OPINI

Tarif Cukai SKT Harus Dihapuskan, Demi Keberlangsungan IHT

Berdasarkan survei BPS (Badan Pusat Statistik) industri kecil pengolahan tembakau tercatat mengalami penurunan hingga 20,45%. Data tersebut menunjukan bahwa perkembangan kondisi industri kecil pengolahan tembakau sedang dalam kondisi yang kurang baik.

Di Malang misalnya, selama delapan tahun terakhir, Industri hasil tembakau di Kota Malang, Jawa Timur, terus bertumbangan. Sebanyak 115 pabrik rokok gulung tikar dalam kurun waktu delapan tahun. Perlu dicatat yang tumbang ini adalah industri kecil-menengah.

Lain lagi di Kudus, pasca keluarnya Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 200 tahun 2010 soal batas luas bangunan pabrik rokok minimal 200 meter persegi. Industri kecil menengah yang tadinya beroperasi di rumah-rumah sebagai tempat produksi banyak yang gulung tikar, disebabkan tidak punya cukup modal untuk menyewa tempat atau gudang sebagai pabrik.

Baca:
Asal Muasal Cukai Rokok dan Perkembangannya

Meskipun pada tahun 2010 LIK (Lingkungan Industri Kecil) sektor rokok didirikan, hanya ada sebanyak 11 unit pabrik yang disediakan, dan kini hanya tersisa 7 pabrik rokok unit kecil menengah yang masih bertahan di LIK Kudus.

Dalam skala makro, Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) mencatat, ada penurunan jumlah pabrik rokok yang aktif berproduksi. Pabrikan rokok di Indonesia yang memiliki izin sebanyak 600 pabrik. Namun hanya 100 pabrik yang masih aktif berproduksi setiap harinya.

Tentunya penurunan jumlah pabrik rokok terjadi pada level pabrikan kecil-menengah. Sebab level ini modalnya hanya pas-pasan, tetapi tidak dapat survive karena bisnisnya menurun dan tidak mendapat dukungan dari pemerintah untuk pengembangannya.

Adapun industri rokok kecil-menengah di Indonesia didominasi oleh industri kretek. Industri rokok putihan justru levelnya ada di skala besar, dan didominasi oleh perusahaan asing multinasional.

Baca:
Cukai Tembakau untuk Kampanye Anti-Tembakau, Sebuah Ironi!

Secara umum, di sektor tembakau, selalu terjadi fluktuasi tren konsumsi pasar atas jenis rokok. Kita masih sangat ingat ketika Sampoerna memilih menutup salah satu pabrik SKT mereka di tengah-tengah penjualan rokok Sampoerna sedang mengalami kenaikan. Ini sungguh ironi, SKT memang terlihat seperti sunset industri, jenis rokok yang semakin hari tren pasarnya terus menurun.

Dan, kasus penurunan SKT (Sigaret Kretek Tangan) yang saat itu melanda tidak hanya pada produk Samporna, tetapi juga semua pabrikan rokok. Di tengah suasana ini, alih-alih bisa dibendung, perubahan tren konsumsi ini justru semakin melanda banyak pabrikan karena tidak ada iktikad baik pemerintah untuk melindungi kretek.

Dengan adanya kasus penutupan pabrik rokok kretek tangan di atas, pemerintah seharusnya tertampar. Di saat Negara sedang menggalakkan kemandirian nasional, ternyata banyak industry nasional yang berpotensi untuk tutup. Banyak pekerja kita yang nasibnya terancam apabila perlindungan kretek tidak segera dilakukan.

Salah satu solusi yang bisa didorong untuk melindungi kretek adalah dengan menghapus tarif cukai pada produk kretek yang mulai terancam, yakni SKT. Isu ini beberapa saat lalu juga telah didorong oleh menteri Perindustrian, MS Hidayat. Komunitas kretek sangat etuju dangan penghapusan tarif cukai pada SKT.

Kebijakan penghapusan tariff cukai SKT selain bisa mlindungi pada produk nasional dari serangan produk asing (rokok puth), juga bisa menyelamatkan banyak pabrikan kecil-menengah yang bergerak di bidang ini. Di sector hulu, kebijakan ini juga bisa dilihat sebagai keberpihakan pemerintah pada petani tembakau. Karena, semua tembakau yang digunakan dalam produk SKT adalah tembakau rakyat.

Baca:
Kaleidoskop 2018: Industri Hasil Tembakau Ditikam, Cukainya Ditimang

Penghapusan cukai SKT semakin mendesak karena di tengah fluktuasi produk nasional, pemerintah harus punya keberpihakan pada industri nasional yang padat karya. Jangan sampai, penurunan SKT ini kemudian disikapi oleh pabrikan dengan melakukan pemutusan hubungan kerja. Karena selama ini, untuk mengurangi beban biaya produksi, industri SKT cenderung melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap buruhnya. Hal ini selain menimbulkan kecemasan bagi para pekerja, juga sangat merugikan bagi iklim ekonomi nasional.

Pemerintah harus berupaya agar kejadian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap sekitar 4.900 buruh oleh pabrik rokok PT HM Sampoerna Tbk tidak kembali terulang. Apalagi industri SKT merata di berbagai skala industri, dari industri kecil hingga besar, tidak seperti rokok mild.

Baik dari sisi buruh, pertanian, maupun industry, kebijakan penghapusan cukai SKT adalah bentuk keberpihakan pemerintah pada kepentingan nasional.