logo boleh merokok putih 2

Ekspresi Perlawanan Lewat Merokok

Jika seseorang ditanya mengapa ia merokok, jawaban yang paling sering didengar: untuk relaksasi, teman rehat, rekan berkarya, dan semua hal yang mengalir ke muara bernama kenikmatan. Hampir semua berkutat di sekitar itu. Yang sedikit berbeda, ada juga yang menjawab supaya lebih enak ketika mengobrol dengan teman yang juga merokok, atau untuk mengusir hawa dingin yang mengepung tubuh.

Adalah Muhamad Sobary, seorang budayawan, penulis produktif, dan peneliti jempolan yang memiliki jawaban lain dari yang lain. Muhamad Sobary baru mulai merokok pada usia 59 tahun. Usia yang terlampau telat untuk memulai merokok. Di saat kebanyakan perokok lain memutuskan berhenti merokok di usia senja, laki-laki yang biasa disapa ‘Kang Sob’ ini malah baru mulai merokok.

Baca: Protes Petani Tembakau Temanggung ke Kemkominfo

Menurutnya, keputusan mulai merokok di usia senja Ia pilih sesaat setelah mengetahui seluk-beluk perang nikotin yang terjadi di bumi. Ragam bentuk isu mulai dari kesehatan, ekonomi, hingga isu lingkungan dijadikan alat oleh pemodal asing untuk merebut pasar rokok di negeri ini yang sepenuhnya dikuasai pengusaha dalam negeri lewat produk khas nusantara yang kerap disebut ‘kretek’.

Bagi Kang Sob, merokok itu peristiwa politik. Merokok adalah aksi untuk melawan upaya pihak-pihak yang ingin merusak industri hasil tembakau (IHT) Indonesia. Dengan merokok, kita berpolitik, bukan sekadar berpolitik untuk IHT, namun berpolitik untuk petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, pekerja-pekerja di pabrik-pabrik rokok, hingga pedagang asongan.

Merokok itu sebuah bentuk keberpihakan. Berpihak pada nasib petani, berpihak kepada buruh tani dan pekerja pabrik, hingga akhirnya berpihak pada kedaulatan dan kemandirian bangsa lewat produk istimewa bernama kretek. Terang dan jelas dan lugas.

Ada syarat yang mesti dipenuhi untuk bisa bersikap seperti Kang Sob bersikap ketika menikmati sebatang rokok kretek. Syarat itu adalah berada dekat dengan petani dan para pekerja di sektor IHT, merasakan hidup dan kehidupan mereka sehari-hari. Tanpa itu, sulit menerka bagaimana sensasi yang dirasakan ketika kita merokok dengan tujuan lelaku politik.

Dan itulah syarat yang dilalui Kang Sob hingga bisa merasakan ruh lelaku politik ketika Ia merokok. Bukan sekadar hidup dan berinteraksi lama dengan para petani tembakau, Kang Sob lebih jauh dari itu. Ia menuliskan kisah-kisah petani tembakau di Temanggung dalam disertasi doktoralnya—kemudian diterbitkan penerbit KPG—yang Ia beri judul ‘Perlawanan Politik dan Puitik Petani Tembakau Temanggung’.

Baca: Ada Campur Tangan Bloomberg dalam Surat Edaran Menkes terkait Pemblokiran Iklan Rokok

Usai membaca buku karya Kang Sob itu, saya lantas ingin merasakan langsung hidup dalam waktu cukup lama di lingkungan mereka yang menggantungkan hidup dari IHT. Merasakan perasaan yang dirasakan Kang Sob ketika merokok. Kesempatan itu pada akhirnya saya dapat di Munduk, Bali, dan Temanggung, Jawa Tengah, tempat Kang Sob melakukan riset untuk disertasinya.

Di Munduk, saya tinggal di rumah milik petani cengkeh, hidup berminggu-minggu di lingkungan yang mayoritasnya petani dan buruh tani cengkeh. Saya jalan-jalan ke kebun cengkeh. Melihat petani merawat kebun mereka. Saat panen tiba, saya datang ke kebun untuk melihat dari dekat cengkeh dipanen pekerja pemetik cengkeh. Pada momen-momen itu semua, kretek kerap menjadi teman saya dan para petani cengkeh di Munduk. Di sanalah saya merasakan dengan jernih seperti apa itu perasaan keberpihakan, perlawanan, dan lelaku politis lewat menikmati sebatang kretek.

Di Temanggung, lebih jauh lagi. Saya tak hanya melihat dari dekat bagaimana petani dan buruh tani menanam komoditas yang mendukung IHT. Di kabupaten yang diapit dua gunung itu, saya melihat secara langsung, bahkan menjadi salah satu pelaku yang mengelola manfaat IHT untuk keberlangsungan pendidikan anak-anak petani dan buruh tani tembakau lewat skema beasiswa. Di rumah-rumah petani di lereng gunung, di alun-alun kota, di kantor beasiswa KNPK, dan di banyak tempat lainnya di Temanggung, saya merasakan aktivitas merokok bukan sekadar untuk mengusir dingin cuaca pegunungan semata. Di sana saya mengekspresikan perlawanan lewat merokok. Melawan kesewenang-wenangan mereka anti-rokok yang hendak menghancurkan kehidupan banyak manusia.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis

Fawaz al Batawy

Fawaz al Batawy

Pecinta kretek, saat ini aktif di Sokola Rimba, Ketua Jaringan Relawan Indonesia untuk Keadilan (JARIK)