kpai
REVIEW

Dukung KPAI dan Antirokok Mendorong Perusahaan Farmasi Memajukan Olahraga Indonesia

Saya sudah terbiasa menyaksikan berbagai perusahaan rokok menjadi dinamo penggerak kemajuan olahraga di Indonesia. Kita pernah tahu dulu ada Dunhill, Kansas, Djarum, bahkan Dji Sam Soe yang menjadi sponsor besar liga sepak bola Tanah Air. Sebelum PP 109 hadir dan ada aturan keras industri rokok merambah ke dunia olahraga, saya rasa sepak bola Indonesia berjalan baik dan menghasilkan Timnas yang berkualitas pula.

Akibat adanya peraturan yang mengharamkan industri rokok mencampuri urusan olahraga, nampaknya ada sedikit kemunduran di dunia tersebut. Sekali lagi saya memberi contoh dari dunia sepak bola, masuk final dan menjadi raja di Asia Tenggara saja susahnya minta ampun. Selain itu liga kita juga kerap bergonta-ganti operator serta sponsor. Liga 1 yang sudah berjalan dua musim misalnya, di awal kehadirannya ia disponsori oleh Gojek dan Traveloka lalu cabut dan digantikan oleh Shopee. Masalah terakhir ini sebenarnya bisa kita tarik kesimpulan sederhana bahwa tak banyak perusahaan yang mau total membina olahraga apalagi dengan gelontoran dana yang besar.

Saya masih melihat bahwa industri apapun harus memiliki andil terhadap kemajuan masyarakat di suatu bangsa. Umumnya menggunakan dana corporate social responsibility atau yang familiar disebut CSR. Toh juga CSR juga sudah diatur dalam undang-undang yang mewajibkan seluruh perusahaan di Indonesia wajib mengeluarkan dana untuk kemajuan masyarakat. Lantas mengapa perusahaan rokok yang juga melakukan kewajiban memenuhi undang-undang selalu mendapatkan perlakuan yang negatif?

Baca: KPAI Jangan Ngeles Terus, Berani Berbuat Harus Berani Bertangggungjawab

Para antirokok selalu mengedepankan moralitas yang menjadi pendirian teguh mereka menentang segala upaya baik yang dilakukan industri rokok. Alasannya, rokok tidak menyehatkan dan tidak boleh cawe-cawe di urusan olahraga. Ya kalau begitu alasannya kenapa mereka juga tidak bertindak tegas kepada perusahaan-perusahaan besar yang telah merusak alam, membiarkan kepunahan suku adat di daerah tertentu, dan hal buruk-buruk lainnya? Sungguhlah saya masih dibuat bingung oleh tindakan mereka.

Kini ramai-ramai publik dihebohkan dengan keputusan PB Djarum untuk menghentikan audisi. Kebijakan itu mereka ambil tepat di tahun ke-50 mengabdi pada Indonesia. Alasannnya menghentikan audisi dipilih karena tak ingin melanggar regulasi. Sebenarnya tak ada kesalahan yang dilakukan oleh PB Djarum karena secara hukum mereka berbeda dengan PT Djarum yang merupakan perusahaan rokok. Lagian, BWF selaku otoritas tertinggi olahraga Badminton di dunia selama ini tak melihat PB Djarum melanggar aturan. 

Oke, anggap saja PB Djarum tak akan lagi melakukan audisi atau lebih buruknya mereka berhenti total. Sekarang pertanyaan yang sangat umum ada di pikiran masyarakat, siapa yang akan melanjutkan pembinaan olahraga khususnya Badminton di Indonesia? Seorang Menteri Pemuda dan Olahraga saja mengakui bahwa pemerintah tak bisa berdiri sendiri melakukannya. Para pembela KPAI dan antirokok juga harus memberikan solusi kongkrit atas ego yang mereka usung dalam penghentian PB Djarum. 

Baca: Tuduhan Keterlaluan Yayasan Lentera Anak Terhadap Djarum Foundation

Kalau memang mereka bersiteguh dengan pendapat bahwa rokok tak boleh ikut campur urusan olahraga sok saja atuh minta kepada industri farmasi untuk masuk membina atlet muda kita. Selama ini kok saya kira jarang melihat perusahaan farmasi mau capek ikut membangun olahraga di Indonesia. Bukannya industri farmasi adalah sesuatu yang menyehatkan dan menjadi pahlawan bagi masyarakat Indonesia yang katanya sedang sakit gara-gara rokok. Sudah saatnya kan perusahaan-perusahaan farmasi yang besar itu ikut menyehatkan bangsa kita dan memajukan olahraga tanah air. 

Ayo KPAI dan antirokok, minta industri farmasi bergerak, bukankah kalian yang memang mengaku paling cinta tanah air dan mau melindungi bangsa ini dari penyakit?