OPINI

Industri Rokok Kretek Pasca Pemilihan Umum

Sehari lalu, mayoritas warga Indonesia merayakan pesta demokrasi lewat partisipasi mereka dalam pemilihan umum. Selain pemilihan presiden, pemilihan anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kotamadya, dan DPD dilakukan serentak dalam satu waktu.

Sejauh ini kondisi negeri ini masih kondusif pasca pemilu, sedikit riak-riak kecil tentu saja ada, namun itu masih dalam batas toleransi dan saya percaya pihak-pihak berwenang bisa lekas mengatasi. Hasil perhitungan cepat yang dikeluarkan beberapa lembaga survey menyebut petahana, Pak Jokowi, yang kali ini berpasangan dengan KH Ma’ruf Amin sebagai calon wakil presiden, memenangkan pemilihan presiden dengan selisih perolehan suara berkisar antara 8 dan 10 persen dengan pasangan Prabowo-Sandi.

Baca: Industri Rokok Kretek Nasional, Bertahan dalam Rentetan Panjang Krisis Ekonomi

Selain terpilihnya pasangan presiden-wakil presiden baru, komposisi anggota DPR tingkat nasional hingga tingkat daerah juga baru. Beberapa anggota dewan lama yang terpilih lagi tentu saja ada, namun tentu ada pula yang baru.

Baik itu pemilihan presiden, juga anggota dewan nasional hingga daerah, sudah barang tentu akan berpengaruh terhadap nasib industri rokok kretek ke depannya. Ini tentu juga akan sangat berpengaruh terhadap nasib petani tembakau, petani cengkeh, para buruh linting, pekerja pabrik, sales dari perusahaan rokok, para pedagang grosir dan eceran, serta beberapa elemen lain yang terkait erat dengan industri rokok kretek dan sektor pertanian yang mendukungnya.

Sepengamatan kami, dari dua pasang capres-cawapres, tak ada nada positif dari keduanya terkait nasib industri hasil tembakau dan sektor pertanian tembakau dan cengkeh. Keduanya mengeluarkan pernyataan yang cukup mengecewakan terkait IHT (seingat saya ada tulisan dalam bolehmerokok.com yang membahas ini). Ini tentu saja cukup mengkhawatirkan. Karena siapapun yang menang, IHT di negeri ini sangat mungkin mengalami kemunduran.

Baca: Menjadi Keren dengan Tidak Merokok Saat Berkendara

Selain pengaruh dari presiden baru, komposisi anggota dewan baru juga akan cukup berpengaruh terhadap nasib Industri Hasil Tembakau dan Pertanian Tembakau dan Cengkeh serta turunannya. Bagaimanapun juga, mereka berwenang mengeluarkan undang-undang yang salah satunya undang-undang perihal pertembakauan dan turunannya.

Sepemantauan kami, tak banyak caleg yang membicarakan sektor ini dalam kampanye-kampanye mereka. Bukan tidak ada sama sekali. Ada. Namun sedikit sekali. Dari yang sedikit itu, mayoritasnya juga mengeluarkan nada serupa dengan capres-cawapres dalam kampanyenya.

Setidaknya, ada tiga ancaman besar yang bisa menggerus IHT bahkan hingga sampai membunuhnya. Ketiga ancaman tersebut saya ambil dari sekian banyak ancaman jika pernyataan-pernyataan capres-cawapres dan beberapa caleg benar-benar direalisasikan.

Menaikkan Cukai Rokok

Isu-isu perihal dampak buruk bagi kesehatan dari konsumsi rokok berimplikasi terhadap rencana pemerintah untuk terus menaikkan cukai produk rokok. Alasannya, semakin mahal harga rokok, semakin sedikit orang bisa membeli rokok. Asumsi ini membawa mereka beranggapan bahwa konsumen rokok akan semakin berkurang. Padahal tentu saja tidak semudah itu.

Naiknya cukai rokok alih-alih menekan jumlah konsumen rokok malah bisa menjadi bola salju yang membesarkan peredaran rokok ilegal. Bukannya konsumen rokok berkurang, pemasukan pemerintah dari cukai rokok yang akan berkurang karena banyaknya rokok ilegal yang beredar. Selain itu, kenaikan cukai juga akan mengganggu stabilitas pabrikan rokok legal yang selama ini banyak menyumbang pemasukan yang tidak sedikit bagi negara.

Undang-Undang Pertembakauan yang Merugikan

Di tingkat legislatif, bukan tak mungkin suara-suara miring yang terus dihembuskan kepada produk rokok memaksa mereka mengeluarkan undang-undang yang merugikan industri hasil tembakau dan sektor pertanian yang menyokong industri itu. Tidak semudah itu memang karena faktor ekonomi, sosial, dan budaya akan jadi pertimbangan karena IHT terutama produk rokok kreteknya sudah merasuk dalam pada tiga faktor tersebut. Namun jika tidak dikawal dengan baik dan tekun, sangat mungkin undang-undang yang merugikan IHT bisa mereka produksi.

Ratifikasi FCTC

Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau Konvensi Kerangka Kerja untuk Pengendalian Tembakau adalah perjanjian internasional yang diinisiasi WHO dan mulai berlaku sejak Februari 2005. Isi perjanjian internasional ini, sesuai namanya tentu saja untuk pengendalian industri hasil tembakau. Lebih dari 160 negara telah meratifikasi perjanjian internasional ini. Sejauh ini, baik masa pemerintahan SBY, juga pemerintahan Jokowi, Indonesia belum meratifikasi FCTC. Dan ini bagus bagi industri rokok kretek di Indonesia.

Mengapa bagus? Karena penolakan pemerintah meratifikasi FCTC menyelamatkan rokok kretek kebanggaan Nusantara. Salah satu poin dalam FCTC adalah penghilangan unsur aromatik dalam sebuah produk rokok. Dengan kata lain, jika Indonesia meratifikasi FCTC, cengkeh dan beberapa saus dalam rokok kretek, harus ditiadakan. Hanya tembakau yang diperbolehkan. Itupun tembakau jenis tertentu dan terbatas, dibatasi kandungan nikotin dan TAR dan beberapa indikator lainnya. Jadi tidak semua tembakau di yang ditanam petani lokal bisa digunakan.

Jika Indonesia meratifikasi FCTC, akan berdampak sangat jauh, musnahnya produk rokok kretek di pasar legal karena larangan kandungan cengkeh dalam sebatang produk rokok. Tanpa cengkeh, tak ada rokok kretek.

Bagi saya, ini akan sangat mengerikan. Karena pertanian cengkeh dalam negeri akan porak-poranda hancur berantakan. Karena sejauh ini lebih dari 90 persen hasil pertanian cengkeh diserap oleh industri rokok kretek. Jika FCTC diratifikasi, gejolak sosial yang terjadi di seluruh negeri akan lebih dahsyat dibanding gejolak sosial yang terjadi pada periode 90an ketika pertanian cengkeh diganggu monopoli BPPC.

Tak ada tanda-tanda Indonesia akan meratifikasi FCTC, dan semoga ini akan terus bertahan. Namun, melihat pernyataan dua pasang capres-cawapres, juga beberapa caleg, ditambah kampanye masif mereka yang mengklaim diri anti-rokok, kita patut mengkhawatirkan terjadinya ratifikasi FCTC ini. Sekali lagi, semoga tidak terjadi. Dan jika itu terjadi, saya mengajak Anda semua yang membaca tulisan ini, mari bersama-sama kita lawan. Demi kedaulatan petani Indonesia!