OPINI

Selingkuh PKJS UI dengan Kepentingan Asing

Dari tahun 2007 hingga pertengahan 2015, terdeteksi banyak organisasi jumlahlnya kurang lebih 20an organisasi, lembaga penelitian pemerintah maupun kemasyaratan hingga keagaman yang ada di Indonesia, justru membawa agenda titipan asing, dengan program pengendalian tembakau. Melalui Bloomberg Initiative, kucuran dana itu sampai mengalir. Sebab, Indonesia dijadikan salah satu target utama karena tembakau yang ada 100% sebagai bahan dasar rokok kretek. Sedangkan asing dalam hal ini Bloomberg Initiative punya keinginan berbeda, yaitu mengusai bahan nikotin yang ada di daun tembakau. 

Adanya kucuran dana yang menyuburkan dari Bloomberg Initiative, menjadikan organisasi atau lembaga di Indonesia  yang tidak memiliki jiwa potriotisme akan berlomba-lomba untuk mendapatkan dana tersebut. Bahkan ada juga organisasi yang menamakan diri sebagai pusat kajian sosial di bawah Universitas terkemuka di Indonesia, rela bekerjasama dengan Bloomberg Initiative. Seperti halnya Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia disingkat PKJS UI, yang dipromotori oleh Prof. dr. Hasbullah Thabrani, MPH dan kawan-kawan. 

PKJS UI berdiri pada tanggal 14 September 2015, tujuannya sangat mulia, yaitu untuk menjembatani kebutuhan pusat penelitian jaminan sosial berbasis akademik, dan fokus pada program jaminan sosial di Indonesia. PKJS UI ini, sebagai langkah awal untuk persiapan membuat program Magister Jaminan Sosial di Indonesia. Semestinya PKJS UI, sebagai organisasi atau pusat kajian yang lahir dan berkembang di Indonesia, wajib memberikan perlindungan sosial terhadap seluruh masyarakat Indonesia, tidak terkecuali masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertembakaun. 

Dari hulu hingga hilir, ada sekitar 6,1juta jiwa serapan tenaga kerja pertembakauan, baik sebagai petani tembakau, petani cengkeh dan buruh/karyawan rokok kretek. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi dan perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Sektor pertembakauan mampu memberikan sumbangan APBN 8.92%, prosentasi yang fantastis dibanding pemasukan minyak dan gas (migas) yang hanya mampu 3.03%. 

Tidak hanya itu, sektor pertembakauan di Indonesia punya sejarah panjang memiliki fungsi sosial dan budaya dalam kehidupan masyarakat. Satu-satunya sektor perdagangan yang mampu bertahan dimasa penjajahan disaat perekonomian bangsa Indonesia hancur. Pertembakauan sektor yang paling mandiri dari hulu hingga hilir, tidak pernah sekalipun mendapatkan subsidi dari Negara. Yang ada sebaliknya, Negara selalu meminta keuntungan lebih, dan tanpa modal. Sektor pertembakauan tahan krisis dan memiliki multiplier effect, artinya usaha lain maju dan berkembang sangat dipengaruhi keberadaan pertembakauan. Dampak langsung, semisal di Temanggung banyak pengrajin keranjang yang bisa menikmati hasilnya saat panen tembakau. Di Kudus, dari percetakan hingga pasar tradisional menjadi ramai ketika permintaan rokok kretek meningkat. 

Sekali lagi, keberadaan PKJS UI, seharusnya melakukan kajian untuk perlindungan pertembakauan di Indonesia, dan tidak sebaliknya. Sangat tidak etis, tidak patriotis dan nasionalis, ketika PKJS UI, melakukan pelemahan pada sektor pertembakaun dan mengedepankan kepentingan asing, gara-gara mendapatkan akses dari Bloomberg Initiative. Dalam laporan mitra kerja, PKJS UI bekerjasama dengan 20 lembaga, termasuk bekerjasama dengan Bloomberg Initiative (sumber: https://sksg.ui.ac.id/pkjs). Hal itu terlihat jelas kajian yang dilakukan PKJS UI sinergi dengan program Bloomberg Initiative untuk pengendalian tembakau. PKJS UI telah melakukan kajian sejak 2016 hingga 2018, setidaknya ada 5 kajian dari 9 kajian yang menyudutkan posisi pertembakauan dalam hal ini rokok kretek di Indonesia, yaitu: 

  1. Roadmap Upaya Pengendalian Belanja Rokok dari Dana Bantuan Sosial (Januari 2019)
  2. Bantuan Sosial, Rokok dan Indikator Sosial Ekonomi di Indonesia (Januari 2019)
  3. Dukungan Publik Terhadap Kenaikan Cukai Rokok untuk Pendanaan JKN (Agustus 2018)
  4. Dukungan Publik Terhadap Kenaikan Harga Rokok (Juli 2018)
  5. Perilaku Merokok Orang Tua dan Dampaknya Terhadap Stunting, Kecerdasan, dan Kemiskinan: Bukti Empiris dari Data Panel IFLS (Juni 2018)

Bloomberg Initiative, adalah program filantropis yang dilakukan oleh pengusaha media dan layanan data keuangan berbasis di Amerika Serikat bernama Michael Bloomberg. Pada tahun 2006, ia mendonasikan uangnya sebesar 125 juta dolar AS dan pada tahun 2008 berjumlah 250 juta dolar AS untuk pendanaan kegiatan pengendalian tembakau, termasuk di Indonesia. Tiap tahunnya besaran donasi selalu meningkat.

Donasi tersebut tidak murni sumbangan, ada muatan dan hubungannya dengan farmasi, melalui sahabat karibnya sekaligus penasihatnya bernama William R. Brody menjabat sebagai direktur Novartis. Berawal dari hasil penelitian lembaga kesehatan modern di Amerika, Surgeon General, bahwa nikotin pada tembakau dapat membuat ketergantuangan. Oleh ahli farmakologi, nikotin pada tembakau banyak manfaat untuk obat terapi dan pengobatan. Lain itu, nikotin pada tembakau sangat bermanfaat sebagai obat nyeri, gelisah, depresi dan juga dapat meningkatkan konsentrasi. 

Melihat dari manfaat nikotin dalam tembakau inilah memunculkan niat pengambilalihan bisnis nikotin pada tembakau. Namun sayangnya, niatan itu belum terwujud, karena penggunaan tembakau masih terkuasai oleh industri rokok.  Selain kebutuhan tembakau untuk bahan dasar rokok masih relative besar, juga tidak bisa menyaingi pabrikan rokok perihal harga pembelian tembakau. 

Untuk itu, isu yang digulirkan adalah memerangi atau mengendalikan tembakau, bahkan sampai bagaimana caranya agar tembakau tidak dibuat bahan baku rokok. Satu-satunya jalan bersekutu dengan industri farmasi. Dilanjutkan berhasil memasukkan agenda kerangka kebijakan international dalam organisasi kesehatan dunia (WHO). Upaya pengambilalihan bisnis nikotin tersebut sebetulnya terjadi di berbagai Negara, termasuk Indonesia. Aliran dana digelontorkan besar-besaran mengalir ke lembaga-lembaga kesehatan, organisasi masyarakat bahkan sampai lembaga keagamaan, inilah yang dinamai politik dagang tingkat tinggi.

Untuk itu, marilah lembaga-lembaga, atau kajian-kajian yang lahir dan berkembang di Indonesia, agar lebih sensitif dan peka, mendahulukan kepentingan nasional dari pada kepentingan asing. Melindungi kepentingan masyarakat pribumi lebih penting dari pada melindungi kepentingan dagang asing. Jiwa nasionalisme dan patriotik sangat dibutuhkan untuk membangun bangsa menuju masa depan yang lebih baik.