REVIEW

Smoker Travel: Lawang Sewu, Ketika Mistis dan Keindahan Dibalut Menjadi Satu

Saya cukup beruntung dalam minggu ini bisa mengunjungi Jawa Tengah. Selama ini saya hanya sekedar melintas daerah yang kini dipimpin oleh politisi PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo itu, baik menggunakan kereta atau bus malam. Kali ini. Perjalanan saya mengunjungi Jawa Tengah saya tujukan ke Semarang dan Temanggung.

Semarang sejatinya hanya menjati kota transit saja sebelum saya bertolak ke Temanggung. Alasannya sederhana karena soal jarak, kalau saya dari Jakarta menuju ke Temanggung via Yogyakarta, tentu itu akan memakan jarak tempuh yang cukup jauh. Sebaliknya, Semarang memberikan opsi baru untuk saya.

Punya satu hari berada di Semarang, saya tak mau melewatkan hari di sana dengan hanya beristirahat di tempat penginapan. Bagi saya, jika terdengar kata Semarang maka saya langsung terpikir tentang klub sepak bola PSIS Semarang. Tapi tidak, saya sedang tidak ingin menyaksikan klub berjuluk Laskar Mahesa Jenar tersebut berlaga. Destinasi pertama dan utama saya kala mengunjungi Semarang adalah, Lawang Sewu!

Bukan karena menyaksikan video milik Atta Halilintar yang membuat saya ingin ke sana. Pertama kali saya tahu soal Lawang Sewu adalah dari menonton acara reality show ‘Dunia Lain’ saat masih menuntut ilmu di Madrasah. Acara yang dibawakan oleh Harry Panca (saat itu) tersebut bermuatan nuansa mistis dan mempunyai satu segmen didalamnya yang sangat terkenal yaitu Uji Nyali.

Baca: Kretek Dalam Sejarah Evolusi Budaya Khas Nusantara

Acara Dunia Lain memang menjadi tayangan yang fenomenal saat itu. Bisa saya pastikan jika ada survey ke seluruh masyarakat Indonesia tentang edisi favorit dari tayangan tersebut, pastinya adalah saat mereka mengunjungi dan melakukan Uji Nyali di Lawang Sewu. Acara tersebut juga membuat stigma saya tentang Lawang Sewu sebagai salah satu tempat menyeramkan di Indonesia.

Namun, benarkah demikian? Saya tiba di Semarang Tawang sore hari dan cuaca cukup terik saat itu. Saya langsung mengunjungi Lawang Sewu untuk pertama kalinya. Impresi pertama saat menginjakkan kaki di sana adalah takjub dengan kemegahannya, sangat indah memang. Setelah itu saya langsung membeli tiket masuk seharga 10 ribu rupiah dan masuk ke dalamnya.

Gedung yang kini dikelola oleh PT Kereta Api Indonesia ini memang tak banyak memberikan diorama-diorama yang keren seperti berbagai museum lainnya. Mohon maaf di beberapa titik masih terlihat kurang terawatbahkan dengan instalasi pameran yang terkesan seadanya, dalam batin saya apa memang orang-orang berkunjung ke sini hanya demi merasakan sensasi mistisnya?

Lorong demi lorong saya lewati, ada beberapa titik yang memang mengundang decak kekaguman saya. Pertama ornament kaca di ruangan tengah bak bangunan-bangunan eropa. Ornament kaca tersebut sering mungkin dijumpai di beberapa katedral tua, namun meski sering melihat, kesakaralannya tak pernah saya sangsikan, termasuk yang ada di Lawang Sewu ini. Ornamen kaca ini memang bisa dikatakan termasuk warisan seni yang perlu dirawat, kabarnya sulit sekali menemukan seniman yang memang bisa membuat dengan bentuk seindah itu.

Titik kedua yang menjadi perhatian saya adalah pohon besar di bagian tengah komplek gedung Lawang Sewu yang mempesona. Ketika pertama kali memandang, saya mengira pohon itu adalah pohon beringin. Bentuknya saja besar dan dengan ranting serta daun yang sangat menyejukkan pengunjung yang berteduh dibawahnya. Tapi ternyata dugaan saya salah, pohon itu adalah pohon manga, ya sebuah pohon mangga yang mungkin bisa dikatakan tertua di Semarang. Andai saja saya dating pas musim buah, mungkin saya bisa merasakan buah mangga eksklusif dari lawang sewu.

Lelah mengelilingi bangunan Lawang Sewu, saya ingin beristirahat dan menikmari sebatang rokok. Suasananya cantik nian memang, sore yang hangat sangat indah sekali ditemani sebatang rokok, segelas kopi, di kawasan Lawang Sewu, beuuhh. Sebagai seorag perokok yang juga menjaga ketertiban, saya mencari area khusus merokok dan tempatnya memang cukup mudah dijangkau. Dia berada di dekat pohon mangga besar tadi. Namun sayangnya ruang merokoknya dibuat sangat sederhana saja meski letaknya di area terbuka. Seingat saya ada hanya ada satu hiasan yaitu tugu lokomotif tua yang berada disampingnya.

Senja perlahan-lahan mulai tenggelam, badan saya pun mulai ingin rebahan dan saatnya pergi ke tempat penginapan. Tapi ada satu pertanyaan saya yang mengganjal. Kok dari tadi saya tidak menemukan jalan masuk ke lorong bangunan Lawang Sewu yang dari dulu katanya angker.  Acara Uji Nyali di Lawang Sewu pun bertempat di sana dan menyajikan penampakan sesosok mirip kuntilanak.

Apes memang apes, gara-gara niatan saya yang cukup iseng itu, saat jalan pulang saya menemukan tempatnya yang dekat dengan gerbang keluar. Untuk yang belum pernah ke Lawang Sewu dan tiba-tiba bernasib apes sama seperti saya menemukan tempat itu, saya sarankan untuk tidak memandanginya selama lebih dari 30 detik, saya tak berani untuk menceritakan impresi saya selebihnya, hiiiiiiii…