Smoker Travellers

Smokers Travellers: Jejak Keemasan Tembakau Deli di Masjid Raya Al-Ma’shun Medan

Syahdan, daerah Medan nan elok dengan pemandangan indahnya merupakan tanah subur yang dielu-elukan umat manusia. Tak hanya rempah-rempah dan kopi yang merupakan primadona di sana, namun tanaman tembakau juga adalah mutiara yang pernah menjadi komoditi yang dielu-elukan masyarakat dunia.

Sebutlah Tembakau Deli, tanaman dan komoditi yang memberikan historis panjang tentang kemasyhuran Tanah Sumatera. Jika Tembakau Deli dikatakan sebagai salah satu warisan budaya maka pendapat tersebut bukan merupakan sesuatu yang berlebihan. Dari Tembakau Deli, sejarah interaksi nusantara dengan suku bangsa lain pun ada. Tembakau Deli pula lah yang menjadi salah satu pemicu kebangkitan ekonomi Sumatera Utara.

Jika menengok kepada logo klub sepak bola asal Sumatera Utara yang musim lalu berlaga di Liga 1, PSMS Medan maka terpampang kehebatan dari Tembakau Deli. Saking terkenalnya tembakau Deli dan juga begitu melekatnya tembakau Deli bagi masyarakat Deli, bahkan juga masyarakat Sumatra Utara, tembakau kemudian dijadikan simbol-simbol publik.

Bukan hanya PSMS Medan yang menggambarkan keagungan Tembakau Deli. Lepas dari kesebelasan berjuluk Ayam Kinantan tersebut, Mari sejenak berkunjung ke Masjid Raya Al-Ma’shun atau yang lebih popular disebut dengan Masjid Raya Medan. Terletak di Jl. Sisingamangaraja No.61, sekilas tak ada aroma tembakau atau ornamen tanaman tersebut di dalamnya. Namun pembangunan rumah ibadah kebanggan umat muslim di Sumatera Utara itu ternyata berkaitan dengan Tembakau Deli.

Menurut catatan sejarah, Masjid Raya ini dibangun tahun 1906 dan baru selesai tahun 1909. Seluruh biaya pembangunannya ditanggung oleh Sultan Maimun al Rasyid Perkasa Alamsyah, hasil dari penjualan tembakau. Konon, biaya sebesar satu juta gulden digelontorkan untuk membangun masjid yang menjadi pintu masuk ajaran agama Islam di Sumatera Utara itu.

Arsitektur pembangunan Masjid Raya Medan awalnya diserahkan oleh orang Belanda bernama, Van Erp yang kebetulan juga menjadi otak di balik keindahan Istana Maimun Medan. Namun kemudian prosesnya dikerjakan oleh JA Tingdeman. Van Erp ketika itu dipanggil ke pulau Jawa oleh pemerintah Hindia Belanda untuk bergabung dalam proses restorasi candi Borobudur di Jawa Tengah

JA Tingdeman, sang arsitek merancang masjid ini dengan denah simetris segi delapan dalam corak bangunan campuran Maroko, Eropa, Melayu dan Timur Tengah. Denah yang persegi delapan ini menghasilkan ruang bagian dalam yang unik tidak seperti masjid-masjid kebanyakan. Empat penjuru masjid masing-masing diberi beranda dengan atap tinggi berkubah warna hitam, melengkapi kubah utama di atap bangunan utama masjid. Masing-masing beranda dilengkapi dengan pintu utama dan tangga hubung antara pelataran dengan lantai utama masjid yang ditinggikan, kecuali bangunan beranda di sisi mihrab.

Bangunan masjidnya terbagi menjadi ruang utama, tempat wudhu, gerbang masuk dan menara. Ruang utama, tempat sholat, berbentuk segi delapan tidak sama sisi. Pada sisi berhadapan lebih kecil, terdapat ‘beranda’ serambi kecil yang menempel dan menjorok keluar. Jendela-jendela yang mengelilingi pintu beranda terbuat dari kayu dengan kaca-kaca patri yang sangat berharga, sisa peninggalan Art Nouveau periode 1890-1914, yang dipadu dengan kesenian Islam.

Seluruh ornamentasi di dalam masjid baik di dinding, plafon, tiang-tiang, dan permukaan lengkungan yang kaya dengan hiasan bunga dan tumbuh-tumbuhan. di depan masing-masing beranda terdapat tangga. Kemudian, segi delapan tadi, pada bagian luarnya tampil dengan empat gang pada keempat sisinya, yang mengelilingi ruang sholat utama.

Gang-gang ini punya deretan jendela-jendela tidak berdaun yang berbentuk lengkungan-lengkungan yang berdiri di atas balok. Baik beranda maupun jendela-jendela lengkung itu mengingatkan desain bangunan kerajaan-kerajaan Islam di Spanyol pada Abad Pertengahan. Sedangkan kubah masjid mengikuti model Turki, dengan bentuk yang patah-patah bersegi delapan.

Kubah utama dikelilingi empat kubah lain di atas masing-masing beranda, dengan ukuran yang lebih kecil. Bentuk kubahnya mengingatkan kita pada Masjid Raya Banda Aceh. Di bagian dalam masjid, terdapat delapan pilar utama berdiameter 0,60 m yang menjulang tinggi untuk menyangga kubah utama pada bagian tengah. Adapun mihrab terbuat dari marmer dengan atap kubah runcing. Gerbang masjid ini berbentuk bujur sangkar beratap datar. Sedangkan menara masjid berhias paduan antara Mesir, Iran dan Arab.

Hingga kini bangunan tersebut masih tampak gagah berdiri dan masih aktif untuk digunakan. Keindahan ornamennya juga membuatnya menjadi salah satu dari berbagai Masjid indah yang ada di tanah air. Jika tengah berkunjung ke Sumatera Utara, Masjid Raya Medan boleh menjadi salah satu destinasi wisata religi anda.