logo boleh merokok putih 2

4 Langkah Menjadi Perokok Etis

Perokok acapkali dicap sebagai orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Hal ini disebabkan oleh perilaku merokok sembarangan, petantang-petenteng ketika merokok, dan abai terhadap lingkungan sekitar. Padahal sebagai konsumen yang baik, tentu perokok seharusnya bertanggung jawab atas barang yang dikonsumsinya.

Salah satu cara agar perokok memiliki sikap bertanggung jawab atas barang konsumsinya adalah dengan menerapkan perilaku perokok etis. Berikut adalah langkah-langkah menjadi perokok etis:

1. Tidak Merokok Saat Berkendara

Tidak ada satupun alasan yang dapat membenarkan perilaku merokok saat berkendara. Sebab sangat banyak mudarat yang diakibatkan atas perilaku ini.

Pertama, merokok saat berkendara tidak menghargai hak orang lain yang bukan perokok. Pada saat kendaraan berjalan maupun berhenti, asap rokok yang dihembuskan akan mengenai pengendara di sekitar, sehingga memungkinkan orang lain terpapar asap rokok

Kedua, berbahaya bagi orang lain. Mengapa berbahaya? Sebab ketika bara api yang diakibatkan pembakaran rokok tak dibuang di tempat yang mestinya, maka akan menimbulkan resiko orang di sekitar akan terkena bara api rokok. Akibatnya tentu bermacam-macam, mulai dari mengganggu konsentrasi, mengakibatkan kebutaan pada orang yang matanya terkena bara api, hingga kecelakaan fatal.

Aturan larangan merokok saat berkendara sebenarnya sudah diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Aturan ini sudah tepat dikeluarkan, meskipun dalam point sanksi sangat berlebihan karena memuat sanksi pidana dan denda yang besar.

Maka perilaku tidak merokok saat berkendara sudah seharusnya diterapkan oleh perokok untuk membuktikan bahwa perokok menjunjung tinggi nilai etis, dan dapat bertanggung jawab tanpa harus diancam sanksi pidana maupun denda.

2. Tidak Merokok di Dekat Anak Kecil

Merokok adalah kegiatan konsumsi yang boleh dilakukan oleh orang yang sudah berusia 18 tahun ke atas. Maka perilaku merokok di dekat anak kecil bukanlah sebuah perilaku yang bertanggung jawab dari seorang perokok.

Seorang perokok yang bertanggung jawab juga tentu tidak akan menawarkan rokok apalagi mengajarkan kebiasaan merokok kepada anak di bawah umur 18 tahun. Biarkanlah anak-anak kecil dan anak di bawah umur 18 tahun menentukan keputusan mereka untuk mengonsumsi rokok atau tidak ketika mereka sudah cukup umur.

3. Tidak Merokok di Dekat Ibu Hamil

Merokok di dekat ibu hamil adalah sebuah perilaku yang buruk. Ibu hamil mana yang tidak risih, ketika berada di tempat umum yang seharusnya mereka bisa santai atau istirahat sejenak tapi kemudian terusik karena asap rokok.

Apalagi para ibu-ibu hamil ini memiliki fase kondisi tubuh dan pikiran yang berbeda dengan orang normal pada umumnya. Ibu hamil biasanya memiliki kondisi fisik gampang drop, wong kadang-kadang mereka tau-tau muntah. Dalam hal psikologis juga berbeda dengan orang normal pada umumnya, ibu hamil biasanya memiliki sensitivitas yang tinggi.

Jadi sebagai perokok etis, menjunjung tinggi kehormatan perempuan mutlak dimiliki, maka perilaku tidak merokok di dekat ibu hamil adalah kewajiban bagi perokok etis.

4. Merokok di Ruang Merokok

Kesadaran berbagi hak merupakan fondasi penting bagi perokok etis. Dengan merokok di ruang merokok, tentunya akan menciptakan kesadaran bagi perokok untuk menghargai hak bukan perokok.

Merokok di sembarang tempat mengabaikan orang lain di sekitarnya yang bukan perokok bukanlah ciri perilaku yang bertanggung jawab. Adanya wilayah Kawasan Tanpa Rokok (KTR) harus dianggap sebagai sense kesadaran berbagi ruang terhadap orang lain. Hormatilah dengan tidak merokok di wilayah KTR. Namun perokok juga harus protes jika tidak ada penyediaan ruang merokok di tempat umum dan tempat umum lainnya di wilayah KTR.

Nah di atas tadi merupakan langkah-langkah yang wajib diterapkan oleh para perokok agar menjadi perokok etis. Dengan menjadi perokok etis, para perokok dapat menepis stigma negatif yang dilekatkan kepada perokok, dan tentunya juga dapat menjadi tonggak bagi perjuangan perokok melawan diskriminasi terhadap Industri Hasil Tembakau.

Pertama: Merokok di Ruang Merokok yang Telah Disediakan

Bulan Ramadhan kerap kali dimeriahi dengan buka bersama alias bukber , tanpa bukber kadang rasanya kayak ada dua-tiga orang merokok tapi tidak ada asbaknya. Maka tak heran tempat-tempat makan, tempat kerja, ruang publik lainnya menjadi tempat untuk berbuka puasa bersama. Nah saat berbuka di tempat-tempat inilah perokok harus melihat apakah tempat tersebut menyediakan ruang merokok atau tidak. Sehabis berbuka puasa, setelah hampir tiga belas jam lamanya perokok menghentikan sementara aktivitas merokoknya, tentu merokok masuk ke dalam daftar menu berbuka puasa. Tapi jangan berpikiran bahwa perokok ketika waktunya berbuka langsung merokok loh ya. Pasti minum air putih terlebih dahulu, makan takjilan dulu, karena perokok bukan onta yang minum sama makannya irit-irit.

Minum dan makan takjil sudah, barulah waktunya untuk membakar sebatang rokok. Banyak juga yang merokoknya ditunda dulu sampai sehabis salat taraweh. Semua tergantung kebutuhan. Tapi bagi perokok yang menyegerakan waktu merokoknya, di tempat buka puasa bersama, perokok etis yang rahmatan lil alamin tidak asal sembarangan merokok. Tentulah akan merokok pada tempat yang telah disediakan. Karena konsep etis dan rahmatan lil alamin adalah tidak berlaku dzolim. Bertindak secara proporsional, itu intinya.

Kedua: Berbagilah dengan Sesama

Tagline indahnya berbagi di bulan Ramadhan biasanya sering bermunculan. Meskipun itikad berbagi bukan hanya berlaku di bulan Ramadhan saja, namun tagline tersebut patut pula menjadi renungan dan diwujudkan dalam laku sosial kita, agar terlatih menjadi manusia yang lebih baik pada bulan-bulan selanjutnya.

Berbagi dapat dimulai dari hal-hal yang sederhana. Berbagi api, dengan meminjamkan korek misalnya, berbagi asbak, dengan tidak mengakuisisi asbak, berbagi rokok, bukan berarti rokok sebatang dihisap keliling loh ya, selebihnya kita bisa berbagi hikmah Ramadhan, berbagi pengalam seharian berpuasa.

Saat berbuka puasa seringkali pula perokok kelupaan membeli rokok karena tak punya stok yang disimpan. Menawari apa yang kita miliki, bilamana itu berupa rokok, korek, maupun asbak, tawarkanlah. Dari sisi itu terdapat ciri insan yang memiliki spirit berbagi, selain sebagai wujud solidaritas juga upaya menjalin silaturahmi.

Ketiga: Berpuasalah di Bulan Ramadhan

Selain membuktikan bahwa rokok bukan sesuatu yang adiktif, berpuasa di bulan Ramadhan adalah seruan agar kita lebih bertakwa kepada sang Maha Pemberi Rahmat. Labeling adiktif terhadap perokok jelas sudah terbantahkan dengan sendirinya ketika perokok berpuasa di bulan Ramadhan. Tudingan adiktif tersebut menjadi tidak relevan, ketika perokok sanggup menahan aktivitas merokoknya selama tiga belas jam lebih. Meskipun banyak juga perokok yang berbulan-bulan lamanya sanggup tidak merokok. Juga penelitian-penelitian bantahan yang mengatakan tidak tepat memberikan label adiktif terhadap perokok, karena berhenti merokok sangat mudah dilakukan oleh perokok.

Dengan berpuasa di bulan Ramadhan, perokok akan menuai hikmah bahwa hidup bukan hanya perkara makan dan minum. Ada nilai sosial yang luar biasa terkandung di dalamnya, selain juga nilai ibadah mahdhoh tentunya. Tanpa melihat status dan golongan, puasa membuat kita saling memahami bahwa manusia setara dalam hak dan kewajibannya kepada Tuhan.

Puasa tidak memandang dia perokok atau bukan, ketika seruan berpuasa datang, semuanya menanggalkan semua atribut keduniawian untuk menjalankan kewajibannya sebagai manusia yang diciptakan untuk beribadah. Sesungguhnya Ibadah adalah hakikat dan tujuan penciptaan jin dan manusia. Dalam Q.S. 56 (Ad-Dzariat : 56)

Nah tiga langkah tadi dapat kita terapkan di sisa-sisa penghujung Ramadhan ini. Mari sama-sama kita tunaikan dengan itikad ketaatan dalam mencapai kesalihan sosial serta kesalihan spiritual, sebab menjadi perokok etis yang rahmatan lil alamin tidak hanya sebatas ucapan belaka, tapi bersesuainya ucapan dan perbuatan. Bukankah konsep keseimbangan sudah sejak dulu ditanamkan oleh leluhur kita. Termasuk berlaku seimbang dalam konteks konsumsi.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis

Azami

Azami

Ketua Komite Nasional Pelestarian Kretek