REVIEW

Smoker Travelers: Surga Kuliner Tersembunyi di Belakang Bundaran HI

Saat Bulan Ramadhan, ngabuburit tentu menjadi aktivitas favorit yang dilakukan umat muslim di seluruh penjuru Indonesia, terutama Jakarta. Rentang waktu dua jam sebelum berbuka dimanfaatkan oleh seluruh kalangan umur untuk bepergian sejenak sambil mencari angin sore, berbelanja, hingga memburu kudapan untuk dinikmati saat adzan maghrib tiba.

Tentu saya juga tak akan melewatkan momen-momen indah yang hanya bisa dinikmati satu bulan setiap tahun ini. Jika biasanya ngabuburit dilakukan hanya dengan berkeliling komplek tempat tinggal, kali ini saya akan mencoba jalan-jalan menuju ke pusat kota. Karena kegabutan yang hakiki, saya bersama teman memilih untuk ngabuburit ke Bundaran Hotel Indonesia dan memburu apa yang menarik di sana.

Baca: Puasa Adalah Pembuktian Bahwa Rokok Tidaklah Adiktif

Memulai perjalanan dari Jagakarsa, saya bersama teman yang bernama Azwar  kemudian bertemu di titik kumpul pertama yaitu stasiun MRT Lebak Bulus. Kami memang janjian untuk sama-sama menggunakan kendaraan umum baru kebangaan Indonesia itu. Pasalnya, mungkin baru tahun pertama ini masyarakat bisa melakukan ngabuburit menggunakan MRT.

Dugaan kami bahwa pengguna MRT di akhir pekan akan sangat sepi ternyata salah. Justru banyak keluarga atau pun individu yang menggunakan MRT untuk bepergian, tebakan saya 80 persen diantaranya pasti mempunyai niatan yang sama dengan saya, atau memang mereka sedang mengikuti buka bersama dan akses menuju ke tempat yang mereka tuju bisa menggunakan MRT.

Saat di dalam MRT, saya bersama Azwar kemudian galau untuk mengubah destinasi. Jika sebelumnya di awal kami sepakat untuk turun di Bundaran HI, namun nampaknya akan sangat menarik juga jika turun di Bendungan Hilir dan mengunjungi pasar takjil di sana. Maklum saja, semenjak tinggal di ibu kota saya belum pernah mampir di Benhil yang memang menjadi favorit warga Jakarta untuk berburu kudapan takjil.

Kendati demikian, kami akhirnya tetap memutuskan untuk turun di Bundaran HI. Lagipula niat awalnya juga kami ingin menikmati senja yang hangat di sana, sambil menikmati takjil yang kita beli. Begitu sampai di sana, justru kami tak menemukan pedagang makanan di Bundaran HI, tak ada tukang kopi berkeliaran atau yang lainnya.

Baca: Perempuan-perempuan Kudus Pewaris Keterampilan Membuat Kretek  

Hal itu yang membuat kami akhirnya harus berjalan kembali sekitar 100 meter ke arah belakang Mall Grand Indonesia. Akhirnya, surga kuliner yang kami cari dapat ditemukan di sana. Saat itu kami tiba pada pukul 17:05 dan para pedagang sudah sibuk menjajakan daganganya dan melayani para pembeli. Tak ingin kehabisan, kami pun berburu makanan yang menarik minat.

Pilihan akhirya tertuju pada satu porsi pecel, dua buah melon iris, cilok, dan ceker balado, tentu ada dua botol minuman dan satu bungkus rokok. Adzan Maghrib pun tiba, kami pun berbuka dan makanan yang dibeli tadi seketika ludes kami lahap. Bukan kalap karena lapar, namun kami kaget karena jajanan pinggir jalan yang kami beli ini rasanya cukup nikmat dengan harga yang sangat terjangkau.

Satu pecel porsi seharga 10 ribu, dua buah melon iris berukuran besar juga 10 ribu, ceker balado juga sama, dan cilok kami beli seharga lima ribu. Pecel yang kami beli bumbunya sangat nikmat, lalu melonnya pun benar-benar manis alami. Favorit kami adalah seblak balado, mengapa? Bumbunya berani dan banyak dan sangat memanjakan lidah kami.

Tak berhenti di situ, kami masih tertarik untuk membali kudapan lainnya. Maklum saja, untungnya kami tak memakan nasi atau lontong saat berbuka yang membuat perut sering menjadi langsung kenyang. Ronde kedua kami membeli dimsum, sayap balado di tempat yang sama saat membeli ceker balado, serta thai tea.

Lagi-lagi dengan harga yang murah lidah kami dimanjakan dengan rasa yang nikmat. Dimsum jalanan yang kami beli rasanya tak kalah dengan bikinan restoran mewah, sayap balado? Kali ini lebih mantap karena takaran pedasnya kami naikkan. Sedangkan Thai Tea ini yang paling primadona, tidak bikin enek, rasanya pas dan menyegarkan. Uang yang kami keluarkan untuk ronde kedua kali ini sekitar 50 ribu rupiah. Jika dihitung-hitung, total 115 ribu habis untuk sembilan makanan+minuman+sebungkus rokok yang kami keluarkan. Tentu harga yang cukup murah mengingat kami membelinya di pusat kota yang katanya lebih mahal segala sesuatunya.

Sambil menikmati ragam jenis kudapan tadi memang paling nikmat sembari ditemani rokok. Hisapan demi hisapan tentu sangat lezat dinikmati sambil menyantap jajanan yang kami beli. Kami juga akhirnya menarik sebuah kesimpulan bahwa masih banyak surge kuliner yang belum terekspos media atau bahkan yang sudah terkenal justru menurun kualitasnya saat kami coba.

Ngabuburit di Bundaran HI memang akhirnya berakhir pada pukul 19:15, namun perburuan kami tak berhenti di sini dan akan dilanjutkan hari-hari mendatang!