OPINI

Rekomendasi Produk Alternatif Tembakau Terlalu Dipaksakan dan Mencederai Semangat Munas Alim Ulama NU 2019

Bahasan tentang produk alternatif tembakau masuk dalam Rekomendasi Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama 2019 di Kota Banjar Jawa Barat tidak sesuai tujuan utama konteksnya.

Konteks yang dibangun dalam rekomendasi tersebut pada intinya adalah meningkatkan semangat nilai perdamaian, nilai kemanusiaan, meletakkan agama agar lebih relevan sesuai realitas, memperkuat ukhuwwah Islamiyyah (persaudaraan sesama muslim),  ukhuwwah wathoniyyah (persaudaraan sesama warga) , ukhuwwah basyariyyah (persaudaraan sesama umat manusia), menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan ideologi Pancasila, menjaga tradisi sebagai basis kekuatan, memastikan kebijakan pemerintah untuk kesejahteraan masyarakat. Semuanya itu merupakan warisan dan cita-cita para Ulama terdahulu yang berperan serta dalam perjuangan mendirikan Bangsa ini.

Dalam rekomendasi terselip bahasan tentang produk tembakau alternatif yang dimasukkan dalam poin concern NU terhadap kebijakan pemerintah. Jelas-jelas di awal, pada konteks landasan dasar pemikiran, kebijakan pemerintah yang dimaksud adalah kebijakan untuk kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi, argumentasi yang dibangun dalam bahasan produk tembakau alternatif, lebih mengedepankan debatable antara mendatangkan devisa Negara dan dampak negatif dari sisi kesehatan, yang belum tentu benar dugaannya.

Baca: Soal Rokok, Kenapa NU Boleh dan Muhammadiyah Tidak Boleh?

Dari debatable tersebut, NU mencoba menyeimbangkan dengan menawarkan produk alternatif berupa rokok elektrik atau dikenal Vape. Tawaran dan trobosan yang sangat keliru. Menganggap semua produk rokok membawa dampak negatif bagi kesehatan itu pun sudah keliru, apalagi menawarkan vape atau rokok elektrik sebagai produk alternatif adalah langkah yang sangat keliru.

Perlu dipahami, rokok ada dua macam. Rokok bercengkeh atau disebut rokok kretek dan rokok tak bercengkeh atau disebut rokok putihan.

Pertanyaannya, mana yang tidak menyehatkan dari dua macam rokok tersebut? Apakah dua-duanya tidak menyehatkan? Hal ini sama sekali tidak muncul dalam pembahasan secara mendetail. Menganggap semua jenis rokok adalah sama. Sedangkan dua macam rokok tersebut berbeda secara konten, dan berbeda juga manfaatnya.

Munculnya rokok kretek kali pertama bertujuan untuk mengatasi sakit bengek, hasil kreasi anak bangsa bernama H. Djamhari di Kudus, yaitu olahan tembakau dicampur dengan cengkeh, dibungkus berbentuk konus. Dari hasil pembakaran dua senyawa tersebut, H. Djamhari berhasil mengobati sakit bengeknya.

Baca: Menghisap Kretek, Langkah Kecil Menjaga Kedaulatan Bangsa

Sedangkan rokok putihan punya riwayat berbeda dengan rokok kretek, karena hanya menggunakan tembakau saja.

Jadi, antara rokok kretek dan rokok putihan, walaupun ada kesamaan nama, kesamaan bentuk bahkan kesamaan cara menikmati, akan tetapi beda manfaatnya.

Rokok kretek lebih untuk pengobatan, sedangkan rokok putih mungkin hanya sebagai gaya hidup. Rokok kretek asli dalam negeri, rokok putihan produk luar. Rokok kretek menggunakan bahan baku tembakau dan cengkeh dari petani lokal, rokok putihan hanya menggunakan bahan baku tembakau dari luar. Inilah perbedaan yang mencolok bagi keduanya.

Penjelasan di atas menepis gencarnya kampanye anti rokok dengan narasi  “rokok adalah sumber segala jenis penyakit”. Untuk rokok kretek jelas tidak, untuk rokok putihan bisa jadi ya.  Kampanye anti rokok di Indonesia, sebenarnya adalah salah satu strategi politik dagang, untuk mematikan produk rokok kretek. Hal ini terlihat jelas, ada tawaran produk rokok alternatif berupa rokok elektrik/vape.

Ternyata rokok elektrik/vape menurut hasil riset yang terbaru yang dilakukan Dr. Paul Ndunda bekerjasama dengan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika, bahwa rokok elektrik/vape dapat meningkatkan kemungkinan terjangkit penyakit kardiovaskular, yaitu stroke, serangan jantung atau penyakit jantung, atau biasa disebut penyakitkardiovaskular.

Temuan ini sekaligus membantah argumen dasar pengambilan keputusan NU untuk menawarkan rokok elektrik/vape sebagai alternatif. Argumen yang terbantahkan tersebut  adalah “Konsep alternatif rokok atau produk tembakau yang berisiko lebih rendah sudah ditemukan pada tahun 1976 ketika Profesor Michael Russell menyatakan: “Orang merokok karena nikotin tetapi meninggal karena tar”. Karena itu, rasio tar dan nikotin dapat menjadi kunci menuju merokok yang berisiko kesehatan lebih rendah. Sejak saat itu, ditetapkan  bahwa bahaya merokok hanya disebabkan oleh racun yang muncul akibat pembakaran tembakau. Sebaliknya, produk tembakau tanpa pembakaran dan produk nikotin murni dianggap lebih berisiko bahaya jauh lebih rendah meski masih memiliki potensi menyebabkan adiksi/ketergantungan”.

Baca: Kata Siapa Lebih Sehat? Perokok Elektrik Berisiko Terjangkit Penyakit Kardiovaskular

Sehingga, rekomendasi NU tentang tembakau alternatif harus diperkuat dengan dukungan kebijakan yang memadai, tidak relevan diberlakukan di Indonesia. Alasan utamanya adalah:

  1. Rekomendasi memperkuat produk tembakau alternatif berupa rokok elektrik/vape telah menciderai semangat Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama. Karena semangat yang dibangun tertuang dalam konteks tidak signifikan dan tidak relevan dengan memasukkan produk alternatif tembakau.
  2. Tidak sesuai dengan kenyataan, yaitu riset terbaru yang dilakukan Dr. Paul Ndunda bekerjasama dengan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika, yang menyatakan bahwa rokok elektrik/vape meningkatkan kemungkinan terjangkit penyakit kardiovaskular
  3. Kesalahan asumsi rokok tidak menyehatkan, sebenarnya yang tidak menyehatkan adalah bukan rokok kretek. Karena rokok kretek punya sejarah untuk pengobatan.
  4. Rokok kretek tidak mengandung zat adiktif seperti morfin,opinium ganja dan sejenisnya
  5. Rokok kretek adalah warisan Ulama’  hal itu ditandai dengan adanya kitab berjudul “Irsyadul Ikhwan” karya Ulama Nusantara bernama Syekh Ihsan Jampes asal Kota Kediri Jawa Timur pada abad 20, yang memperjelas posisi rokok
  6. Keberadaan rokok kretek mensejahterakan masyarakat pada umumnya dan warga NU khususnya, terutama para petani tembakau yang tersebar di 15 provinsi, petani cengkeh yang tersebar di 30 provinsi, menyerap banyak tenaga kerja 6.1 juta jiwa.
  7. Kampanye anti rokok berangkat dari asumsi dan merupakan kepentingan global. Tidak sesuai konteks Indonesia, kretek sebagai produk khas industry Nasional.
  8. Pengetahuan kampanye anti rokok kurang menyeluruh, cenderung simplistis, bahkan manipulatif
  9. Banyak riset kesehatan yang membuktikan bahwa rokok kretek bukanlah faktor utama dan tunggal penyebab penyakit

Dengan demikian, memperkuat produk tembakau alternatif/vape sama dengan membunuh petani tembakau dan cengkeh yang tersebar di bumi Nusantara, membunuh ekonomi 6.1 juta jiwa, tidak menghargai warisan budaya nenek moyang dan Ulama’ Nusantara, menghilangkan kekuatan tradisi sebagai basis tegaknya bangsa Indonesia, dan mengotori rekomendasi Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama 2019 di Kota Banjar Jawa Barat. Karena rokok elektik/vape adalah produk asing dan dapat meningkatkan kemungkinan terjangkit penyakit kardiovaskular.

Selanjutnya, rokok elektik/vape tidak relevan dalam konteks mensejahterakan masyarakat bangsa Indonesia.