan Ma’ruf terpilih, cukai rokok kita naikkan di atas 57 persen,” ujar Hasbullah saat diskusi polemik bertajuk “Menakar Visi Kesehatan” jelang debat ketiga Pilpres 2019 di daerah Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (9/3/2019).
Baik Hermawan Saputra atau Hasbullah Thabrany, kedua-duanya apakah yang mereka katakan mewakili suara capres? Sepenuhnya belum diketahui lebih jelas. Kalau dicermati, keduanya adalah orang-orang antirokok yang sengaja berkata demikian.
Akan tetapi jika suara mereka mewakili suara capres sepenuhnya, maka ke depan bisa dipastikan menjadi bumerang bagi para capres. Akan terjadi banyak orang yang bergerak dalam bidang pertembakauan apatis terhadap pilpres pemilu 2019. Mereka merasa terciderai, tidak ada perlindungan bagi mereka.
Fakta dilapangan demikian, tulisan ini hanya mengingatkan pada capres dan cawapres bahwa ada hak petani tembakau, petani cengkeh, buruh rokok, dan industri rokok yang harus dilindungi. Ingat, mereka semua adalah warga Negara yang baik, mandiri dalam ekonomi dan berdaulat. Mereka adalah pembayar pajak yang taat, dan telah teruji hasil uang dari mereka telah menyehatkan masyarakat Indonesia melalui pembayaran defisit BPJS.