REVIEW

Refleksi Kisah Kurban sebagai Bahan Pengingat KPAI

Kurban tidak semata-mata hanya menyembelih hewan, dibaliknya ada kisah indah yang bisa sebagai bahan renungan dan pengingat bagi semua. Pada kisah qurban, terdapat peran anak usia dini yang akhirnya dikenang umat Islam sedunia sepanjang masa dan juga dapat mengangkat harkat martabat keluarganya dihadapan Tuhan. Selama anak suka bahkan bahagia menjalankan perannya untuk kepentingan dirinya sendiri kedepan dan mengangkat harkat martabat keluarganya dengan bimbingan yang baik, maka hal tersebut sah-sah saja tidak ada larangan. 

Kemarin, pada tanggal 11 Agustus 2019 hari Minggu, tepatnya pada tanggal 10 dzulhijjah 1440 M., dipagi hari umat Islam terlihat berbondong-bondong ada yang ke masjid ada yang kelapangan, tidak lain menjalankan ibadah sholat Idul Adha, atau biasa disebut hari raya qurban. Selain melakukan sholad, umat Islam merayakannya dengan menyembelih hewan qurban, seperti unta tradisi di Timur Tengah, sedangkam di Indonesia menyembelih sapi atau kerbau. Khusus di Kudus kota Kretek rerata menyembelih kerbau, sapi bagi sebagian besar masyarakat Kudus tidak mau menyembelih. Cerita yang beredar di masyarakat turun menurun, pelarangan menyembelih sapi sejak zaman kewalian yaitu Sunan Kudus sebagai penghormatan terhadap agama lain yang beranggapan hewan sapi sebagai hewan yang suci.

Kembali ke Idul Adha, diceritakan oleh para Ulama’ ada kisah tentang Nabi Ibrahim yang akan mengorbankan putranya yang masih kecil namanya Ismail (besarnya menjadi Nabi). Ceritanya Nabi Ibrahim saat tidur bermimpi, ia diperintah Tuhan untuk menyembelih putranya bernama Ismail. Saat bangun, ia merenung, berfikir sambil bertanya dihati, benarkah ini perintah Tuhan?. Kali pertama mimpinya ini, ia masih ragu antara benar perintah Tuhan atau tidak. Mimpi yang direnungkan dan difikir terjadi pada malam tanggal 08 dzulhijjah,disebut hari tarwiyah

Baca: Tinjauan Kritis Atas Larangan Iklan dan Sponshorship dengan Mencantumkan Logo, Brand Image, dan Identitas CSR Sebuah Perusahaan

Pada malam tanggal 09 dzulhijjah Nabi Ibrahim mimpi lagi dengan perintah yang sama. Mimpi kali kedua, Nabi Ibrahim merasa yakin kalau benar-benar perintah Tuhan. Pada mimpi kedua disebut hari arafah. Pada tanggal 10 dzulhijjah, hari Nabi Ibrahim melaksanakan perintah Tuhan untuk menyembelih Ismail (putranya), yang kemudian disebut  hari nakhr (biasa disebut nahar bagi orang Indonesia). 

Cerita KH. Sya’roni, saat pagi hari pada tanggal 10 dzulhijjah Nabi Ibrahim menyuruh istrinya bernama Siti Hajar (ibu kandung Ismail) untuk memandikan Ismail setelah itu memakaikan pakaian yang bagus-bagus, dengan alasan mau diajak jalan-jalan. Siti Hajar melaksanakan sesuai perintah suaminya, sembari menunggu istrinya selesai, Nabi Ibrahim mengasah pisaunya/pedangnya. 

Ismail sudah siap, diajaklah jalan jalan bapaknya (Nabi Ibrahim) menuju bukit Mina di Makkah, dengan niatan mau disembelih sesui perintah Tuhan. Di tengah perjalanan, Nabi Ibrahim dihadang iblis yang berwujud manusia, dengan mengatakan Ibrahim, anakmu itu ganteng, tega kamu sembelih, urungkan niatmu. Nabi Ibrahim tidak menjawab, malah mengambil batu kecil 7 butir, kemudian batu kecil tersebut dilemparkan ke arah iblis tersebut, sambil mengatakan, pergi kamu Iblis. Nabi Ibrahim tetap melanjutkan perjalannya, dan dihadang Iblis lagi kali kedua, Nabi Ibrahim mengambil batu kecil lagi dilempar ke iblis. Kemudian Nabi melanjutkan perjalannya, dihadang iblis lagi kali ketiga, seperti penghadangan yang pertama dan kedua, Nabi mengambil batu kecil dan dilemparkan ke arah iblis, lalu Nabi Ibrahim lanjut lagi. Inilah cerita, yang menjadi cikal bakal adanya jumroh ula, jumroh wustho dan jumroh aqobah. Tiap ibadah haji jumroh ini harus diperagakan seperti halnya apa yang telah dilakukan Nabi Ibrahim dengan maksud melawan dan melempar iblis dengan batu agar tidak mengganggu..  

Sesampainya di puncak bukit Mina, Nabi Ibrahim menceritakan mimpinya dan mengatakan maksud dan tujuannya mengajak Ismail jalan-jalan. Selesai Nabi Ibrahim cerita, kemudian Ismail berkata pada bapaknya, untuk segera menjalankan perintah Tuhan. Pada saat menyembebelih, pisau/pedang Nabi Ibrahim tidak bisa melukai kulit Ismail, karena Nabi Ibrahim masih gelisah dan menangis saat melihat wajah Ismail. Kemudian Ismail berkata, mungkin karena bapak melihat wajahku, hingga tidak tega menyembelih, lalu Ismail membalikkan badannya memposisisikan badannya telungkup. Lalau Nabi Ibrahim dengan kesiapan hati melakukan penyembelihan yang kedua, lagi-lagi pisau/pedangnya tidak mampu melukai kulit leher Ismail. Dengan bingung karena tidak berhasil menyembelih Ismail, turunlah Malaikat Jibril dengan membawa kambing, digantikannya Ismail dengan kambing tersebut. Bersamaan dengan turunnya wahyu Tuhan yang menjelaskan keduanya telah lulus  dari ujian. Kemudian Nabi Ibrahim membaca takbir “Allahu Akbar” 3x, disaut Ismail dengan .membaca “Laa ilaaha illahhu wallahu akbar”, diakhiri Malikat Jibril dengan bacaan “Allahu Akbar walillahil Hamd”, dilanjutkan dengan menyembelih kambing bawaan malaikat jibril.

Ada cerita lucu setelah Nabi Ibrahim selesai menyembelih kambing, Nabi Ibrahim bertanya pada Ismail, siapa yang paling dermawan diantara kita? Ismail menjawab, saya. Tidak bisa kata Nabi Ibrahim, saya yang paling dermawan, karena akan mngorbankan anak yang kucintai. Ismail berkata, tidak bisa, saya yang dermawan, karena bapak punya dua anak, kalau saya dikorbankan, masih punya anak satu, lalu malaikat berkata, tidak bisa, saya yang dermawan karena saya sudah kehilangan kambing satu.  

Baca: Kegagalan Lakpesdam PBNU dalam Melihat Produk Tembakau Alternatif

Keterangan dalam kitab tafsir  “Tanwirul Adhan” penjelasan dari surat As-Saffat ayat 102 bahwa usia Ismail saat itu 13 tahun ada juga Ulama’ yang mengatakan umur 7 tahun. ada riwayat lain yang mengatakan umur Ismail saat itu 14 tahun. Pada intinya saat kejadian kisah penyembelihan, Ismail masih usia anak-anak, ia dengan senang hati dan ikhlas, menjalani perannya.  

Dari sejarah singkat qurban yang ektrim di atas, kira-kira pendapat KPAI apakah mendukung apa yang telah di lakukan Nabi Ibrahim?, atau sebaliknya mendukung Iblis yang menghalangi Nabi Ibrahim yang akan menjalankan kewajibannya sebagai hamba?. Saya yakin KPAI akan mendukung Nabi Ibrahim, tidak mendukung langkah Iblis. 

Walaupun ktidak persis, tapi hampir mirip kisah qurban diatas dengan audisi oleh Djarum Foundation yang melibatkan. Program audisi bulutangkis usia anak-anak Djarum Foundation, tidak lain ikut serta program pemerintah dalam mencerdaskan bangsa melalui pencarian bakat sedini mungkin. Anak-anak yang berbakat bulutangkis tentunya yang terjaring dalam audisi, dididik dengan penuh semangat oleh Djarum Foundation Bhakti olahraga. Buktinya, anak-anak tersebut disekolahkan formal, dilatih bulu tangkis dengan disiplin dan penuh tanggungjawab, tanpa dipungut biaya apapun, bahkan semua kebutuhan anak-anak tercukupi dengan baik. Pola didiknya, seperti pola pendidikan sekolah lainnya, anak-anak dididik dan diajar agar berpretasi, setidaknya punya pengetahuan, pengalaman dan keahlian sebagai bekal masa depan. Disisi lain, ternyata anak-anak yang terjaring audisi merasa sangat gembira, senang dan bangga bisa terpilih. Mereka dapat mengembangkan bakatnya, dan mendapatkan pendidikan sekolah dengan gratis.

Tujuan utama Djarum Foundation mencari bibit unggul pebulutangkis Indonesia, yang selama ini sebagai salah satu olahraga kebanggaan masyarakat Indonesia atas banyaknya prestasi yang di peroleh. Program Djarum Foundation Bhakti olahraga jauh dari niatan ekploitasi anak untuk promosi, yang ada ekploitasi anak untuk kejayaan olah raga bulutangkis bangsa Indonesia. 

Juga, program Djarum Foundation audisi bulutangkis adalah salah satu bentuk kesadaran dan kewajibannya membangun bangsa dengan melibatkan anak-anak. Lalu apa yang salah dari Djarum Foundation Bhakti Olahraga, jelas-jelas telah menghibahkan fasilitas, pikiran hingga dana untuk kepentingan kejayaan bangsa Indonesia, melalui olahraga. Pemerintah harus mendukung program tersebut, begitupun KPAI. KPAI jangan sampai menjadi penghalang, seperti halnya penghalang Nabi Ibrahim dalam kisah di atas.