Hamparan lahan dipersiapkan untuk tanaman tembakau terlihat di lereng-lereng gunung di Temanggung. Kalau di lihat dan diangan-angan bagaimana para petani menanam tembakau di lereng-lereng yang curam tersebut, bahkan sampingnya terlihat jurang tajam. Terlihat para petani di lereng-lereng gunung mulai pengolahan tanah sebagai agenda persiapan sudah menggadaikan nyawanya. Tanpa pengaman, mereka dengan asyik mencangkuli lahan tersebut.
Belum hilang rasa ngeriku, aku bertemu dengan salah satu petani tembakau yang aku kenal. Ia adalah pak Parjanto dari Kwadungan Kledung Temanggung, orangnya belum begitu tua sekitar umur 50an, berbadan kekar, dan ulet. Ia salah satu petani tembakau di Temanggung yang sukses. Dalam budidaya tembakau, ia tidak asal-asalan, lebih cenderung menjaga kualitas dari pada kuantitas. Tentunya kalau bisa semuanya, kualitas baik, kuantitas bagus.
Baca: Ramadan Bersama Petani Tembakau di Temanggung (4)
Dari nenek moyang, hingga kini lahan Pak Yanto selalu di tanami tembakau, saat musim tanam tiba. Memang dibulan-bulan selesai tembakau, lahannya ditanami Lombok, bawang merah dan tanaman lainnya. Menurut Pak Yanto, tanaman inti adalah tembakau, tanaman lainnya hanya untuk selingan. Karena tembakau adalah tanaman musiman, tidak bisa dalam satu tahun selalu ditanami tembakau. Tembakau di Temanggung ditanam saat musim hujan mulai menyurut, biasanya di akhir bulan April atau di awal bulan Mei. Tanaman tembakau termasuk tanaman yang agak manja, terlalu banyak air tidak baik, tidak ada air juga demikian, sehingga membutuhkan air yang pas. Semisal diawal tanam tidak ada air, bibit yang ditanam akan layu bahkan mati. Setelah tumbuh, terlalu banyak air juga akan terjadi pembusukan dan mati.
Selain itu tanaman tembakau termasuk jenis tanaman yang selalu mengalah jika ada tanaman lain disampingnya. Semisal dalam satu hamparan ditanami tembakau dan tanaman lainnya seperti Lombok dan lain-lain, dipastikan tanaman tembakau akan kalah dalam penyerapan air dan nutrisi. Tanaman tembakau pada dasarnya hanya memerlukan segenggam tanah sesuai perkembangan akar itupun tanah bagian dasar saja, tidak seperti tanaman lain.
Usai Pak Yanto menjelaskan sedikit karakteristik tanaman tembakau, dalam perbincangan aku melontarkan pertanyaan, kenapa harus menanam tembakau?. Ia pun menjawab, bahwa tidak ada tanaman yang hasil uangnya lebih besar dari tanaman tembakau, apalagi di lahan atas di lereng-lereng gunung yang tidak mungkin ada pasokan air cukup. Lahan atas hanya mengandalkan air hujan, kalau pun terpaksa butuh air kayak ketika kemarau panjang, petani harus menyiramkan air, yang harus diambil dari bawah. Lahan atas itu tandus, tidak seperti lahan bawah banyak irigasi. Coba tunjukkan tanaman selain tembakau yang mempunyai nilai ekonomi lebih dari tembakau, sembari jari telunjuknya mengarah kepadaku. Aku diam sejenak, sambil mikir, lalu aku bilang kopi Pak. Pak yanto langsung menenggapi, coba dihitungkan. Akupun akhirnya diam. Pak Yanto melanjutkan ceritanya, sejelek-jeleknya tanaman tembakau, asal tidak mati saja, masih dapat uang, memang berkurang, setidaknya untuk hidup kedepan. Apalagi saat tanaman tembakau bagus hasilnya, bisa untuk hidup dalam jangka panjang, dan memenuhi kebutuhan dilain kebutuhan primer. Seperti, para petani di Temanggung terbiasa untuk bangun rumah, untuk menikah, khajatan yang memerlukan uang banyak menunggu usai panen istilah yang populer “bar mbakon” (selesai panen tembakau), ini jawaban pertama.
Baca: Pak Medi dan Tembakau
Jawaban kedua; dari dulu mulai nenek moyang pengalaman mengolah tanah dilereng-lereng gunung selalu ditanami tembakau. Bahwa konon ceritanya tanaman tembakau di Temanggung dibawa oleh para wali. Jadi tanaman tembakau adalah warisan nenek moyang yang harus kita lestarikan.
Selanjutnya, aku bertanya lagi ke Pak Yanto, bagaimana pendapat bapak terhadap gerakan anti tembakau, atau ada hari tanpa tembakau?. Dijawab dengan santai sambil senyum, inilah khasnya Pak Yanto, biarin aja, mereka tidak mengalami sendiri sebagai petani temabakau, tidak punya lahan di lereng gunung yang tandus, yakin mereka tidak pernah menjadi petani. Apalagi, saya pernah dengar kalau kebanyakan mereka yang anti tembakau adalah dari kesehatan dan sering memakai dalil kesehatan untuk mensukseskan niatannya.
Masih Pak Yanto yang bicara, ia punya 2 tantangan bagi mereka (rezim kesehatan) yang selalu berkampanye negatif tentang tembakau dan turunannya. Pertama; mengajak beradu kekuatan dengan petani tembakau naik gunung dengan membawa beban apapun dipundak. Petani tembakau 99.9% perokok, kalau memang olahan tembakau berupa rokok menimbulkan sesak nafas, pastinya para petani tidak kuat naik, sudah jalannya terjal, tinggi dan miring. Kalau memang olahan tembakau berupa rokok penyebab kematian, sudah lama masyarakat Temanggung mati semua, dan lahan di Temanggung banyak yang kosong banyak yang mati gara-gara mengkonsumsi olahan tembakau (rokok). Kalau memeng tembakau menjadi penyebab munculnya penyakit, orang-orang Temanggung banyak yang sakit gara-gara tembakau, karena mayoritas masyarakat Temanggung menanam tembakau dan menggantungkan hidupnya pada tembakau. Kalau memang tembakau menjadi penyebab impotensi, nyatanya banyak petani dan perokok anaknya banyak, bisa diadu dengan mereka (rezim kesehatan), hitung-hitungan banyakan anak. Justru mereka (rezim kesehatan) itu yang sering menyuruh membatasi punya anak, disuruh ikut KB dengan agenda dua anak cukup.
Masih Pak Yanto, jadi semua tuduhan yang dialamatkan pada tembakau dan hasil olahannya keliru, tidak sesuai kenyataan di lapangan khususnya Temanggung, sebagai salah satu sentra tembakau terbesar di Indonesia. Tidak mungkin nenek moyang kita mengajarkan yang jelek, mengajarkan menanam tanaman yang merugikan. Pastinya nenek moyang kita mengajarkan yang baik dan bermanfaat. Apalagi dahulu tanaman tembakau untuk media pengobatan oleh Sunan Kedu. Konon Sunan Kedu salah satu ahlinya adalah Tabib dan suka meracik obat dengan bahan dasar daun Tembakau. Belum lagi banyak yang cerita, awal mulanya ditemukan racikan rokok kretek untuk mengobati sakit sesak nafas akut.
Sebaiknya rezim anti tembakau belajar sejarah, dalami sejarah, hargai sejarah, terlebih bagi rezim kesehatan. Seharusnya mereka (rezim kesehatan) melakukan riset pengembangan kemanfaatan tembakau bagi tubuh, dengan dasar sejarah yang mengatakan demikian. Bukan malah memusuhi dan ikut ikutan menilai negatif keberadaan tembakau di Indonesia.
Tantangan kedua bagi rezim anti tembakau, yaitu; coba sebutkan, apakah ada tanaman yang menghasilkan dengan nilai ekonomi melebihi tanaman tembakau untuk lahan kering dan tandus?. Petani tembakau sudah mempraktekkan semua jenis tanaman ditanam, tetap yang mempunyai nilai ekomomi tinggi adalah tembakau untuk lahan di lereng pegunungan, hal ini karena kearifan lokal.
Keberadaan hari tanpa tembakau di Indonesia sangat tidak relevan dengan kenyataan, harus kita tolak. Hari tanpa tembakau hanya akan menciderai saudara-saudara kita yang berprofesi sebagai petani tembakau. Sedangkan tuduhan negatif terhadap tembakau tidak terbukti. Dari sejarah budidaya tembakau yang diajarkan oleh nenek moyang tentunya untuk kebaikan dan kemanfaatan, sejarah olahan hasil tembakau berupa rokok untuk pengobatan. Justru dengan modal sejarah yang ada, rezim kesehatan berpeluangan mengabadikan tembakau, dengan melakukan pengembangan kemanfaatan tembakau bagi tubuh manusia.