REVIEW

Mbah Ipud, Seorang ‘Alim dan Cerdas yang Hobi Mengisap Rokok Kretek

“Yang merokok, yang sehat. Yang merokok, yang hidup.” Inilah kata-kata salah satu Ulama’ tersohor dikalangan santri kota Kudus dan sekitarnya. Sepintas kata-kata tersebut sederhana dan biasa. Namun bernuansa Mantiqi sebutan dikalangan para santri.

Kata-kata di atas keluar dari sosok orang yang ‘alim serta cerdas, ia adalah KH. Saifuddin Lutfi terkenal dengan sebutan Mbah Ipud. Menurut cerita KH. Sya’roni Ahmadi, ia adalah orang cerdas. Dulu saat masih dibangku sekolah sukanya tidur, anehnya saat ditanya ia bisa menjawab. Anehnya lagi, kitab dan buku yang dibawa tidak terlihat catatan layaknya murid lainnya. Kalau disuruh pilih, Mbah Ipud dan 1000 bahkan jutaan kamu sambil menunjuk ke aku yang saat itu didepan KH. Sya’roni, masih pilih Ipud.

Baca: Dalil-dalil Akurat yang Membolehkan Merokok

Semua disiplin ilmu benar-benar ia kuasai, ilmu falaq salah satunya. Salah satu disiplin ilmu jarang orang bisa, dan tergolong langka. Ilmu falaq itu ilmu perbintangan (astronomi), atau sederhananya ilmu untuk menentukan tanggal dengan memakai metode rumus matematik (hitungan). Perkembangan latihan ilmu falaq di Kudus, mulanya pakai rubu’ (seperempat dari bulan) yang digambarkan dalam kertas di atas kertas ada tulisan dan angka sebagai rumus dan terdapat benang tertempel dipojok fungsinya untuk ditarik garis lurus, dari garis lurus tersebut terlihat kepastian tanggal.

Selanjutnya, latihan dengan memakai rumus yang tercatat dalam kitab badi’atul misal sebuah buku didalamnya banyak rumus pasti untuk menghitung dalam penentuan tanggal atau bulan. Terkini KH. Saifuddin Lutfi atau mbah Ipud lewat kreasinya menciptakan cara menghitung dengan rumusan yang di fitur kalkulator, seperti cos, sin dan lain sebagainya. Temuan mbah Ipud ini diajarkan ke para santri di Kudus.

Yang jadi penasaran, kapan Mbah Ipud belajar matematik pada sistem kalkulator? Andaikan punya ijazah hanya lulusan sekolah madrasah, paling lulus tingkat MTS atau SLTP. Saking ahlinya dalam ilmu falaq, ia pernah diminta mengajar sebagai dosen di sekolah tinggi agama Islam (STAIN) Kudus. Sayangnya, ia tidak meneruskan mengajar di STAIN, terganjal administrasi dengan tidak punya ijazah formal.

Baca: Berebut Berkah Kiai Dari Sepuntung Kretek

Walaupun dikasih kelebihan (‘alim dan cerdas) Mbah Ipud ini orangnya sederhana, bawaannya santai. Sering bergaul dengan murid-murid walaupun irit omong. Selain ke’alimannya dan kecerdasannya, yang diingat para santrinya adalah rokok kreteknya. Terlihat saat dimanapun dan saat apapun, rokok kreteknya selalu ada dikantong sakunya. Mbah Ipud pasti akan mencari tempat untuk merokok dimanapun dan pada acara apapun. Ia tergolong perokok yang santun, tidak mau merokok disembarang tempat.

Terakhir kecerdasannya teruji saat Mbah Ipud memecahkan bacaan yang tertulis pada prasasti kuno yang ada di dalam Masjid al-Aqsho Menara Kudus. Saat itu banyak ahli arkeolog dari beberapa universitas terkemuka se Indonesia dan ditambah dari Malaysia didatangkan oleh yayasan menara Kudus bekerjasama dengan pemerintah, untuk menggali informasi tentang hari jadi masjid Menara yang konon berkaitan hari jadi kota Kudus. Namun para arkeolog terkendala membaca tulisan tersebut, karena selain tidak jelas termakan usia, juga banyak simbol dan angka-angka. Dengan jeli dan ditemani rokok kretek, tulisan tersebut sebagian besar terbaca oleh Mbah Ipud.

Faktanya demikian, rokok kreteklah yang selalu menemani Mbah Ipud saat proses pembacaan prasasti yang memakan waktu sangat lama, tidak hanya satu atau dua minggu tapi berbulan-bulan. Diceritakan oleh adiknya yang juga memanggil kakanya dengan sebutan mbah Ipud, melihat dengan mata kepala sendiri disaat mengerjakan sesuatu yang penuh keseriusan berpikir tangan mbah Ipud tidak lepas dari sebatang rokok kretek, seperti saat menghitung untuk menetapkan tanggal dan bulan, dan kemarin saat membaca prasasti. Kalau dalam pekerjaan biasa, Mbah Ipud merokok sewajarnya, kadang meroko kadang ya tidak, sesuai kebutuhan.

Baca: KH. Aziz Masyhuri, Rokok dan Ijtima’ MUI di Padang Panjang

Saking cerdasnya, mbah Ipud seringkali saat mengajar tidak pernah bawa kitab sendiri, layaknya seorang Kiai saat mengajar santrinya. Ia hanya melihat kitab santri yang didepannya dengan posisi terbalik, seakan-akan sudah hafal kitab tersebut.

Karya siir bahar (bait-bait puisi) berbahasa arab banyak beredar. Bahkan mbah Ipud sering menciptakan bahar yang hurufnya bermakna (hurufnya hidup), bagi santri disebut huruf abajadun. Seperti membuat puisi hari jadi Masjid Menara yang kaitannya dengan hari jadi kota kudus, dalam satu kalimat bermakna tersendiri dan jika dilihat nilai hitungan yang terkandung dalam hurufnya sesuai hitungan abajadun, punya makna tersendiri, berupa tanggal, bulan dan tahun. Itulah kelebihan orang cerdas, tidak sembarang orang bisa hal tersebut. Biasanya membuat siir bahar, hanya terkandung maknanya apa atau artinya apa dalam bahasa Indonesianya. Beda dengan Mbah Ipud, ia menciptakan siir bahar, selain punya arti dalam bahasa Indonesia juga punya arti berbentuk angka dan rumusan matematik.

Dikalangan orang-orang Kudus, banyak yang menganggap mbah Ipud itu orang laduni. Orang yang tanpa proses belajar mengajar, bisa dengan sendirinya menguasai disiplin ilmu. Bahkan cerita kecilnya, ia dahulu dirumah tidah pernah belajar, hobinya memancing di sungai dan bermain laying-layang. Keistimewaannya, apa yang ia lihat dan ia dengar langsung hafal dan memorinya tidak hilang walau termakan usia.

Inilah kisah orang ‘alim dan cerdas yang selalu ditemani rokok kretek. Seakan-akan hanya rokok kretek sebagai teman setianya, menemani dalam kondisi apapaun, terlebih saat pikiran dan otak terforsir. Bersama rokok kretek pikiran berliannya muncul, bersama kretek otak dan pikirannya sehat dan hidup. Itulah kira-kira makna kata-kata, yang merokok yang sehat. Yang merokok yang hidup.