Tengah tahun seperti ini, petani-petani cengkeh hampir di seluruh Indonesia sedang bergembira menyambut musim panen cengkeh tahunan. Setahu saya, kecuali di Aceh dan di Kepulauan Anambas, cengkeh dipanen pada tengah tahun, mulai dari akhir bulan Juni hingga September. Aceh dan Kepulauan Anambas menjadi anomali, pohon-pohon cengkeh di sana berbunga dan dipanen di awal tahun setiap tahunnya, Januari hingga Maret.
Di saat hampir seluruh petani cengkeh berbahagia bersiap menyambut musim panen, datang kabar sedih dari Pulau Ternate, Maluku Utara. Pohon Cengkeh Afo 2, yang kini menjadi pohon cengkeh tertua di dunia, roboh pada 6 Juli 2019. Ketika roboh, Afo 2 diperkirakan berusia 250 hingga 300 tahun. Pohon ini merupakan satu dari tiga pohon cengkeh tertua di dunia yang tercatat hingga kini. Afo 2 memegang predikat pohon cengkeh tertua kedua di dunia kurang dari 20 tahun. Sebelumnya, predikat cengkeh tertua di dunia dipegang oleh Pohon Cengkeh Afo 1 yang terletak satu kawasan dengan lokasi Afo 2. Afo 1 berusia lebih dari 400 tahun sebelum akhirnya roboh dan mati pada awal tahun 2000-an.
Baca: Mengetahui Ragam Jenis Cengkeh dalam Produk Kretek
Setelah tumbangnya Afo 1 dan Afo 2. Kini tersisa Afo 3 yang masih hidup dan usianya diperkirakan mencapai 200 tahun. Sama seperti Afo 1 dan Afo 2, Afo 3 juga terletak di kawasan kaki gunung Gamalama di Pulau Ternate. Jarak di antara ketiga pohon itu berdekatan saja, masuk dalam satu wilayah kawasan perkebunan cengkeh.
Dalam bahasa setempat, ‘Afo’ berarti tua. Penamaan ini tentu saja merujuk kepada usia pohon cengkeh yang memang sudah sangat tua. Versi lain mengatakan, nama ‘Afo’ diambil dari nama keluarga Alfalat, keluarga yang berhasil menyelamatkan pohon-pohon cengkeh itu dari monopoli penjajah Belanda terhadap komoditas cengkeh yang salah satu dampak monopoli itu, banyak pohon cengkeh yang dimusnahkan untuk mengontrol produksi cengkeh.
Bagi masyarakat Maluku pada khususnya, dan masyarakat Indonesia pada umumnya, keberadaan cengkeh tertua di dunia itu bukan sekadar untuk kebanggaan dan membuktikan pada mulanya cengkeh adalah endemik di beberapa pulau di Maluku, keberadaan cengkeh tertua di dunia juga merupakan artefak sejarah yang mengingatkan sejarah bangsa ini berpilin-berkelindan dengan komoditas beraroma wangi dengan rasa agak pedas ini.
Baik Afo 1, Afo 2, maupun Afo 3, menjadi bukti sejarah bahwasanya dahulu penjajah-penjajah dari negeri jauh di utara berbondong-bondong datang ke negeri ini untuk bisa menguasai cengkeh dan rempah-rempah lainnya di Kepulauan Maluku. Empat bangsa dari negeri utara saling berperang untuk memperebutkan wilayah kepulauan yang ditumbuhi cengkeh dan rempah-rempah lainnya. Peperangan itu pada akhirnya dimenangkan oleh Belanda dan sejak saat itu pula Belanda memonopoli cengkeh dan rempah-rempah di Kepulauan Maluku untuk keuntungan mereka sekaligus merugikan penduduk asli Kepulauan Maluku.
Baca: Cengkeh dan Kelapa di Kepulauan Anambas
Lebih dari 200 tahun Belanda sendirian memonopoli cengkeh sehingga berhasil menimbun ratusan juta gulden untuk dibawa ke negeri kincir angin dan membangun negeri mereka menjadi begitu indah. Ada aroma cengkeh dan rempah-rempah lainnya yang begitu menyengat dari gedung-gedung tua di Belanda kini. Monopoli itu pada akhirnya runtuh setelah ditemukannya mesin pendingin dan harga cengkeh jatuh.
Selain sejarah penjajahan Belanda, lewat cengkeh kita juga bisa membaca sejarah kebangkitan industri kretek nasional. Pada awal abad 20, lewat Nitisemito dan beberapa pengusaha kretek lainnya, mengalir dana bantuan untuk perjuangan kemerdekaan negeri ini. Pertemuan cengkeh dan tembakau menjadi kretek pelan-pelan menjadi promadona di Indonesia mengalahkan rokok putih produksi luar negeri.
Puncaknya selepas kemerdekaan, pada penghujung 60an, konsumsi kretek pada akhirnya berhasil melampaui konsumsi rokok putih nasional hingga akhirnya kini kretek menguasai lebih dari 90 persen pasar nasional. Maraknya minat konsumen terhadap rokok kretek membikin pembukaan kebun-kebun cengkeh baru di banyak wilayah di Indonesia terjadi. Mulai dari Aceh hingga Maluku dengan kawasan terluas di wilayah Sulawesi. Harga cengkeh yang kembali mahal membikin petani dan buruh tani cengkeh kembali sejahtera.
Hingga akhirnya, orde baru lewat tangan anak penguasanya, Tomy Soeharto, kembali memonopoli cengkeh mirip dengan apa yang dilakukan penjajah Belanda dulu. Harga cengkeh kembali anjlok. Petani mengalami kerugian hingga pada akhirnya enggan mengurus kebunnya, menebangi batang-batang pohon cengkeh, dan pada titik ekstrem membakari pohon-pohon cengkeh mereka karena kecewa. Selepas tumbangnya orde baru, harga cengkeh kembali terdongkrak dan para petani cengkeh kembali menuju sejahtera.
Afo 2 boleh roboh, namun berkaca dari jalan panjang sejarah komoditas cengkeh di Nusantara, pertanian cengkeh di negeri ini tidak boleh roboh. Lewat petani cengkehlah, dan juga petani tembakau, kemandirian dan kedaulatan negeri ini masih bisa terus terjaga dari serbuan industri dan komoditas asing yang membanjiri negeri ini.