logo boleh merokok putih 2

Hari Tanpa Tembakau Sedunia Adalah Peyakit

Gerakan Anti-Tembakau dan Hari Tanpa Tembakau Sedunia adalah penyakit yang mesti dilawan dan dimusnahkan.

Hari kedua di Temanggung, Rabu, 8 Mei 2019. Saya terjaga saat waktu makan sahur hampir usai. Pertandingan sepak bola antara Liverpool vs Barcelona masih berlangsung. Skor pertandingan 3-0 untuk Liverpool. Hasil akhir pertandingan itu pada akhirnya menjadi salah satu hasil mengejutkan di Liga Champions Eropa tahun ini.

Selepas sahur, saya menyusun berkas anak-anak yang rumahnya akan saya kunjungi di hari itu. Ada delapan rumah yang mesti saya kunjungi. Empat di Kecamatan Kedu, empat lainnya di Kecamatan Temanggung.

Catatan saya sebelumnya, perihal wabah penyakit yang begitu berbahaya bagi sektor pertembakauan, wabah penyakit yang memang sengaja diciptakan untuk menghancurkan pertanian dan industri tembakau, menghantui perjalanan saya pada hari kedua. Wabah penyakit bernama ‘Gerakan Anti Tembakau’ yang hari ini merayakan Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Ia ibarat hama yang begitu merusak yang disebarkan oleh tangan-tangan yang memiliki cukup kuasa, bahkan dalam skala global. Maka, dalam kondisi sadar saya memutuskan untuk ikut dalam barisan yang melawan gerakan itu. Saya mesti berpihak. Dan saya berpihak kepada petani, buruh tani, juga mereka yang bekerja dan mendapat penghasilan untuk menghidupi keluarga mereka dari sektor pertembakauan.

Lebih lagi saya berjumpa langsung dan berbincang banyak dengan orang-orang yang keluarga mereka, memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap sektor pertembakauan di Temanggung. Ada banyak. Cukup banyak. Beberapa di antaranya sudah saya kisahkan pada catatan sebelumnya. Lainnya, akan saya ceritakan pada catatan ini, dan di catatan-catatan selanjutnya. Semoga.

*

Seorang perempuan, saya perkirakan usianya baru memasuki 40-an, membukakan pintu rumahnya saat saya bertamu ke kediamannya pada rabu pagi yang dingin dan cerah. Orang-orang di kampungnya menyapa perempuan itu Mak Tul.

Mak Tul menyilakan saya (dan seorang rekan asal Temanggung, yang menjadi pemandu lokal bagi saya) masuk ke dalam rumahnya dan duduk di kursi panjang membentuk huruf ‘L’ di ruang tamu rumahnya. Mak Tul ibu dari dua orang anak. Anak pertamanya laki-laki berusia 19 tahun. Setelah lulus SMA setahun lalu, ia merantau bekerja sebagai buruh bangunan ke Jakarta.

Baca: Ternyata, Tubuh Manusia Membutuhkan Zat yang Terkandung dalam Sebatang Rokok Kretek

Sudah enam tahun belakangan Mak Tul menjadi penopang utama perekonomian keluarga. Ini terjadi sesaat usai suaminya mengalami kecelakaan kerja ketika menjadi buruh bangunan di Jakarta. Enam tahun lalu, suaminya terjatuh, atau kejatuhan benda, saya lupa tepatnya. Kecelakaan itu menyebabkan ia mengalami kelumpuhan mulai dari pinggang hingga telapak kaki.

Setelah musibah itu, Mak Tul sehari-hari bekerja sebagai pemecah batu. Dari sana, ia membiayai kebutuhan sehari-hari keluarga di rumah. Ia juga menabung. Uang tabungannya rencananya akan ia gunakan untuk melanjutkan pengobatan suaminya. Ia juga yang membiayai sekolah kedua anaknya.

Apa cukup untuk membiayai semua itu hanya dari pemasukan sebagai pemecah batu? “Mboten, Mas!” Jawab Mak Tul singkat.

Pada musim panen tembakau, Mak Tul bekerja sebagai buruh pengrajin keranjang. Keranjang-keranjang ini nantinya akan digunakan sebagai wadah tembakau milik petani yang akan dijual ke pabrikan-pabrikan rokok. Pemasukan dari sana cukup membantu Mak Tul membiayai kebutuhan rumah tangga.

Anak kedua Mak Tul, seorang perempuan, tahun ini lulus SMP. Ia mendaftar program beasiswa yang menjamin biayai sekolah SMK penuh sejak dari pendaftaran hingga ia lulus kelak. Adinda Dwi Pangesti nama anak Mak Tul. Dari 393 anak yang ikut tes tertulis program Beasiswa KNPK, nilai tes Adinda masuk tiga besar terbaik, di peringkat ke tiga.

Adinda, menjadi satu dari 70 anak yang tahun ini menerima Beasiswa KNPK Temanggung. Beasiswa untuk anak-anak petani dan buruh tani tembakau yang seluruh biayanya, tentu saja dananya didapat dari sektor pertanian dan industri pertembakauan. Sudah sejak 2011 program beasiswa ini bergulir, dan masih akan terus bergulir setidaknya selama sektor pertembakauan masih dalam kondisi sehat. Per tahunnya, rata-rata 100 anak mendapat beasiswa penuh sejak masuk sekolah tingkat SMK hingga mereka lulus.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis

Fawaz al Batawy

Fawaz al Batawy

Pecinta kretek, saat ini aktif di Sokola Rimba, Ketua Jaringan Relawan Indonesia untuk Keadilan (JARIK)